Di grup kelas sekolah anak,
hampir tiap pagi ada yang ijin tidak masuk. Karena sakit seperti demam, batuk
pilek, dan sebagainya. Kadang satu anak, dua atau lebih dari tiga.
Lalu dalam beberapa menit Ibu-ibu
lain menjawab dengan ucapan " Syafakillah ya si A, si B, si C dan D. "
Secepatnya juga si Ibu yang minta ijin menjawab, " Jazakillah ya ibu-ibu
semua atas doanya. "
Kemudian kalo ada yang ijin, ga’
berangkat karena sedang perjalanan, yang lain bersahutan komen, " Fi
amanillah ya…."
Di tengah tren ucapan ke
arab-araban semacam syafakillah, jazakillah, fi amanillah, qodarullah dll saya
memilih tetap memberi ucapan dalam Bahasa Indonesia yang sebisa mungkin sesuai
ejaan yang disempurnakan.
Ini bukan karena saya menolak
pemakaian istilah asing ke dalam percakapan sehari-hari. Apalagi alergi Arab
atau anti Islam. Naudzubillah ya. ( nih, kan saya tetap pakai Naudzubillah,
karena ini susah ngucapnya kalo pake bahasa Indonesia ). Bukan juga sekedar, ga
mau latah.
Jadi kenapa…?
Belajar berbahasa Indonesia yang
benar saja sejujurnya saya masih merasa kesulitan. Bagaimana saya bisa
ikut-ikutan memakai bahasa lain…?
Saya belajar tata bahasa arab
sejak usia 9 tahun di madrasah diniyah. Saya menghafal kitab nahwu paling
dasar, "Jurumiyah" dan sharaf "Amtsilatut Tashrifiyah". Di
sana, saya mengenal istilah dhomir atau kata ganti untuk menyebut orang. Yang
dalam bahasa Indonesia ada " Saya, anda dan dia ".
Kata ganti orang dalam bahasa
Arab itu cukup rumit untuk yang belum pernah belajar.
Diletakkan di depan kalimat dan
di belakang bentuknya beda.
Contoh :
- Buku Saya ( Bahasa Indonesia )
- Kitaabii ( Bahasa Arab ).
Kenapa buku saya bahasa arabnya
bukan " kitaab ana "….?
Belum lagi ada bentuk mufrod
(tunggal), tasniyah (dua) dan jamak (banyak, lebih dari dua). Bahasa arab juga
membedakan gender, muanats (perempuan) dan mudzakar (laki-laki).
Contoh :
Jika seseorang perempuan satu,
bercerita bahwa dia sakit. Kita ingin mengucapkan " lekas sembuh ya…"
secara langsung kepadanya, kita bilang " Syafakillah " yang artinya
semoga Allah menyembuhkanmu ( wahai perempuan satu ).
Tapi kalo yang sakit adalah
anaknya, sementara yang di grup adalah ibunya, benarkah kalau kita mengucapkan
" Syafakillah "… ? Kan yang kita doakan anaknya, orang ketiga. Maka
seharusnya, " Syafahallah…". Semoga Allah menyembuhkannya, bukan
menyembuhkanmu kan…?
Nah kalau yang sakit dua orang
perempuan, bolehkah kita menyebut, " Syafahallah ya si A dan si B "….
?
Tentu saja tidak bisa. Harus
" Syafahumallah " yang artinya, semoga Allah menyembuhkan keduanya
perempuan.
Kalau yang sakit 3 orang anak
perempuan, ucapannya beda lagi.
Kalau yang sakit laki-laki,
ucapannya pun harus berubah lagi. Ribet kan…?
Itu juga berlaku untuk ucapan
lain, semisal " Jazakillah ya ibu-ibu semua…" seharusnya gimana…?
Jazakunnallah.
Kumpulan ibu-ibu semua pun jadi
berubah kalo kemasukan sesebapak satu saja. Jadi Jazakumullah.
Jangan tanggung kalau memang
ingin kearab-araban. Belajarlah bahasa arab secara kaffah. Bukan sekedar
mengganti saya dengan Ana, kamu dengan Anta, dll...
Ini baru urusan dhomir ( kata
ganti ) belum urusan lain...
No comments:
Post a Comment