Abu Nawas
belum kembali. Kata istrinya ia bersama seorang Pendeta dan seorang Ahli Yoga
sedang melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini Baginda amat membutuhkan
bantuan Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini Baginda merencanakan membangun
istana di awang-awang. Karena sebagian dari raja-raja negeri sahabat telah
membangun bangunan-bangunan yang luar biasa.
Baginda
tidak ingin menunggu Abu Nawas lebih lama lagi. Beliau mengutus beberapa orang
kepercayaanya untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak berhasil menemukan Abu
Nawas kerena Abu Nawas temyata sudah berada di rumah ketika mereka baru
berangkat.
Abu Nawas
menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Baginda amat riang. Saking gembiranya
beliau mengajak Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar menukar cerita-cerita
lucu, lalu Baginda mulai mengutarakan rencananya.
"Aku
sangat ingin membangun istana di awang-awang agar aku lebih terkenal di antara
raja-raja yang lain. Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud, wahai Abu Nawas?"
"Tidak
ada yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini Paduka yang mulia." kata Abu
Nawas berusaha mengikuti arah pembicaraan Baginda.
"Kalau
menurut pendapatmu hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku serahkan
sepenuhnya tugas ini kepadamu." kata Baginda puas.
Abu Nawas
terperanjat. Ia menyesal telah mengatakan kemungkinan mewujudkan istana di
awang-awang. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-kata yang telah terlanjur
didengar oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali. Baginda memberi waktu Abu Nawas
beberapa minggu. Rasanya tak ada yang lebih berat bagi Abu Nawas kecuali tugas
yang diembannya sekarang. Jangankan membangun istana di langit, membangun
sebuah gubuk kecil pun sudah merupakan hal yang mustahil dikerjakan.
Hanya
Tuhan saja yang mampu melakukannya. Begitu gumam Abu Nawas. Hari-hari berlalu
seperti biasa. Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan bagaimana
membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar istana di
langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubung-hubungkan. Abu Nawas bahkan
berusaha menjangkau masa kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa dulu ia pemah
bermain layang-layang. Dan inilah yang membuat Abu Nawas girang. Abu Nawas
tidak menyia-nyiakan waktu lagi. Ia bersama beberapa kawannya merancang
layang-layang raksasa berbentuk persegi empat. Setelah rampung baru Abu Nawas
melukis pintu-pintu serta jendela-jendela dan ornamen-omamen lainnya. Ketika
semuanya selesai Abu Nawas dan kawan-kawannya menerbangkan layang-layang
raksasa itu dari suatu tempat yang dirahasiakan.
Begitu
layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa, penduduk
negeri gempar. Baginda Raja girang bukan kepalang. Benarkah Abu Nawas berhasil
membangun istana di langit? Dengan tidak sabar beliau didampingi beberapa orang
pengawal bergegas menemui Abu Nawas. Abu Nawas berkata dengan bangga.
"Paduka
yang mulia, istana pesanan Paduka telah rampung."
"Engkau
benar-benar hebat wahai Abu Nawas." kata Baginda memuji Abu Nawas.
"Terima
kasih Baginda yang mulia." kata Abu Nawas.
"Lalu
bagaimana caranya aku ke sana?" tanya Baginda.
"Dengan
tambang, Paduka yang mulia." kata Abu Nawas.
"Kalau
begitu siapkan tambang itu sekarang. Aku ingin segera melihat istanaku dari
dekat." kata Baginda tidak sabar.
"Maafkan
hamba Paduka yang mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang itu. Sehingga
seorang kawan hamba tertinggal di sana dan tidak bisa turun." kata Abu
Nawas.
"Bagaimana
dengan engkau sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke bumi?" tanya
Baginda.
"Dengan
menggunakan sayap Paduka yang mulia." kata Abu Nawas dengan bangga.
"Kalau
begitu buatkan aku sayap supaya aku bisa, terbang ke sana." kata Baginda.
"Paduka
yang mulia, sayap itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi." kata Abu Nawas
menjelaskan.
"Engkau
berani mengatakan aku gila sepertimu?" tanya Baginda sambil melotot.
"Ya, Baginda. Kurang lebih seperti
itu." jawab Abu Nawas tangkas.
"Apa
maksudmu?" tanya Baginda lagi.
"Baginda
tahu bahwa membangun istana di awang-awang adalah pekerjaan yang mustahil
dilaksanakan. Tetapi Baginda tetap menyuruh hamba mengerjkannya, sedangkan
hamba tahu bahwa pekerjaan itu mustahil dikerjakan. Tetapi hamba tetap
menyanggupi titah Baginda yang tidak masuk akal itu." kata Abu Nawas
berusaha meyakinkan Baginda.
"Sebenarnya
siapa diantara kita yang gila?" tanya Baginda mulai jengkel.
"Hamba
kira kita berdua sama-sama tidak waras Tuanku." jawab Abu Nawas tanpa
ragu.
Tanpa
menoleh Baginda Raja kembali ke istana diiring para pengawalnya. Abu Nawas
berdiri sendirian sambil memandang ke atas melihat istana terapung di
awang-awang.
No comments:
Post a Comment