Saya
adalah seorang pramugari biasa dari China Airlines. Karena bergabung dengan
perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang
mengesankan, setiap harinya hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan
yang monoton.
Pada
tanggal 17 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat
perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini
jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat
penuh pada hari ini.
Di antara
penumpang, saya melihat seorang kakek dari desa merangkul sebuah karung tua dan
terlihat jelas sekali gaya desanya.
Pada saat
itu saya yang berdiri di pintu pesawat menyambut penumpang.
Kesan
pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju, seorang dari
desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika
pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minum.
Ketika
melewati baris 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut.
Dia duduk
dengan tegak dan kaku di tempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan
patung.
Kami
menanyakan mau minum apa, tetapi dengan terkejut dia melambaikan tangan
menolak.
Kami
hendak membantunya meletakkan karung tua di atas bagasi tempat duduk juga
ditolak olehnya.
Lalu kami
membiarkan duduk dengan tenang.
Menjelang
pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tenang di tempat duduknya.
Kami
menawarkan makanan juga ditolak olehnya.
Akhirnya
kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit.
Dengan
suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah di
pesawat boleh bergerak sembarang, takut merusak barang di dalam pesawat.
Kami
menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh
seorang pramugara mengantar dia ke toilet.
Pada saat
menyajikan minum yang ke dua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang
sebelahnya dan menelan ludah.
Dengan
tidak menanyakannya kami meletakkan segelas minuman teh dimeja dia.
Ternyata
gerakan kami mengejutkannya.
Dengan
terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah..
Kami
mengatakan engkau sudah haus minumlah.
Pada saat
ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang
disodorkan kepada kami.
Kami
menjelaskan kepadanya minumannya gratis.
Dia tidak
percaya.
Katanya
saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada
penjual makanan di pinggir jalan.
Dia tidak
diladeni malah diusir.
Pada saat
itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki
sampai mendekati bandara baru naik mobil.
Karena
uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minuman kepada penjual
makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai
pengemis.
Saat kami
membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir
teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia
menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung
sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat 3 di Peking.
Anak
sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama
di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal di kota akhirnya
pindah kembali ke desa.
Sekali ini
orangtua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking.
Anak
sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga
membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama – sama ke Peking.
Tetapi
ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal.
Dia
bersikeras dapat pergi sendiri.
Akhirnya
dengan terpaksa disetujui dengan anaknya.
Dengan
merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai oleh anak bungsunya, ketika
melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut
di tempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri.
Katanya
jika ditaruh di tempat bagasi, ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka
makan ubi yang sudah hancur.
Akhirnya
kami membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk,
akhirnya dia bersedia dengan hati – hati dia meletakkan karung
tersebut.
Saat dalam
penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan
ucapan terima kasih yang tulus.
Tetapi dia
tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat
lapar.
Saat
pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada
kantongan kecil, dan meminta saya meletakkan makanannya di kantong tersebut.
Dia
mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak.
Dia ingin
membawa makanan tersebut untuk anaknya.
Kami semua
kaget.
Menurut
kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa, di mata seorang desa
menjadi begitu berharga.
Dengan
menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami
mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada
penumpang ditaruh di dalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek
tersebut.
Tetapi
diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang
belum dimakan, tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri.
Perbuatan
yang tulus tersebut benar – benar membuat saya terharu dan
menjadi pelajaran berharga bagi saya.
Sebenarnya
kami menganggap semua hal sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua
penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat.
Kami
membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal
yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut
menyembah kami, mengucap terima kasih bertubi – tubi, dia mengatakan bahwa kami
semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai.
Kami di
desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis
dan makanan yang begitu enak.
Hari ini
kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik,
saya tidak tau bagaimana mengucap terima kasih kepada kalian.
Semoga
Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan
perkataannya.
Kami semua
dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya
keluar dari lapangan terbang.
Selama 5
tahun bekerja sebagai pramugari, beragam – ragam penumpang saya sudah jumpai,
yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain – lain, tetapi belum pernah menjumpai
orang yang menyembah kami.
Kami hanya
menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami
berikan.
Hanya
menyajikan minuman dan makanan.
Tetapi
kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan
terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan
lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima
makanan yang bukan bagiannya.
Perbuatan
tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat
berharga buat saya.
No comments:
Post a Comment