Ada seorang murid yang sudah bertahun-tahun belajar ilmu
kebijakan dari seorang guru di sebuah pulau terpencil.
Kini ia merasa telah cukup ilmu dan berniat untuk mengabdikan
dirinya pada masyarakat di seberang pulau. Singkat kata, ia pamit pada sang
guru dan meninggalkan pulau terpencil tersebut.
Beberapa lama kemudian ia mendirikan sebuah perguruan dan
memiliki banyak murid pula. Teringatlah ia pada sang guru. Ia berniat untuk
menunjukkan hasil pengabdiannya selama ini. Ia lalu menulis sebuah kitab yang
berisi ajaran-ajaran kebijakan. Kitab itu diberi judul " Kitab Delapan Mata Angin " karena bila orang mengamalkan isi kitab itu maka ia
akan tetap tegar dalam kebenaran meski didera angin badai dari delapan penjuru
mata angin. Ia mengutus seorang muridnya untuk mengantarkan kitab itu pada
gurunya di seberang pulau.
Sang guru menerima kiriman "Kitab Delapan Mata
Angin" dengan suka cita. Namun, setelah membaca isinya, tanpa terduga-duga
beliau mencorat-coret sampul kitab itu dengan tulisan : "KENTUT".
Kemudian Sang guru mengembalikan kitab itu.
Betapa terkejutnya si murid ketika menerima dan membaca
tulisan sang guru. Mukanya merah padam menahan marah. Ia memutuskan untuk
menemui gurunya dan meminta penjelasan apa maksud tulisan itu. Bergegas ia melepas
tali perahu dan mendayung sendiri menemui gurunya.
Sesampai di sana, ia langsung bertanya pada gurunya, "Apa
maksud guru menulis kata-kata kotor seperti ini ?"
Jawab sang guru dengan kalem : " Lho..., katanya kamu
mampu bertahan dari gempuran angin badai yang datang dari delapan penjuru mata
angin. Tapi, mengapa, hanya dengan tiupan angin KENTUT saja, sudah membuatmu terpental
dari seberang sana ke pulau terpencil ini, heh….? "
Mendengar jawaban gurunya, ia langsung menyesali kesalahannya.
Kisah ini menyiratkan pelajaran bahwa setinggi apa pun
kebijakan yang terucap dari bibir atau tertulis di buku tidak akan lebih
berarti dibandingkan dengan apa yang terpatri dalam hati.
JADI SEBELUM MEMAMERKAN ILMU PENGETAHUAN, SEBAIKNYA
PERBAHARUILAH HATI TERLEBIH DAHULU.
No comments:
Post a Comment