Photo

Photo

Thursday, 27 June 2019

Amalan Paling Hebat Sejagat


Abah Kyai Wong Bagus punya murid senior namanya Begawan Candu. Sosoknya putih tampan, perlente dan sedikit ‘ jaim ‘ ( Jaga Image, red ). Tapi tetap baik hati, seperti cerita silat Pendekar dari negeri China. Bang Begawan Candu ini tidak menetap disatu tempat. Jenis Pendekar petualang. Jadi kalau mau menemui beliau, sulitnya minta ampun. Kecuali kalo punya ilmu “ pengirim suara “ jarak jauh, bisa kirim pesan via ghaib. Walaupun kadang ga’ ada  replay , tapi bisa dipastikan pesan sampai. Hehehehe…..

Suatu hari Abah Kyai menyuruh Santri Ndeso menghadap. Pesan dari Burung Hantu milik Bang Begawan mengatakan kalau beliau akan mampir ke padepokan. Kabarnya beliau akan melanjutkan menyempurnakan Riyadhoh Ilmu yang bernama RDR ( Rajeh Di Rajeh ) level ke Sembilan Pamungkas.

Santri Ndeso di tugaskan menyiapkan kamar untuk Bang Begawan. Bukan main senangnya Wong Ndeso saat mendapat tugas dari Abah Kyai. Sudah terbayang di otaknya akan mendapat limpahan Ijazah Super dari Sang Begawan Sakti. Berbagai rencana tersusun rapi dibenaknya untuk melobi Bang Begawan. Ada satu ilmu yang sudah lama di idam-idamkan si Ndeso ini. Tapi belum di turunkan Ijazahnya sama Abah Kyai untuk santri. Namanya Ilmu Asma Sunge Raje ( Laut Besar, red ).

Satu ilmu yang konon menyamai seribu jenis ilmu kesaktian tingkat tinggi. Saking hebatnya ilmu ini, katanya bisa membuat hujan reda seketika, membuat orang ta’luk, membuat jin – jin tak berdaya, bisa menjinakkan binatang buas, mendatangkan hajat apa saja, untuk pengobatan, mengusir jin nakal, pokoknya seribu macam niat bisa maqbul dengan satu ilmu ini. Maaf broo…, Kalau semua faedah asma ini ditulis bisa habis 1000 lembar daun lontar…. mantapzzz…..!!

Akhirnya….di satu pagi yang sedikit mendung, pendekar idaman si Ndeso sampai ke padepokan dengan selamat tanpa kurang suatu apa.

Betul… seperti yang di ceritakan di atas, Bang Begawan ini punya sosok yang menawan. Putih, tinggi, tampan, keren dan modis. Perawakannya proporsional. Beliau datang dengan mengendarai gerobak kuda. Katanya boleh pinjam dari orang desa di bawah bukit. Isi gerobak berbagai macam barang keperluan santri, oleh-oleh buat semua penghuni di padepokan. Wah asyik nih…..!!

Ketika semua orang berebutan menghabiskan isi gerobak, Wong Ndeso tampak tenang dan seakan tidak tertarik. Sikapnya tampak syahdu. Dengan gaya layaknya menyambut penganten datang,- si Ndeso mendekati Bang Begawan. Mencium tangannya dengan ta’dzim dan langsung meraih tas pakaian si Pendekar.

Dengan sangat sopan mempersilahkan Sang Begawan untuk beristirahat dikamar yang sudah dia persiapkan. Mendapat sambutan sedemikian santun, Bang Begawan Candu tampak senang. Setelah permisi dengan Abah kyai, beliau berlalu menyusul si Ndeso.

Begitulah… hari-hari pun berlalu dengan indah bagi si Santri Ndeso ini. Dengan senang hati dia berlaku sebagai khodam nya si Begawan. Kemana pun si Begawan pergi, dengan setia si Ndeso mengiringi.

Alasannya tugas dari Abah Kyai…! begitu saat ku tanyakan. Hehehehe… komodo ko’ dikadalin… Kura-kura dalam perahu, pura-pura mana tahu…. .cihuuyyy. Biarlah, prinsipnya kalau kawan kita bahagia mestinya kita pun turut bahagia. Iya toh….?

Konon kata Ki Ageng Paijo, Kalo ikhtiar sungguh-sungguh pasti membawa hasil. Tampaknya demikian juga dengan si Ndeso. Usahanya ‘ melobi ‘ si Pendekar tampan sepertinya berbuah manis. Sudah beberapa hari ini dia sibuk menghapal sesuatu… pas ditanya lagaknya kayak bintang lenong dari Batavia “ No Coment…!” begitu katanya. Walah… bahasa compeni VOC bisa-bisanya jadi penghias bibir… hahahaha…. Santri Ndeso

Hari ini si Ndeso tampak sibuk memperbaiki tangga. Saat di Tanya, hanya di jawab singkat saja “ No coment…!” wualaah, “ yo wes ra po-po je, lha kulo yo podo nduwe kerjanan dewe “

Akhirnya aku pun berlalu ke dapur. Hari ini dapat tugas giliran masak buat makan nanti siang. Ku tinggalkan Wong Ndeso yang masih sibuk dengan tangganya. “ Sepertinya hari ni lebih enak bikin pecel bumbu kacang dan goreng ikan mas,” pikirku dalam hati.

Hari – hari berlalu berkejaran dengan sinar mentari. Padepokan masih beraktivitas seperti biasa. Pelajaran berjalan bab demi bab. Pengetahuan pun bertambah. Pemahaman menjadi lebih tajam, dan hati menjadi lebih bening dengan ilmu.

Sudah seminggu ini aku perhatikan si Santri Ndeso berpuasa. Melihat jenis puasanya, sepertinya dia lagi Riyadhoh. Tapi aku tidak melihat dia wiridan baik di mesjid pondok ataupun di kamar. Jadi dia wiridan dimana….? Yang jelas dia selalu menghilang setiap malam. Sampai – sampai aku mesti menggantikan tugasnya, mijetin abah kyai.

Waktu abah kyai bertanya, aku jawab dengan jujur tidak tau kemana dia menghilang. Abah hanya geleng-geleng kepala saja mendengar laporanku. Hmmm…. Mutiara didalam kitab mengatakan, “ Ilmu adalah pembuka hati yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong, mintalah ridho dari gurumu sebelum kau beramal untuk mencari Ridho-NYA.” Hari ini malam ke 40 sejak si Ndeso mulai riyadhoh. Mahgrib tadi dia bilang besok sudah selesai riyadhohnya. Wajahnya tampak girang dan berseri-seri.

Sudah terbayang-bayang akan menjadi orang sakti dan terkenal. Katanya nanti mau buka praktek konsultasi Ghaib untuk masyarakat umum. Malah dia sudah bikin gelar untuk dirinya, katanya nanti mau pakai nama : KI Ageng Pamungkas Jagat…. hmmmm bolehlah idenya.

Hujan turun dari sejak asar tadi sampai Isya’ belum juga reda. Sebagian santri memilih berkumpul di aula karna lebih hangat sambil memegang kitab hapalannya masing-masing. Aku sedang akan bersiap-siap menyusul yang lain, saat ku lihat ternyata Si Santri Ndeso masih tegak di depan kamar.

Mukanya tampak cemas dan kebingungan. “ Duh, ini malam terakhir wiridan neh… hujan ga’ berhenti juga ya…?” katanya padaku. ” Emang ada hubungan apa hujan sama wiridan ente…? ” kataku balik Tanya. Mukanya lebih cemas dari yang tadi. Jujur… bukannya ga’ prihatin, tapi dia kelihatan jadi oon.

Rasanya mau ketawa melihat lagaknya yang super cemas. Si Ndeso memandangku serius. “ Ane lum cerita ke ente ya ji…? ane tu wiridan di atas dak masjid…. soalnya ane piker disitu aman ga’ ada gangguan. Lagian syaratnya mesti diluar ga’ boleh dalam ruangan !”,

“ Ente riyadhoh apaan sampe wiridan di dak masjid…? ” tanyaku penasaran.

“ He..he..he.. ngamalin Asma Sunge Raje dari Bang Begawan.”

Katanya cengengesan. Aku sudah menyangka begitu tadinya. Ternyata feelingku benar. Tapi dengan lagak sok perhatian, aku bilang padanya. “ Mau hujan badai sekalipun, kalo udah hampir habis gini riyadhoh ente mesti di lanjut. Sayang kalo ente nyerah…! ” Ujarku memberi semangat. Setelah berkata begitu, aku permisi ke aula. Wong Ndeso masih tegak termangu saat ku tinggalkan.

Begitulah… terkadang niatan kita tidak selaras dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sejak masih di rahim ibunda. Rezeqi, maut dan jodoh ada waktunya sendiri. Terkadang, memaksakan sesuatu yang kita sendiri belum jelas kegunaannya malah akan berbalik menjadi boomerang.

Bukan dikatakan berilmu apabila tidak disertai ketaqwaan dan bukanlah dinamakan berakal bila tidak dihiasi adab serta budi pekerti. Bagi seorang murid, maka kedudukannya adalah seperti mayat di hadapan seorang guru.

Guru yang bijaksana mengetahui hal ihwal sang murid. Kapasitas dan kesiapan seorang murid menerima ‘” cahaya & ilmu “’ dari seorang guru di tentukan dengan kepatuhannya menjalankan semua perintah sang Guru. Artinya seorang murid harus selalu siap dan waspada dengan ‘” bisikan “’ yang datang ke hatinya.

Sikap yang baik adalah bertanya dan meminta pendapat Sang Guru. Jika itu dilakukan maka, limpah-limpah cahaya dan keberkahan akan mengiringi. Rasanya belum terlalu lama, saat aku meninggalkan si Ndeso di kamar. Ketika semua santri berhamburan keluar.

Katanya ada santri yang jatuh dari atas mesjid ! Walah… jangan – jangan…? Ternyata benar… sampai di depan masjid, sudah banyak santri yang berkumpul. Dua orang anak tampak mengangkat sosok yang ku kenali. Kondisinya mengenaskan. Pingsan…! mungkin juga ada beberapa bagian tubuh yang memar dan terluka. Disamping masjid tergeletak seonggok tangga yang patah.

Hmmm… ini penyebabnya….? pikirku. Dari diagnose tabib pondok, Ki Condro - kondisi si wong ndeso tidak perlu dikhawatirkan. Hanya pingsan karena terkena benturan saat jatuh. Tapi tidak parah. Beberapa bagian tubuh memang terkilir. Mesti istirahat total….! Lumayanlah, untuk seorang yang jatuh dari atas atap, paling tidak si Ndeso termasuk beruntung.

Pagi sehabis dhuha…..

Santri Ndeso lagi sarapan bubur saat aku membezuknya. Beberapa bagian tubuh tampak terbalut kain. Disana sini masih membekas memar. Melihatku, dia jadi cengengesan. Aku mengambil alih mangkok bubur dari santri medis, sambil menyuapinya, aku berkata pelan ,” artinya batal dong ente pake gelar KI AGENG PAMUNGKAS JAGAT…? ” Yang ditanya hanya nyengir. Sambil mengusap-usap kain pembalut lukanya, dia menjawab,” Masih ada hari esok !” katanya singkat sambil memejamkan mata, pura-pura tidur. Aku tertawa mendengarnya.

Demikianlah…. walaupun tampaknya cuek, Wong Ndeso pasti menyadari kekeliruannya. Bahwa bagi seorang Murid tidak sepantasnya beramal tanpa izin dari sang Guru. Semudah dan sesederhana apapun bentuk suatu amaliyah, tetap diperlukan izin dan ridho dari Guru. Tanpa itu, mungkin hanyalah suatu kesia-siaan.

Seorang santri wajib meyakini, bahwa pertolongan seorang guru tidak terbatas hanya di dunia ini saja, tapi akan berlanjut sampai ke akherat kelak. Gurulah yang membuka kebingungan dan kegelapan hati si murid. Seperti kata si Ndeso…” masih ada hari esok untuk Riyadhoh yang lain ! ” tentunya sekali ini dengan izin dan restu Abah Kyai, Sang Guru Mulia… Semoga.

No comments:

Post a Comment

Bill Gates Jelaskan Mengapa Anaknya Tidak Bisa Menikah Dengan Orang Miskin

Sambil nunggu update terbaru yang masih tertutup formasi ilusi  --------- "Beberapa tahun yang lalu saya menghadiri konferensi di Ameri...