Photo

Photo

Monday 1 January 2024

Mengungkap Silsilah Prabu Angling Dharma


Silsilah Prabu Angling Darma selama ini masih menjadi misteri, karena sebagian besar cerita dan kisahnya hanya berupa mitos, bukan sejarah. Lantas juga banyak yang bertanya-tanya : dimana keturunan Prabu Angling Dharma…?

Damar Shashangka dalam bukunya, Rara Anggraeni : Asmaradahana Panjalu-Janggala ( 2016 ) mengungkap silsilah Prabu Angling Dharma menurut versi sejarah. Nama asli Raja Malawapati itu adalah Ajidharma.

Prabu Ajidharma berkuasa di wilayah Kadhaton Malwapati ( sekitar wilayah Pati – Cepu - Bojonegoro sekarang ). Ia adalah putra Mapanji Astradharma dan Dyah Ayu Pramesthi.

Dyah Ayu Pramesthi adalah putri Prabu Jayabaya, penguasa Panjalu beribu kota di Daha atau yang dikenal dengan Kadiri. Dengan demikian, Prabu Angling Dharma adalah cucu Prabu Jayabaya dari pihak ibu.

Sang ibu, Dewi Pramesthi selalu memberikan pesan kepada Prabu Angling Dharma untuk tidak menuntut tahta dari kakeknya Prabu Jayabaya, karena tahta Panjalu-Janggala selalu meminta korban alias pertumpahan darah.

Karena itu, ia harus rela hati mewarisi wilayah kecil namun disegani di Tanah Kediri, yakni Malwapati ( dahulu masuk wilayah pengging kuno )

Ayah Prabu Angling Darma bernama Mapanji Astradharma, putra Mapanji Sariwahana. Sementara Sariwana adalah putra Sudarsyana dan Sudarsyana adalah adik kandung Mapanji Bamesywara yang pernah memerintah Panjalu ( Daha ) pada sekitar Syaka Warsa 981-1.011 ( 1.059-1.089 Masehi ).

Mapanji Bamesywara inilah ayah Mapanji Jayabaya, Prabu ring Daha ( Kediri ). Dulu pernah terjadi perselisihan antara Sudarsyana dengan kakaknya, Bemesywara.

Sudarsyana hengkang dari Kedaton Daha dan bergabung dengan kelompok Prabu Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu. Mapanji Sudarsyana kemudian dinikahkan dengan putri Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu dan melahirkan Sariwahana.

Selanjutnya, Mapanji Sariwahana melahirkan Astradharma, ayah Angling Dharma. Saat Jayabaya naik tahta, Astradarma dan para punggawa Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu menyarahkan diri di Kedaton Daha.

Prabu Jayabaya menerima syarat penyerahan diri itu tapi dengan syarat, yaitu Astradarma harus menyerang Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu, sekutunya terdahulu. Hal itu dibuktikan dan Astradarma sempat unggul, meski kekuatan pasukan Jayawarsa belum sepenuhnya bisa dikalahkan.

Dari sini, Astradarma dinikahkan dengan putri Sang Prabu Jayabaya yang bernama Dyah Ayu Pramesthi. Dari pernikahan ini lahirlah Prabu Angling Dharma yang ceritanya begitu melegenda di hati masyarakat Jawa - Nusantara hingga saat ini.

Ayah Angling Darma, Astradarma adalah kesatria berdarah Janggala yang beribu kota di Kahuripan. Ayah Astradarma adalah Sariwahana, putra Sudarsyana ( Panjalu ) dan putri Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu ( Janggala ).

Panjalu dan Janggala adalah wilayah warisan dari Prabu Airlangga yang awalnya satu, tapi kemudian dipecah dua untuk anak-anaknya. Namun, pemecahan wilayah itu justru mengakibatkan perang saudara yang tidak berkesudahan.

Trah Panjalu berasal dari Mapanji Samarawijaya putra Airlangga dengan Sri Laksmi putri Prabu Dharmawangsa yang dianggap leluhur bagi orang-orang Daha, sedangkan trah Janggala berasal dari Mapanji Lanjung Heyes dari putri Pendeta Terep.

Bukannya akur atas pembagian wilayah, kedua keturunan Prabu Airlangga itu justru terlibat saling berebut kuasa, saling menyerang dan menumpahkan darah dalam waktu yang sangat lama.

Dan, persilangan darah bangsawan Panjalu dan Janggala terjadi dalam diri Sariwahana putra kesatria Panjalu ( Sudarsyana ) yang menikah dengan putri Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu penguasa Janggala.

Dengan begitu, Prabu Angling Dharma adalah kesatria persilangan trah Panjalu dan Janggala melalui ayahnya, Astradarma kakeknya, Sariwahana.

Perkawinan Astradarma dan Dyah Ayu Pramesthi ( ayah dan ibu Angling Darma ) mendapatkan pertentangan dari sebagian bangsawan Daha ( Panjalu ). Sebab, darah Jenggala yang mengalir dalam diri Astradarma nantinya yang akan berkuasa atas Daha.

Karena pernikahan itu banyak ditentang pejabat penting Daha, Astradarma memilih untuk meninggalkan Keraton Daha dan bergabung dengan kakeknya, Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu di Janggala. Namun, istrinya Dyah Ayu Pramesthi sudah mengandung benih bayi yang kelak bernama Ajidharma atau Angling Dharma.

Peristiwa itu membuat Prabu Jayabaya sang mertua murka..! Janggala diserbu Daha dengan jumlah besar-besaran. Semua anak keturunan leluhur Mapanji Lanjung Heyes Janggala ditumpas kelor, termasuk Astradarma menantu Jayabaya sendiri.

Anak keturunan Mapanji Lanjung Heyes dan Mapanji Garasakan itu tercerai berai entah kemana. Sebagian yang ditanggap dihabisi tanpa sisa. Kemenangan Daha atas Janggala ini yang kemudian dikenal dengan teriakan " Panjalu Jayati " di seluruh pelosok negeri.

Sedih akan peristiwa itu, Dyah Ayu Premesthi ibunda Angling Darma memilih untuk meninggalkan kemegahan Keraton Daha dan memilih untuk menjadi wanita bertapa. Ia lantas dikenal dengan Ajar Dewi Kili Suci Anom, sebagaimana leluhurnya, putri Prabu Erlangga yang bertapa di Pertapaan Pucangan ( Gunung Penanggungan, Jawa Timur ).

Sejarah selalu berulang…! Pilihan hidup yang diambil ibunda Angling Darma sama seperti leluhurnya, Dewi Kili Suci yang tidak ingin melihat lagi pertumpahan darah antar sesama saudara. Keduanya sama-sama melepaskan tahta, karena melihat pedihnya perebutan tahta.

Saat ayahnya terbunuh dalam peristiwa itu, Angling Dharma sebetulnya sudah memerintah rakyatnya dengan damai di Kerajaan Malawapati.

Adapun keturunan Angling Dharma

Prabu Angling Darma yang menikahi putri Bojanegara yang kemudian berputra Angling Kusuma hingga sekarang susah ditemukan.

 

Kenapa…? Sejarah ini berlangsung sekitar 1.100-1.200 an Masehi. Runtuhnya Kediri berganti Singosari kemudian Majapahit sudah beratus-ratus tahun lamanya.

Belum lagi melewati masa berdirinya kasultanan Demak Bintoro, Pajang dan Mataram, kemudian Nusantara diduduki VOC yang akhirnya menjadi Hindia-Belanda. Banyak sejarah yang tercerai-berai akibat lamanya waktu dan zaman.

Namun bisa jadi keturunan Angling Dharma sekarang masih ada dan tersembunyi. Biasanya mereka diberikan pawisik atau wangsit dari para leluhur Nusantara.

Tapi yang terpenting dari warisan leluhur sesungguhnya bukan terletak pada genetik siapa kakek-nenek moyangnya, tetapi kebijaksanaannya dalam memberikan manfaat kepada sesama makhluk.

Pengetahuan dan kebijaksanaan dari para leluhur itulah yang mesti ditiru serta diteladani, bukan untuk menunjukkan ke-aku-an.

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...