Mimpi
buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam menyebabkan Abu
Nawas diusir dari negeri kelahirannya sendiri. Abu Nawas tidak berdaya.
Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negerinya tercinta hanya
karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga
Abu Nawas.
"Tadi
malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. Ia mengenakan jubah
putih. Ia berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bemama Abu
Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini sebab
orang itu membawa kesialan. Ia boleh kembali ke negerinya dengan sarat tidak
boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggang
keledai atau binatang tunggangan yang lain."
Dengan
bekal yang diperkirakan cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya.
Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air
mata. Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang
dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya
dengan kesedihan yang tertalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa bertambah
yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolong keluar dari kesulitan
yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih
baik dari pada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?
Setelah
beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu
yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin
menderu-deru seperti dinginnya jamharir. Sulit untuk dibendung. Memang, tak ada
jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan akal apakah ia
harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati. "Apakah aku akan
meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke
istana Baginda? Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus
bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain."
Pada hari
kesembilanbelas Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan
Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas
berangkat, menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal
menjadi satu. Kerinduan yang selama ia melecut-lecut semakin menggila karena
Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman. Mengetahui Abu Nawas
bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira.
Desas-desus
tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang
menyerbu hidung. Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda
Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu tetapi dengan
alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang
kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar
Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas
tidak akan bisa mengelak dari hukuman.
Namun
Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke
negerinya. Baginda sama sekali tidak pemah membayangkan kalau Abu Nawas temyata
bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi
hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan telah melanggar
larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.
No comments:
Post a Comment