Photo

Photo

Monday 1 January 2024

Pandangan Miring Cadar Dan Bendera Tauhid, Akibat Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

  

Dua hal,  yg diawali dengan bendera tauhid yg ramai sekali memancing berbagai reaksi, kemudian di ikuti dengan kontroversi pelarangan cadar & celana cingkrang, adalah sebuah fenomena yg menarik. Setidaknya, perdebatan antar ummat ini meningkat dari hanya soal tahlil & tidak tahlil, qunut & tidak qunut, wiridan paska shalat keras atau sirri, maulid nabi atau tidak, dan seterusnya.

Dalam kacamata ilmu pengetahuan adanya pernyataan & pertentangan, tesis & antitesis, pro & kontra, adalah sebuah dialektika yg justru membangun peradaban ilmu itu sendiri. Itu adalah hal yg lumrah & memang sewajarnya terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Baik yg pro maupun kontra, ketika didasari dengan berbagai alasan atau argumen yg kuat, itu menjadi indah. Tetapi jika dlandasi dengan taklid buta, efek kebencian pada kelompok tertentu, atau ego secara pribadi yg menyebabkan dialektika itu tidak lagi objektif, maka para ahli wajib meluruskan.

Sebelum menyoal bendera tauhid, atau yg lebih baru adalah soal pelarangan cadar di instansi pemerintahan, maka kita bisa mencoba mundur ke belakang di era bapak kita, yakni Bapak Soeharto. Yg mau tak mau beliau selalu dijadikan alasan kangen jamannya, entah benar-benar kangen atau kangen yg bertendensi.

Jaman Bapak Soeharto, setiap yg bertato dianggap preman, dan setiap preman adalah santapan lahap bagi petrus alias penembak misterius. Tanpa ada ajakan diskusi dulu, tanpa ada ajakan dialog dulu, tanpa ada klarifikasi dulu. Entah itu yg memakai tato karena seni, karena buat rajah badan atau apapun semua disikat. Apakah tato itu benar” salah jika dipandang secara universal…? Tentu tidak bisa juga. Kecuali memandangnya dari skup ajaran Islam misalnya.

Atau jangan soal tato, rambut gondrong pun dulu bisa kena petrus. Tak peduli yg gondrong itu pertapa, dukun, pendekar, seniman atau benar-benar preman, semua di babat. Pola inilah yg mestinya kita amati. Stigma bahwa memakai tato atau gondrong atau keduanya adalah preman yg wajib diberangus, sebenarnya karena ulah segelintir manusia yg dengan identitas itu meresahkan negara.

Negara terlalu sibuk untuk menyisir satu persatu identitas tersebut dari sudut pandang latar belakang. Bisa habis waktu buat menanyai satu persatu motif gondrong & bertato, sementara negara kita masih proses pembangunan, setidaknya penguasa sedang berfokus dalam menpertahankan kekuasaan, bodo amat, diambil jalan termudah saja, identitas itu wajib diberangus.

Pun demikian dengan persoalan cadar & celana cingkrang. Keduanya sebenarnya tidak menjadi masalah. Karena banyak juga firqoh yg menganjurkan bercadar, seperti Syafi’iyyah, Syiah atau yg lokal LDII ( dulu Lemkari & Islam Jama’ah ) & masih banyak lainnya. Tapi selama ini mereka bercadar, tetap mampu beriringan dengan visi misi negara.

Dalam perjalanannya, cadar & cingkrang ini identitas yg juga kerap dipakai mereka yg memiliki paham radikal. Kalo tidak suka disebut radikal, oke, mereka yg ngamuk’an, merasa benar sendiri, merasa paling memiliki tugas suci untuk memberantas kemaksiatan dan seterusnya. Inilah yg menyebabkan polemik pelarangan bercadar & celana cingkrang.

Jadi menurut saya, negara memang tidak mau ambil pusing. Identitas yg sekiranya dijadikan alat sebagai corak dalam isme isme yg membahayakan wajib dilarang. Setiap rumah tangga memiliki aturannya sendiri untuk mengamankan keluarganya. Namun demikian, sebaiknya pelarangan itu diperjelas juga soal latar belakangnya.

Dikhawatirkan larangan bercadar ini memusingkan mereka yg harus memakai masker wajah paska perawatan wajah, atau sedang terkena TBC, atau sedang flu, atau sedang berkendara menaiki sepeda motor, atau sedang berada dalam kabut asap, mereka mutlak wajib bercadar dengan masker kesehatan. Setidaknya itu, kalo mau kompleks, ya cek latar belakang pahamnya.

Intinya, negara itu taunya kedaulatan, jadi kita harus ikut menjaga nama baik suatu syariat di mata negara jika tidak ingin syariat yg kita pahami ini dianggap radikal & membahayakan. Jangan sampai karena ulah kita, syariat atau segala yg menunjang syariat dianggap buruk di nata negara terlebih dunia. Jangan menampik adanya radikalisme tapi mendukung paham yg kontraproduktif terhadap negara.

Menampik adanya pandangan “ Islam Radikal ” tapi mengutuk “ Budha Radikal ” yg ramai diketuai Bikkhu Wirathu misalnya, semua agama sama” mengajarkan keluhuran. Sebutan “ Islam Radikal ” itu disebabkan orang” yg salah memahami agama Islam. Tidak perlu ditampik, tapi mulai dari diri sendiri sudah semestinya diluruskan. Tunjukkan bahwa Islam atau apapun agama kita, adalah sejalan dengan cita-cita luhur bangsa & negara.

Terakhir, bercadar atau pun tidak, celana cingkrang atau bersarung, tahlilan atau tidak, saya sangat mendukung anda untuk berpikir cerdas

 

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...