"Oke, saya ikut berperan untuk ekonomi Ansor &
Banser. Bagaimana kalau satu pabrik saya dijaga oleh Banser…?"
Seorang pengusaha kakap gurikap memberikan alternatif model
untuk membantu ekonomi Ansor dan Banser.
Kami berbicara dalam sebuah diskusi yang menarik dengan
beberapa pengusaha. Sambil ngopi tentunya..
Geraham saya terkatup keras. Hati saya mendidih. Tetapi saya
berusaha tenang dalam menyampaikan apa yang ada dalam pikiran selama ini..
"Dengan segala hormat, bapak.. terimakasih atas
bantuannya. Tetapi sungguh itu bukan solusi. Dan itu tidak menghibur sama
sekali.. "
Saya seruput kopi di depan saya dan kulihat para pengusaha itu
tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut..
"Musuh kita selama ini dibiayai dengan ekonomi yang kuat
sekali. Jaringan ekonomi mereka dimana-mana, mulai migas sampai retail. Dan
ketika mereka ingin menggerakkan "pasukan" mereka, tinggal
mengalirkan dana saja, maka goyahlah kita..
Dan Ansor sama Banser tetap tidak bisa mengerahkan pasukannya
untuk melawan mereka. Kenapa ? Karena sumber ekonomi mereka kalau gak dari
pendapatan umroh, ya dari jaga pabrik bapak itu.."
Tidak mudah berbicara dengan mereka, para pengusaha itu. Sekat
tebal masih kuat karena ini menyangkut ekonomi, bidang yang selama ini mereka
kuasai. Mereka terbiasa diperah oleh kepentingan politik sehingga ketika ada
yang berbicara tentang ekonomi, mereka sudah membuat benteng tebal terlebih
dahulu..
Saya lanjutkan, "Tolong jangan lihat Ansor dan Banser sebagai
pekerja bapak, tapi lihat mereka sebagai partner.
Jangan lihat Ansor dan Banser sebagai organisasi, tetapi lihat
sebagai potensi. Kita sepakati cara pandang ini dulu. Kalau pandangan kita
sudah sama, saya lanjutkan perbincangan ini.."
Semua terdiam. Seorang yang terlihat lebih berpengaruh dan
bijak dan diam sedari tadi, akhirnya mulai angkat bicara, "Kami
mendengarkan.."
Saya harus masuk pada poin ini, meluruskan cara pandang mereka
yang salah selama ini.
"Oke, kalau begitu. Tadi sudah saya jelaskan bahwa Ansor
dan Banser mempunyai potensi 1,7 juta anggota mereka di seluruh Indonesia.
Mereka juga punya cabang lebih dari 300 di seluruh Indonesia.
Bukankah ini potensi ?
Belum lagi potensi para nahdliyin - warga NU - dibelakang
mereka yang berjumlah sekitar 40-50 juta orang. Dan inilah potensi yang mereka
miliki, potensi sumber daya manusia dan jaringan.."
Saya ajak mereka melihat Ansor dan Banser sebagai sebuah
potensi ekonomi, bukan lagi sebatas organisasi.
Mudah-mudahan mereka paham..
"Bapak punya Bank, salurkan kredit lunak kepada
organisasi Ansor dan Banser untuk membeli properti di wilayah2 strategis di
setiap daerah. Jadikan properti itu sebagai jaminan atas kredit..
Diatas properti itu, dibangun unit2 usaha untuk bisa membayar
cicilan lunak Bank bapak. Misalnya, Ansor-Mart. Kemudian bangun distribusi
online untuk mereka.. Dengan begitu, Ansor dan Banser meskipun punya hutang di
Bank tetapi mereka juga punya asset. Buatkan mereka grup usaha, PT Ansor &
Banser misalnya. Grup itu membawahi unit2 usaha Ansor dan Banser. Tarik para
profesional ke dalam unit2 usaha itu dan kembangkan menjadi unit2 usaha yang
kompetitif dan besar.
Kalau bisa, dalam waktu 10-20 tahun lagi, jadikan grup itu
sebagai PT Ansor & Banser Tbk..
Dengan adanya kekuatan ekonomi Ansor dan Banser di
daerah-daerah, maka mereka tidak perlu lagi minta dana kepada pengusaha untuk
sekedar membela negeri ini dari para radikal..
Ansor dan Banser akan menjadi kekuatan ekonomi Islam baru yang
bergengsi. Dengan begitu, Ansor dan Banser akan diminati para muslim awam yang
ingin bergabung dalam organisasi dan mereka terhindar dari paham radikal yang
menyuburkan benih-benih kebodohan.
Suka tidak suka, bapak2 pengusaha hidup di lingkungan
mayoritas muslim. Kenyangkan mereka dengan membantu ekonomi mereka. Kalau
mereka lapar, mereka cenderung anarkis dan bapak2 juga yang susah nantinya...
Itulah yang dinamakan jadikan mereka partner bukan pekerja.
Bapak tetap untung dalam berusaha karena konsepnya business to business. Semua
senang, semua kenyang dan negara aman.."
Mereka manggut-manggut setuju dan mulai mengerti. Hanya satu
orang yang masih tetap waspada dan kembali bertanya hal yang terpenting..
"Bagaimana anda bisa meyakinkan kami bahwa Ansor dan
Banser bisa seperti itu ?"
Kuhabiskan kopi dicangkirku dan melanjutkan..
"Tentu tidak bisa. Ansor dan Banser mentah dalam masalah
ekonomi. Mereka tidak mungkin bisa seperti apa yang saya bicarakan tadi.."
Aku diam sejenak sebelum melanjutkan..
"Tapi bapak2 bisa. Bapak2 yang hadir disini matang dalam
masalah ekonomi. Bapak pilih CEO yang handal dari lingkungan bapak dalam
masalah ini. Gaji yang besar jika perlu..
CEO itulah yang menjamin bapak bahwa organisasi Ansor dan
Banser bisa melakukan itu semua.
Pimpin Ansor dan Banser melakukan transformasi dalam waktu
5-10 tahun. Kaderisasi mereka, ajari mereka cara bisnis yang baik dan benar.
Jika mereka sudah matang, lepaskan dan jadikan mereka partner
yang sama-sama menguntungkan.."
Seisi ruangan seperti berdengung. Mereka sibuk kasak kusuk
dengan orang sebelahnya. Terserah apa jadinya, yang penting saya sudah
menyampaikan apa yang ada dalam pikiran saya..
"Ayo kita duduk dan petakan bersama. Sepertinya itu ide
yang bagus dan logis untuk dibicarakan secara teknis.." Orang yang bijak
itu angkat bicara sambil tersenyum.
Ah, saya butuh secangkir kopi lagi. Semoga ini bisa menjadi
awal yang baik dan bukan hanya mimpi.
Saya melihat Islam Indonesia di masa depan bukan lagi hanya
sebatas sarungan apalagi gamisan. Tetapi sudah memenuhi meja-meja lobbi dengan
pakaian khas pengusaha mapan, membicarakan proyek-proyek milyaran dan membangun
ekonomi bersama.
Betapa indahnya ketika dua kekuatan bersatu, bukan lagi saling
curiga akan perbedaan.
"Kejahatan yang teroganisir akan mengalahkan kebaikan
yang tidak terorganisir.." Imam Ali as.
No comments:
Post a Comment