Photo

Photo

Wednesday, 26 June 2019

Aku Bukan Seorang Muslim


" Benarkah kamu seorang muslim…? "

Pertanyaan lama seorang teman ini pernah menghantui pikiranku. Ada ego yang mendadak mendesak keluar ketika pertanyaan itu pertama kali dilontarkan, " Ya. Aku muslim.." Ingin kujawab seperti itu.

Tapi tunggu dulu. Temanku ini selalu mempunyai jawaban yang lebih dalam dari sekedar sebuah keilmuan, yaitu pemahaman.

Kata Imam Ali dalam sebuah nasihat indahnya, " Periwayat ilmu itu banyak, tetapi yang memahaminya sedikit.." Dalam artian, siapapun bisa menyampaikan sebuah ilmu. Pertanyaannya, apakah ia paham apa yang ia sampaikan…?

Dan berbulan-bulan aku mencari jawabannya. Bahkan butuh tahunan.

Sampai akhirnya secara tidak sengaja aku bertemu seorang pendeta. Kami berdiskusi melintasi ruang-ruang keagamaan. Bagi kami, agama itu adalah sebuah petunjuk, sebuah kompas yang harus dipegang dalam perjalanan di dunia, jika tidak manusia akan tersesat di rimba belantara hidup yang penuh dengan jebakan..

Ia berkata, " Kita ini sejatinya bodoh, tetapi sombongnya luar biasa. Kita menganggap diri kita tahu segalanya, tapi sebenarnya tidak tahu apa-apa. Kita merasa diri kita benar, tetapi sejujurnya kita ini salah..."

Ia menyeruput kopinya. " Semua petunjuk itu mengandung kebenaran, manusianyalah yang salah mengartikan. Petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kita pada kebaikan, tetapi kita menafsirkannya dengan arogan. Kamu benar, aku salah. Padahal, benar dan salah bukan manusia hakimnya…"

Pada titik itulah aku sadar dan mulai paham...

Petunjuk tetaplah petunjuk. Ia membutuhkan pemahaman, bukan sekedar pengetahuan.

Islam mempunyai arti yang dalam, yaitu kepasrahan total kepada Tuhan dengan mengikuti petunjuk RasulNya. Bukan sekedar sebuah simbol atau aksesoris yang disematkan dengan kebanggaan.

Petunjuk itu harus dipahami dengan nilai kemanusiaan dan kerendahan hati yang luar biasa, karena kesombongan menutup fakta yang ada. Mereka yang mempelajari Islam biasa disebut sebagai muslim. Tapi benarkah aku seorang muslim…?

Diriku mulai mengecil. Tidak aku sama sekali bukan seorang muslim. Petunjukku, jalan yang kupilih dengan sadar adalah Islam memang benar. Tetapi untuk bisa pasrah hanya kepada Tuhan, aku sama sekali tidak berdaya..

Mulut munafikku selalu bilang, aku percaya pada Nya. Tetapi ketika datang kenikmatan berupa kemiskinan, aku menganggapnya musibah. Kemunafikanku berbicara aku pasrah pada Nya, tetapi ketika diuji dengan sedikit kekurangan, aku bergetar ketakutan.

Dimana arti kata " pasrah kepada Tuhan " yang selalu kujadikan slogan kebenaran jika aku sendiri tidak pernah punya keyakinan yang benar terhadap Nya… ?

Mengakui diriku sebagai seorang muslim, sejatinya seperti seorang pelari yang masih berada di garis start tetapi sudah merasa menjadi pemenang.

Aku menjadi orang sombong tanpa kusadari, hanya karena mengklaim bahwa akulah pemenang. Bodoh tanpa kusadari. Dan aku hidup dalam kebanggaan tanpa pernah paham bahwa sebenarnya aku ditertawakan banyak orang..

Kuambil handphoneku, kukirim pesan pada temanku itu..

" Bukan aku bukan seorang muslim. Aku sedang berusaha menjadinya dan mencapainya. Muslim atau bukan diriku, bukan aku yang menentukan.."

Lama kemudian temanku membalas pesanku. " Kamu sudah mulai paham…"

Kuseruput secangkir kopi malam ini. Bahkan untuk pengetahuan sesederhana itu, aku harus berjalan sangat jauh. Sungguh aku sejatinya tidak mengerti apa-apa..

No comments:

Post a Comment

Bill Gates Jelaskan Mengapa Anaknya Tidak Bisa Menikah Dengan Orang Miskin

Sambil nunggu update terbaru yang masih tertutup formasi ilusi  --------- "Beberapa tahun yang lalu saya menghadiri konferensi di Ameri...