Tidak semua Ayah pandai
menceritakan kejadian di tempatnya bekerja. Perihnya dampratan atasan,
keributan yang terjadi dengan rekan kerja, fitnah dari koleganya, atau sekadar
gesekan kecil antar mitra kerja yang kadang menimbulkan percikan emosi.
Tidak sedikit Ayah yang gagap
untuk memulai kata, memilih bahasa untuk bisa menyampaikannya dengan tenang.
Masalah yang dialaminya di jalan, tentang motornya yang bersenggolan dengan
kendaraan lain, panasnya terik yang menyengat sampai ke ubun-ubun, riuhnya
macet jalan raya hingga mengeringkan tenggorokan. Belum lagi soal kereta mogok
berjam-jam.
Sehingga menunda waktu tiba di
rumah, hingga pupus rencana bermain bersama anak-anak yang sudah terlelap,
martabak bawaan tak lagi hangat, bahkan semua kejadian di kantor, di jalan, di
kereta, di bis, ikutan dingin untuk diceritakan.
Ayah, tak jarang ia simpan
sendiri semua kisah. Sebagian Ayah memang berniat menceritakannya ke istri
sesampainya di rumah. Sebagian yang lain baru sempat kirim pesan singkat, “ bu,
Ayah mau cerita...” namun lama sang istri membalasnya. Kelamaan, jadi lupa,
dan tak lagi semangat bercerita. Boleh
jadi, istrinya pun sedang sibuk dengan tumpukan setrikaan.
Sebagian Ayah, justru memang
sengaja tak berniat sedikit pun menceritakan seburuk apa pun kejadian yang
dialaminya di kantor, di jalan atau di mana saja. Bukan, bukan karena ia tak
percaya istrinya, tetapi karena ia hanya ingin selalu membawa kabar positif
pulang ke rumah. Tak jarang ia mampir dulu ke kedai kopi sebelum di rumah,
sebagian lain memilih menumpahkan keluh kesahnya di masjid dekat rumah, atau
menghisap dalam² sebatang rokok yang mulai kembali dinikmati, bukan untuk
menunda pulang, tetapi untuk menenangkan batinnya, agar tak meluap emosi di
rumah. Oya, beberapa Ayah sering kali mengusap-usap atau merapikan struktur
wajahnya sebelum mengetuk pintu, agar hanya wajah ceria yang disambut istri dan
anak-anaknya.
Ada yang istrinya sanggup
menangkap rahasia yang dibalik senyum suaminya, “Abang kok murung, cerita
dong...” berkelebat segala baku hantam di jalan akibat senggolan motor, juga
makian atasan di kantor, tetapi justru dijawab dengan senyum yang kadang
dipaksakan, “ nggak kok, nggak ada apa-apa...” sambil bergumam, biarlah jadi
rahasia Ayah.
Ada pula yang istrinya justru
tidak peka. Mulai dari pesan singkat yang lupa dijawab, sampai suaminya harus
telepon, “ sudah baca WA ayah…? ” Pastinya belum, “Ya sudahlah, nggak
apa-apa...” lagi-lagi, akhirnya tetap jadi rahasia Ayah. Padahal, si Ayah mau
cerita soal kerlingan perempuan lain yang baru saja bikin deg-degan. Sengaja
mau cerita agar tak jadi rahasia, agar istrinya terus membentenginya.
Beberapa Ayah cukup sadar untuk
menahan diri, sedikit sabar untuk menunggu gilirannya bercerita. Sebab, begitu di
rumah ia sudah diberondong dengan berbagai kisah yang tak kalah serunya.
Tentang uang belanja yang menipis, pulsa listrik yang sudah nut nut nut,
bayaran sekolah anak yang harus dilunasi, cicilan rumah yang tertunggak, hutang
ke warung di ujung gang, atau pun cerita-cerita seru anak-anak di sekolah
mereka... kapan giliran Ayah…?
Ayah yang lain, begitu
bersemangat untuk segera sampai di rumah karena ia tahu istrinya selalu senang
diajak diskusi tentang apa pun, sampai soal remeh temeh macam sendal jepitnya
yang kerap berpindah ke kolong meja rekan kerjanya. Eh, setibanya di rumah,
istri cantiknya sudah terlelap di depan televisi, nggak tega untuk
membangunkannya dari mimpi selepas nonton drama Korea. Diambilnya selimut dari
kamar lalu didekap sang istri dengannya.
Sebagian istri, mungkin tak cukup
pandai menyediakan hati dan telinganya untuk menampung semua cerita sang suami.
Sebagian lainnya, mungkin juga tak siap bekal untuk mengimbangi dan memberi
saran, masukan atas semua persoalan suaminya. Syukur, masih ada kalimat
pamungkas, “Sabar ya yah...” sambil usap-usap pundak, atau kecup-kecup mesra.
Memang, sebagian masalah sepertinya bisa selesai -setidaknya lupa- kalau istri
sudah terlihat manja di pembaringan. Aih...
Harus dibatasi bahasan ini, sama
sekali tak ingin menyinggung sesuatu yang negatif dari semua yang masuk dalam
rahasia Ayah. Mari kita bicara yang positif, yang negatif urusan di lapak
sebelah saja.
Lebih dari itu, sebagian Ayah
tetap merahasiakan segala yang tak perlu menjadi beban pikiran istrinya. Ia
tahu betul, peran istri di rumah tak kalah rumitnya. Tak ingin ia menambahnya,
meski sang istri ikhlas. Semua tagihan yang harus dibayar, yang perlu dibeli,
yang harus diselesaikan terjawab dengan satu kalimat, “Tenang, Ayah akan bereskan
semuanya...”
“Everything is OK!”, “Insya Allah
akan ada jalan” adalah kalimat sakti peneguh jiwa, meskipun otaknya berputar
untuk mencari pinjaman ke siapa lagi, padahal hutang yang kemarin pun belum
lunas. Ini juga kerap jadi rahasia Ayah.
Sayangnya, sebagian Ayah ada yang
memilih jalan pintas, mengambil hak orang lain, merekayasa anggaran kantor,
demi menuntaskan semua masalahnya. Nyatanya, tak pernah selesai masalahnya,
justru bertambah.
Di tengah malam, ada sebagian
Ayah yang mengadukan segala keluhnya, semua masalah yang tak pernah menjadi
rahasia bagi Sang Pemilik Semesta. Baginya, langit tempat terbaik menyimpan
rahasia. Air wudhu bercampur air mata adalah versi ketika hatinya semakin dekat
denganNya. Yakin akan pertolongan ... aamiin.
Ayah, kerap dianggap sosok
misterius, tak terduga. Ia menyimpan banyak misteri dalam hidupnya, tak sedikit
hal yang justru istri dan anak-anaknya belum tahu. Beberapa rahasia Ayah bahkan
baru terbuka di hari ia menutup mata selamanya, sebagian rahasia lainnya ikut
terkubur bersama jasadnya.
Dan tetap menjadi rahasia Ayah.
Ayah adalah Ayah.., it's always
like that.
No comments:
Post a Comment