Barusan
datang kiriman batik dari seorang teman yang berjualan batik
"slimfit" di facebook..
Saya pesan
tadi malam, sore tadi sudah datang. Cepat, murah dan - Alhamdulillah - sesuai
ukuran.
Batik yang
dijualnya seharga 165 ribu rupiah per potong itu, saya yakin di toko dijual
dengan harga 400-500 ribu.
Jelas lebih
mahal, karena di toko banyak biaya-biaya tidak kelihatan seperti ongkos sewa
toko, ongkos pegawai dan lain-lain.
Jadi ingat
ketika seorang teman - dengan lesu - ngobrol di warkop. Dia bercerita tentang
perusahaan tempat dia bekerja yang sudah mulai mengurangi pegawainya. Dan dia -
cepat atau lambat - pasti akan mendapat giliran.
"Pensiun
dini aja.. " Kata saya.
Dia juga
bermaksud begitu, karena ditawari uang jumlah lumayan jika mau pensiun dini.
Tapi dia gak tau apa yang harus dilakukannya dengan uang pesangon itu.
Pertama,
dia tidak pernah wiraswasta jadi takut akan kegagalan.
Kedua, dia
tidak tahu harus wiraswasta apa.
Maunya sih
dia ikut MLM yang menawarkan passive income dengan impian ke LN pake kapal
pesiar dan mobil terbaru kalau sudah berhasil nantinya.
Saya ketawa
aja. Banyak memang orang yang berbisnis karena ingin kaya, bukan karena dia
ingin menyalurkan passionnya.
Karena
tujuannya kaya, dia akhirnya terjebak dengan janji-janji surga. Pada akhirnya,
banyak orang menangis di kemudian hari karena bukannya kaya, uangnya habis dan
ia malah terjebak hutang karena ingin instan. Dan ini seperti pola khas mantan
karyawan yang tidak biasa berusaha sendiri.
Banyak orang
salah memaknai bisnis di awalnya. Dia hanya memikirkan berapa untung yang dia dapat
nantinya, bukan seberapa kuat dia bertahan di bisnis itu.
Bahwa bisnis
itu harus untung, itu benar. Tetapi bisnis juga ada faktor ruginya, ini yang
jarang dilihat karena sudah buta dengan keuntungan di depan mata. Karena itu di
dalam bisnis ada pepatah yang tidak terkatakan, "mereka yang kuat
bertahan, dia yang menang".
Bisnis itu
bukan lomba lari sprint 100 meter yang mengandalkan kecepatan. Bisnis itu adalah
marathon, yang membutuhkan nafas yang panjang.
Lalu saya
mengajarkan dia untuk membuat sebuah brand sendiri. Saya ajak dia untuk
mengenal potensi dirinya sendiri dulu. Karena dia selama ini dia punya jaringan
pengusaha kaos, saya bilang supaya dia membuat kaos dengan brand yang spesifik.
Cukup
menggaji seorang desainer untuk membuat gambar2 yang bagus, kemudian pasarkan
melalui online, melalui facebook dan media sosial lainnya.
Dia tertarik
dan mulai melakukan ide yang saya tawarkan. Saya dengar dia bahagia dengan apa
yang dia lakukan.
Bahagia,
bukan kaya. Karena sesuatu yang dikerjakan dengan rasa senang, pasti
memunculkan kebahagiaan.
Kekayaan itu
dampak nantinya..
Pergeseran
budaya belanja dari konvensional ke online adalah peluang emas bagi yang bisa
memanfaatkannya.
Teknologi
itu ditunggangi, jika tidak kita yang dimakannya..
Semoga teman
saya sukses dalam kesenangannya. Dan saya ingin kembali nongkrong di warkop
dengan secangkir
kopi panas bersamanya..
Seruput...
No comments:
Post a Comment