Bismillahirrahmanirrahim.
Seorang yang punya tagihan hutang kepada orang lain, secara
akal, berhak saja menagih hutangnya jika sampai masa perjanjiannya.
Tapi, sangat mungkin terjadi, saat ditagih, si penghutang
masih belum punya uang buat membayar hutangnya. Atau, sudah punya. Tapi ada
keperluan lain yang lebih penting dan mendesak. Disinilah perasaan perlu dimasukkan
pada akal. Agar menjadi lembut.
Semestinya dalam kondisi itu, jangan akal saja yang maju,
"pokoknya hari ini sesuai perjanjian kamu harus bayar hutang, kalau tidak
aku akan bawa barang-barangmu seharga hutangmu".
Jangan begitu. Tapi masukkanlah perasaan ke dalamnya. Agar
menjadi lembut. Bukankah dalam syariat kita tidak boleh menekan orang lain
apalagi yang sedang butuh pertolongan…? Cobalah sudut pandangnya dibalik, bagaimana
jika yang ditagih itu kita dalam kondisi yang sama….? Bisa jadi tindakan kita sama kan….? Atau, mungkin justru lebih parah lagi. Ya kan….?!
Lain lagi cerita yang ini. Seorang ayah muslim sangat mencintai
dan menyayangi anak laki-lakinya. Tapi, saat waktunya si anak disunat, apakah
yang mesti dilakukannya…? Apakah ia akan menuruti perasaan sayangnya yang tidak
tega anaknya "dilukai"? Atau, dia gunakan akalnya sehingga ikhlas
anaknya melaksanakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki sehingga lebih
sempurna melaksanakan agamanya…? Tentunya, jika lurus, kita akan pilih yang
belakang ini.
،ضع قلیلاً من العاطفة على عقلك حتى یلین
وضع قلیلاً من العقل على قلبك كي یستقیم
"Dho' Qoliilan Minal 'Aathifati 'Alaa 'Aqlika Hatta
Yaliina.
Wa Dho' Qoliilan Minal 'Aqli 'Alaa Qolbika Kay
Yastaqiima."
Letakkan sedikit perasaan pada akal Anda sehingga ia menjadi
lembut.
Dan letakkan sedikit akal pada perasaan Anda agar dia menjadi
tegak/ lurus.
Semoga bermanfaat dan barokah.
Alhamdulillahirabbil'alamin.
Salam silaturahmi dan hormat takdzim.
Alfaqir: Muhammad Itsna Hambali, Pengasuh PP. Darul 'Ulum,
Selotumpuk - Tangkil - Wlingi - Blitar
No comments:
Post a Comment