Aku satu kamar dengan mas Bejo, Beliau santri dari Jawa Timur. Tempat beliau lahir suatu daerah terpencil, yang jelas
beliau dipanggil dengan gelar aneh – Santri Ndeso. Orang ini menyenangkan. Baik
hati, pemberani, perhatian dan yang jelas rajin sekali mengaji. Cuma agak
sedikit bandel,- kata seorang sesepuh pondok..
Aku sendiri tidak menilai begitu, bagiku karakternya yang
lepas bebas dan tidak suka terikat yang membuat kesan itu menguat. Dan yang
jelas bersama Si Ndeso , petualangan kami pun dimulai….. begini kisahnya
Suatu hari mas Bejo menemui saya di kamar. Saat itu beliau
tampak serius sekali. Di tangannya tergenggam selembar kertas. Katanya Ijazah
baru dari Abah Kyai !
Setelah mendengar ceritanya, barulah aku tahu kalau Ijazah
yang dibawanya adalah sebuah amaliyah yang konon apabila di riyadhoi bisa
bertemu nabi Khidir. Wah…menarik nih… !
Si Ndeso mengajak untuk turut serta riyadhoh berjamaah.
Awalnya aku tertarik, tapi setelah tahu kalo syarat ilmu itu harus riyadhoh di
pinggir sungai selama 40 malam, niat itu aku urungkan.
Bukannya apa, soalnya kalo harus riyadhoh lama apa lagi di
pinggir sungai sudah terbayang sulitnya. Serangan nyamuk, serangga, gelap dan
dingin, sudah bikin “ nyerah “ Bejo. Mas Bejo tampak sedikit kecewa terhadapku,
tapi beliau tetap tidak patah semangat. Katanya kalo bisa ketemu Nabi Khidir,
mau minta ilmu biar sakti dan cerdas otak, jadi ga’ perlu lama harus mondok di
padepokan ini. Hehehehehehe…..
Dan malam-malam selanjutnya Si Ndeso sudah tidak tampak di
kamar. Begitulah selama 40 hari kedepan. Aku hanya bertemu dengan beliau saat
di majelis. Dari hari ke hari penampilannya makin pucat dan dingin. Melihatnya
jadi sedikit mengenaskan. Pagi sampai sore santri harus ta’lim. Malam setor
hapalan sampai jam 12 malam. Nah… mas Bejo malah menghilang ke tepi sungai
nungguin Nabi Khidir, Hahahahaha…
Menjelang akhir… mendadak mas Bejo minta di temani riyadhoh.
Tapi syaratnya aku ga’ boleh dekat beliau. Okelah…. akhirnya aku nunggu di
tenda nasi kucing. Entah sejak kapan ada yang jualan di situ. Mas Bejo bilang,
tenda nasi kucing itu baru sekitar 2 mingguan mangkal disana. Tapi dia ga’
pernah mampir soalnya sibuk sama riyadhohnya.
Sampai jam 4 pagi, akhirnya wong ndeso muncul kembali di
tenda. Aku sendiri sudah habis lebih dari 5 bungkus nasi kucing dan 5 gelas
jahe panas. “ Gimana mas, ketemu ama Nabi Khidirnya… ? ” tanyaku.
Yang ditanya hanya menggeleng lesu. ” Ga’ tuh… belum jodoh
mungkin…! “ jawabnya singkat. Mendengar perbincangan kami, bapak penjual nasi
ikutan nimbrung. Ternyata beliau paham sekali soal agama dan hukum-hukumnya.
Katanya dulu pernah mondok di pesantren. Panteslah…
“ Mas, dulu guru saya pernah bilang bahwa untuk bertemu dengan
nabi Khidir itu gampang. Syaratnya juga mudah, hanya menjaga hati dari
Prasangka jelek alias jangan su’udzon. Wirid hanya sarana doa untuk meminta
keridho-an Allah SWT. Kalo Allah Ridho dan hatimu tidak berprasangka, sudah
tentu Allah akan memerintahkan Nabi Khidir menemui panjenengan,” Begitulah
nasehat sederhana malam itu yang kami dapat.
Lumayanlah… walaupun tidak bertemu Nabi Khidir paling tidak
malam itu dapat makan gratis nasi kucing dan jahe panas. “ Untuk obat biar
tidak kecewa belum bertemu Nabi Khidir…! ” begitu kata si bapak saat menolak
uang pembayaran. Alhamdulillah…… akhirnya bisa kembali ke kamar dan tidur.
Hari itu ketika waktu Dhuha… mendadak Abah Kyai meminta semua
santri untuk memakai gamis dan berkumpul di majelis membaca sholawat.
Katanya ada tamu Agung mau datang. Akhirnya tiba juga tamu
yang di tunggu-tunggu beliau. Abah tampak sekali gembira menyambut sang tamu.
Anehnya… tamu yang dimaksud mirip sekali dengan bapak penjual nasi di pinggir
sungai.
Wong Ndeso tampak lebih lagi herannya. Tapi keheranan itu
ditepiskan sejauh mungkin, ga’
mungkinlah dari penampilan saja sangat berbeda. Si tamu ini walaupun sederhana
dengan Jubah Hijaunya tapi tampak sangat berwibawa dan Agung.
Abah Kyai lama sekali berbincang dengan sang Tamu di kamar
pribadi. Sampai akhirnya, beliau berdua keluar dari kamar. Sempat berpelukan
erat sekali sebelum sang tamu pergi.
Setelah sang tamu menghilang dari pandangan, Abah berkata
kepada semua santri yang hadir, ” Alhamdulillah… Pondok ini mendapat anugerah
luar biasa hari ini. Ketahuilah bahwa yang baru saja berkunjung itu adalah
salah satu dari Nabi Allah Ta’alaa. Beliaulah yang bernama Balyan bin Mulkan
atau yang bergelar Al-Khidir As, yang semalam sudah menjamu dua santri kita di
tepi sungai ” kata beliau sambil menatap lurus ke arahku dan wong ndeso
Serasa mau copot jantung mendengar kalimat abah kyai. Mataku
bertabrakan dengan wong ndeso. Tanpa menunggu dikomando, semua santri berlarian
keluar mengejar Nabiyullah Khidir. Wong ndeso sudah melesat mendahului. Semua
berebutan keluar. Abah kyai hanya tersenyum saja.
Begitulah… pada akhirnya tidak satu pun dari kami yang
berhasil menemui beliau. Tapi kekecewaan tidaklah berlarut. Masih panjang hari
– hari untuk berbenah diri dan menata kembali niat awal kami belajar. Ternyata
Allah selalu menepati janji-NYA.
Tinggal bagaimana kesiapan kita untuk menjemput doa tadi.
Semua harus seimbang antara Dhohir dan Bathin. Laa Haula walaa quwwata illa
billahil ‘aliyyil ‘adhiim…… Allahu Akbar.
No comments:
Post a Comment