Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Al-Wasilah ( اَلْوَسِیْلَةُ ) secara
bahasa ( etimologi ) berarti segala hal yang dapat menyampaikan serta dapat mendekatkan
kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah [1] wasaa-il ( .(وَسَائِلٌ
Al-Fairuz Abadi mengatakan tentang makna “ وَسَّلَ إِلَى للهِ تَوْسِیْلاً ”:
“Yaitu ia mengamalkan suatu amalan yang dengannya ia dapat mendekatkan diri
kepada Allah, sebagai perantara.” [2]
Selain itu wasilah juga mempunyai makna yang lainnya, yaitu
kedudukan di sisi raja, derajat dan kedekatan. [3]
Wasilah secara syar’i (terminologi) yaitu yang diperintahkan
di dalam Al-Qur-an adalah segala hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu berupa
amal ketaatan yang disyari’atkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
یَا أَیُّھَا الَّذِینَ آمَنُوا اتَّقُوا للهََّ وَابْتَغُوا إِلَیْھِ الْوَسِیلَةَ وَجَاھِدُوا فِي سَبِیلِھِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.” [Al-Maa-idah: 35]
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu berkata: “Makna wasilah dalam
ayat tersebut adalah peribadahan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah
(al-Qurbah).” Demikian pula yang diriwayatkan dari Mujahid, Abu Wa’il,
al-Hasan, ‘Abdullah
bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid dan yang lainnya. Qatadah berkata tentang makna
ayat tersebut:
.تَقَرَّبُوْا إِلَیْھِ بِطَاعَتِھِ وَالْعَمَلِ بِمَا یُرْضِیْھِ
“Mendekatlah
kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhai-Nya.” [4]
Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
tertentu) ada tiga macam:
1. Masyru’, disyariatkan yaitu tawassul kepada Allah Azza wa
Jalla dengan Asma’ dan Sifat-Nya dengan amal shalih yang dikerjakannya atau
melalui do’a orang shalih yang masih hidup.
2. Bid’ah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla
dengan cara yang tidak disebutkan dalam syari’at, seperti tawassul dengan
pribadi para Nabi dan orang-orang shalih, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka,
dan sebagainya.
3. Syirik, bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal
sebagai perantara dalam ibadah, termasuk berdo’a kepada mereka, meminta hajat
dan memohon pertolongan kepada mereka.[5]
Footnote
[1]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (V/185)
oleh Majduddin Abu Sa’adat al-Mubarak Muhammad al- Jazry yang terkenal dengan
Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) rahimahullah
[2]. Qaamuusul Muhiith (III/634), cet. Daarul Kutub Ilmiyah.
[3]. Lihat Tawassul Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu (hal. 10), oleh
Syaikh al-Albani, cet. Ad-Daarus Salafiyah, th. 1405 H.
[4]. Tafsiir Ibni Jarir ath-Thabari (IV/567), set. Daarul
Kutub al-‘Ilmiyyah dan Tafsiir Ibni Katsiir (II/60), cet. Daarus Salaam.
[5]. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah
(hal. 15-17).
No comments:
Post a Comment