Di zaman Nabi Musa AS, terdapat
seorang kaya yang sentiasa menolong orang, termasuk Nabi Musa sendiri. Lalu
Nabi Musa bertanya kepadanya tentang apa yang boleh dilakukan dirinya sebagai
menghargai atas pertolongannya. Ia mengatakan bahwa dia sudah mendapatkan
apa yang dia inginkan, Cuma yang belum orang kaya itu miliki adalah memiliki
seorang anak lelaki untuk mewarisi harta kekayaannya.
Lalu Nabi Musa berdoa kepada
Allah di Bukit Tursina, untuk meminta hajat orang kaya itu. Kemudian Allah SWT
Berfirman kepada Nabi Musa. “ Sesungguhnya, Ia belum tertulis di Lauh Mahfuzh ”.
Setelah mengetahui jawaban tersebut, Nabi Musa kembali menemui orang kaya
tersebut, dan memberitahukan berita itu kepadanya.
Tidak lama kemudian, datang
seorang fakir miskin memohon sedekah dari orang kaya tersebut. Setelah diberi
bantuan, fakir tersebut bertanya tentang apa yang boleh dilakukan untuknya
sebagai balasan sedekah dan pertolongannya. Lantas Orang kaya tersebut
menyatakan hajatnya yang sama, ia menginginkan seorang anak lelaki bagi
mewarisi harta kekayaannya. Kemudian fakir tersebut berdoa dan meminta agar
Allah mengabulkan permintaan orang kaya tersebut.
Sembilan bulan setelah itu
makbullah permintaan fakir miskin tadi . Orang kaya tersebut mendapat seorang
anak lelaki.
Nabi Musa merasa heran , kemudian
bertanya kepada Allah bagaimana hal itu boleh berlaku sedangkan ia belum
tertulis di Lauh Mahfudz ? Sebelum menjawab persoalan tersebut, Allah
memerintahkan Nabi Musa pergi mencari seseorang yang sanggup memotong daging
pahanya sendiri dan memberikannya kepada Allah.
Lalu Nabi Musa pergi berjalan
mencari orang yang mampu memotong dagingnya sendiri untuk Allah. Semua orang
tidak sanggup dengan memberi alasan masing-masing. Akhirnya berjumpalah Nabi
Musa dengan fakir tadi di suatu kawasan dihujung desa.
“ Duduklah wahai Nabi Allah ”
ucap fakir tersebut. Setelah mengungkapkan hajatnya kepada fakir tersebut,
kemudian fakir itu bertanya kepada Nabi Musa ” Apakah benar Allah menyuruh kamu
mencari daging manusia untuknya…? ” Nabi Musa berkata, “ Benar ”.
“ jikalau Tuhan yang minta, tidak
akan ku tolak, ambillah dagingku ” Diambilnya pisau lalu dipotong daging dari
paha kanan dan paha kirinya. Nabi Musa melihat menyaksikan dengan penuh
keheranan timbul pula sifat kasihan melihat fakir itu merasa kesakitan.
“ Ambillah daging ini Hai Musa
dan bersegeralah menghadap tuhan mu untuk mendapatkan jawaban yang engkau
inginkan itu. ” kata fakir miskin tersebut dalam keadaan berlumuran darah dan
merasakan kesakitan yang amat-amat sangat .
Setelah mendapat daging tersebut
Nabi Musa kembali ke Bukit Tursina menghadap Allah SWT dan menceritakan
pengalaman mengharukan dengan fakir miskin yang dialaminya beberapa waktu yang
lalu.
Maka Allah jawab pertanyaan Nabi
Musa ” Hai Musa, kalau fakir itu sanggup memberi haknya karena aku, bagaimana aku
hendak menolak permintaannya…? “.
Doa fakir itu telah dimakbulkan
dan Allah telah mengubah apa yang tertulis di Lauh Mahfuzh, seperti mana
firmannya :
Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan ( apa yang Dia kehendaki ), dan di sisi-Nya-lah
terdapat Ummul-Kitab ( Lauh Mahfuzh ). ( Ar-Ra’d : 39 )
Fakir itu telah menjadikan
dirinya “ hak Allah “.
Rosulullah SAW bersabda “ Siapa
menjadi hak Allah, Allah akan menjadi haknya ”.
No comments:
Post a Comment