Pak Jokowi, anda lulus dengan nilai A untuk subject Applied
Sociology of Conflict, dari saya.
1. Transforming Conflict into Cooperation
Dengan bergabungnya Pak Prabowo ke dalam kabinet pemerintahan
2019-2024, maka tensi dan intensitas kegaduhan pertentangan antar pihak ( yang
selama ini tinggi ), ingin segera diakhiri oleh Presiden Jokowi. Dengan
menurunnya tensi kegaduhan, maka publik dapat segera bekerja kembali secara
produktif dan dengan hati tenang. Bukankah salah satu parameter kesejahteraan
sosial adalah : ketenangan dan kedamaian dalam kehidupan sosial…? Artinya, pak
Presiden telah menjalankan fungsi quality assurance di bidang jaminan
ketenangan bathin bagi warganya.
Rivalitas, persaingan, adu-nyinyir dan saling-sindir serta
perasaan risau berkesinambungan selama pilpres 2019 ( ditingkahi aksi anarkhis )
hingga menjelang pelantikan Presiden dan Wapres 2019-2024, hanya membuat stress
dan membebani pikiran publik saja. Hal-hal itu menggelayuti pikiran dan
menggerus relasi-relasi sosial yang semestinya terbentuk secara positif.
Presiden Jokowi tak ingin aura negatif itu terus bersarang di pikiran dan hati
warganya yang menguras energi.
Tampaknya hal itulah yang merisaukan pak Jokowi sampai beliau
memutuskan menarik masuk pak Prabowo ke dalam pemerintahan. Pak Jokowi ingin
mengurangi tensi tersebut agar bangsa Indonesia segera move-on bergerak maju
bersama-sama. Pak Prabowo menyambut tawaran tersebut. Terjadilah rekonsiliasi
politik yang genuine tanpa disorong-sorong oleh parpol selama ini.
2. Localizing Source of Remaining-conflict
Kalaupun kini masih ada kelompok tertentu yang menyebarkan
semangat negatif dan bersuara miring, maka kini publik menjadi tahu bahwa pasti
mereka bukan dari " gerbong " pak Prabowo maupun bukan dari " gerbong
" pak Jokowi. Mereka bisa dengan mudah diidentifikasi dari mana asalnya
dan segera dilokalisir suaranya. Inilah, solusi-manajerial dari pak Jokowi
dalam mengelola konflik. Dalam kehidupan, konflik tak bisa dihapuskan. Ia hanya
bisa ditekan hingga derajat yang tolerable.
Dengan cara ini, Pak Presiden melakukan gebrakan awal masa
pemerintahannya yang kedua dengan mengimplementasikan " manajemen konflik "
yang konstruktif. Inilah makna " social engineering " yang sejatinya.
Tanpa disadari pak Jokowi telah menerapkan applied sociology yang mungkin tak
pernah beliau pelajari secara formal di kampus UGM dulu.
Pak Presiden langsung belajar dari pengalaman empiris. Beliau
telah menjadi social-engineer dan melakukan applied sociology of conflict secara
baik tanpa perlu membaca bukunya Lewis A Coser atau buku Sociology of
Conflict-nya Randall Collins, terlebih dahulu.
Anda lulus dengan nilai A pak...
Salam pagi dari dosen Mata Kuliah Teori Sosiologi ( Klasik dan
Kontemporer ) di Prodi Sosiologi Pedesaan IPB
No comments:
Post a Comment