KH. Hisyam Ismail lahir pada tahun 1908 M. di Kampung Kauman
(kampung sekitar makam Sunan Bonang) kelurahan Kutorejo Tuban. Beliau adalah
putra ke-10 dari 12 bersaudara pasangan dari H. Ismail dan Masyfi'ah.
Pada waktu masih kecil, beliau bersekolah di HIS (SD zaman
Belanda) pada pagi hari dan sore harinya mengaji al Qur'an pada KH. Murtadlo
(Mbah Yai Tolo) Pesantren Makamagung yang berjarak sekitar satu kilo meter dari
rumahnya. Terkadang, sore hari juga mengikuti les menulis halus.
Namun sekolahnya harus berhenti di kelas lima, karena Ayahnya
meninggal dunia. Saudara-saudaranya tidak mampu untuk membiayai sekolahnya di
HIS tersebut. Akhirnya, beliau hanya mengikuti sekolah diniyah di Madrasah Ulum
yang berada di sebelah utara Masjid Agung Tuban dan dekat dengan rumahnya.
Baru satu tahun di Madrasah Ulum, beliau tidak krasan, karena
paling tua sendiri. Kemudian beliau diajak tinggal bersama kakak sulungnya, H.
Syamsul Hadi di Babat Lamongan. Di Babat ini, beliau mengaji pada Kiai Hamid
dan Kiai Syu'aib.
Tiga tahun di Babat beliau pindah ke Jenu Tuban ikut kakaknya,
H. Masyhudi, yang menjadi naib di Jenu. Di sini beliau mengaji pada KH.
Fathurrahman Abu Said di "Pondok Beji Lor" (sekarang Pon. Pes.
Manbail Futuh).
Setelah tiga tahun mengaji di "Pondok Beji Lor",
oleh KH. Fathurrahman beliau disarankan menimba ilmu di Sarang Rembang pada
Kiai Syu'aib dan Kiai Dahlan (kakek KH. Maimoen Zubair). Baru satu tahun di
Sarang, beliau diajak oleh Kiai Zubair Dahlan untuk mendirikan madrasah
sekaligus membantu mengajar di madrasah yang sekarang bernama Madrasah
Ghazaliyah Syafiiyyah (MGS).
Karena masih merasa kurang ilmunya, beliau pamit untuk
melanjutkan pengembaraannya ke Pesantren Tebu ireng Jombang di bawah asuhan
Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari.
Setelah beberapa tahun di Tebuireng, beliau boyong dan ikut
kakaknya yang ada di Jenu sambil melanjutkan mengaji pada KH. Fathurrahman Abu
Said dan seminggu sekali ikut mengaji pada KH. Murtadlo (Mbah Yai Tolo) Makamagung
Tuban.
Tidak lama kemudian, beliau diambil menantu oleh KH.
Fathurrahman dan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Hamnah. Sejak saat itu
beliau membantu mertua untuk mengajar di pondok dan madrasah. Bahkan tidak lama
kemudian diberi amanat untuk memimpin madrasah.
Selain di pesantren dan madrasah, beliau juga aktif di
Nahdlatul Ulama sebagai pengurus cabang pertama bersama dengan KH. Husein Hasan
(Pengasuh Pondok Huffadh Jenu) pada tahun 1928. Bahkan di Kabupaten Tuban ini
Pengurus Cabang NU yang pertama adalah di Jenu. Maka, kemudian muncullah
anekdot JeNU, Jelas NU.
Setelah Mbah KH. Fathurrahman Abu Said wafat pada tahun 1944,
kepengasuhan Pondok dipegang oleh beliau. Selang beberapa tahun kemudian,
beliau mengembangkan madrasah dengan mendirikan Madrasah Tsanawiyah pada
sekitar tahun 1960-an untuk melanjutkan jenjang Madrasah Ibtidaiyah yang sudah
ada. Pada sekitar tahun 1980-an beliau juga mendirikan asrama untuk santri
putri Pon. Pes. Manbail Futuh.
Di tangan beliau, pondok dan madrasah semakin maju baik secara
kualitas maupun kuantitas. Di masyarakatpun beliau termasuk ulama sepuh yang
disegani dan dihormati, karena pergaulan dan akhlaknya yang patut dijadikan
contoh.
Beliau kemudian wafat pada tahun 1994 dengan meninggalkan
putra-putri sebagai berikut:
1. KH.M.Hafash Hisyam (menikah dengan Hj. Fatimah)
2. Hj. Amimah (menikah dengan KH. Rowi Masyhuri)
3. Hani'ah (menikah dengan KH. M.Masram Shofwan)
4. KH. Abd.Hanan (menikah dengan Hj. Nur Fauziyah)
5. Nadhiroh (menikah dengan KH. Luluk Farozi)
6. Mun'imah (menikah dengan Ali Ihsan)
Semoga jasa-jasanya menjadi amal yang terus mengalir.
Allahummaghfir lahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu.
Aamiin.
No comments:
Post a Comment