Ngaji itu dari mana-mana bisa.
Asal jelas manfaatnya. Dan sesuai dengan nilai kebenaran yang kita yakini. Baca
ini ya. Membuka kesadaran kita untuk selalu mengikuti para ulama. Tapi bacanya sampai
habis ya. Biar mendapatkan kefahaman yang utuh. Jangan sampai cuma
sepotong-potong. Bisa bahaya lho. Selamat menyimak. Semoga bermanfaat ya…
Pemuda : Assalamu Alaikum, Kyai…
Pak Kyai : Waalaikum Salam... Silakan
duduk anak muda, siapa namamu dan dari mana asalmu…?
Pemuda : Terima kasih Pak Kyai.
Nama saya toing dan saya berasal dari Kampung Seberang
Pak Kyai : Jauh kamu bertandang
ke sini, sudah tentu kamu punya hajat yang sangat besar...Apa hajatnya, mana
tahu mungkin saya boleh menolongmu…?
Pemuda berjidat hitam tersebut
diam sebentar, sambil menarik nafasnya dalam-dalam
Pemuda : Begini Pak Kyai, saya
datang ke sini bertujuan ingin berbicara beberapa permasalahan dengan Pak Kyai...
Pendeknya, permasalahan umat Islam sekarang
Pak Kyai : Permasalahan seperti
apa itu anakku…?
Pemuda : Saya ingin bertanya,
mengapa Kyai-Kyai di kebanyakan pesantren & Majelis² di Indonesia, dan
Tuan-Tuan Guru di Malaysia serta Pattani dan Asia umumnya sering kali mengajar
murid-murid mereka dengan lebih suka mengambil kalam-kalam atau pandangan para
ulama…? Seringkali saya mendengar mereka akan menyebut : “Kata al-Imam
al-Syafii, kata al-Imam Ibn Atho’illah al-Sakandari, Kata al-Imam Syaikhul
Islam Zakaria al-Ansori dan lain-lain ” Mengapa tidak terus mengambil daripada
al-Quran dan al-Sunnah…? Bukankah lebih enak kalau kita mendengar seseorang
tersebut menyebutkan Firman Allah taala di dalam al-Quran, Sabda Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam di dalam hadis itu dan ini…? ” Bukankah Ulama-ulama
itu juga punya kesalahan dan kekurangan. Maka mereka juga tidak lari daripada melakukan
kesilapan. Maka sebaiknya kita mengambil daripada kalam al-Ma’sum yaitu
al-Quran dan al-Sunnah
Pak Kyai mendengar segala hujjah
yang disampaikan oleh pemuda tersebut dengan penuh perhatian. Sedikit pun
beliau tidak memotong malah memberikan peluang bagi pemuda tersebut berbicara
sepuas-puasnya. Sambil senyuman terukir di bibir Pak Kyai, beliau bertanya
kepada pemuda tersebut
Pak Kyai : Masih ada lagi apa yang
ingin kamu persoalkan wahai nak Toing…?
Pemuda : Sementara ini, itu saja
yang ingin saya sampaikan Pak Kyai….!!
Pak Kyai : Sebelum berbicara
lebih lanjut, eloknya kita minum dahulu ya...
Tiga perkara yang sepatutnya disegerakan adalah hidangan kepada tetamu,
wanita yang dilamar oleh orang yang baik maka disegerakan perkawinan mereka dan
yang ketiga, si mati yang harus disegerakan urusan pengkebumiannya, Betul kan
Toing….?
Pemuda : Benar sekali Pak Kyai
Pak Kiyai lalu memanggil
isterinya agar menyediakan minuman pada mereka berdua... Maka beberapa menit selepas
itu, minuman pun sampai di hadapan mereka
Pak Kyai : Silakan minum Toing
Setelah dipersilahkan oleh Pak
Kyai, maka Toing pun terus mengambil air tersebut lalu menuangkan perlahan-lahan
ke dalam cawan yang tersedia
Pak Kyai terus bertanya : Toing,
kenapa kamu tidak minum dari tekonya saja…? Kenapa perlu dituang di dalam gelas…?
Pemuda : Pak Kyai, mana bisa saya
minum langsung dari tekonya, Tekonya besar sekali... Makanya saya tuang ke
dalam gelas agar memudahkan saya meminumnya
Pak Kyai : Toing, itulah jawaban
terhadap apa yang kamu persoalkan tadi... Mengapa kita tidak mengambil langsung
dari Al- Quran dan as-Sunnah….? Terlalu besar untuk kami lansung minum daripada
kedua-nya... Maka kami mengambil apa yang telah dijelaskan di dalam gelas para
ulama... Maka ini memudahkan bagi kami untuk mengambil dan memanfaatkannya….! Benar
kamu katakan bahwa mengapa tidak langsung saja mengambil daripada al-Quran dan
al-Sunnah…! Cuma persoalan ini, kembali ingin saya lontarkan kepada kamu... Adakah
kamu ingin mengatakan bahwa al-Imam al- Syafii dan para ulama yang kamu
sebutkan tadi mengambil hukum selain dari Al-Quran dan Sunnah…? Adakah mereka
mengambil daripada kitab Talmud atau Bibel…?
Pemuda : Sudah tentu mereka juga
mengambil dari Al-Quran dan Sunnah
Pak Kyai : Kalau begitu, maka
sumber pengambilan kita juga adalah Al-Quran dan Sunnah cuma dengan paham para
ulama…! Satu lagi gambaran yang ingin saya terangkan kepada kamu... Saya dan kamu
membaca Al-Quran, al-Imam al-Syafii juga membaca Al-Quran bukan….?
Pemuda : Sudah tentu Pak Kyai
Pak Kyai : Baik, kalau kita
membaca sudah tentu kita sedikit memahami ayat-ayat di dalam Al-Quran tersebut
bukan…? Al- Imam al-Syafii juga memahami ayat yang kita bacakan... Maka
persoalannya, pemahaman siapa yang ingin didahulukan…? Pemahaman saya dan kamu
atau pemahaman al-Imam al-Syafii terhadap ayat tersebut…?
Pemuda : Sudah tentu pemahaman
al-Imam al-Syafii karena beliau lebih memahami dibanding orang zaman sekarang
Pak Kyai : Nah, sekarang saya
rasa kamu sudah jelas bukan…? Hakikatnya kita semua mengambil daripada sumber
yang satu yaitu al-Quran dan Sunnah. Tiada seorang pun yang mengambil selain dari
keduanya. Cuma bedanya, kita mengambil dari pemahaman al-Quran dan Sunnah
tersebut dari siapa…? Sudah tentu kita akan mengambil dari orang yang lebih
faham (jago) ilmunya. Ini kerana mereka lebih wara’ dan berjaga-jaga ketika
mengeluarkan ilmu. Kamu tahu Toing, al-Imam al-Syafii pernah ditanya oleh seseorang
ketika beliau sedang menaiki keledai, berapakah kaki keledai yang Imam
tunggangi…? Maka al-Imam al-Syafii turun dari
keledai tersebut dan menghitung kaki keledai tersebut. Selesai menghitung, barulah
al-Imam menjawab : “ Kaki keledai yang aku tunggangi ada empat ”
Orang yang bertanya tersebut
merasa heran lalu berkata “ Wahai Imam, bukankah kaki keledai itu memang empat,
mengapa engkau tidak langsung menjawabnya…? ”
Al-Imam al-Syafii menjawab : Aku
bimbang, jika aku menjawabnya tanpa melihat terlebih dahulu, tiba-tiba Allah
Ta’ala hilangkan salah satu kakinya maka aku sudah dikira tidak amanah di dalam
memberikan jawaban
Coba kamu perhatikan Toing, betapa
wara’nya al-Imam al-Syafii ketika menjawab persoalan berkaitan dunia. Apalagi
kalau berkaitan dengan agamanya….?
Al-Imam Malik pernah didatangi
oleh seorang pemuda di dalam majlis taklimnya di Madinah al-Munawwarah, Pemuda
tersebut mengatakan bahwa dia datang dari negeri yang jauhnya 6 bulan
perjalanan ke Madinah. Pemuda itu datang untuk bertanya satu masalah yang ada
di lokasinya
Al-Imam Malik, mengatakan bahwa :
Maaf, aku tidak pandai untuk menyelesaikannya
Pemuda tersebut heran dengan
jawaban Imam Malik, dan dia bertanya : Bagaimana aku akan menjawab nanti
bilamana ditanya oleh penduduk tempatku…?
Maka kata al-Imam Malik : Katakan
kepada mereka bahwa Malik juga tidak mengetahui bagaimana untuk menyelesaikannya
Allah… Coba kamu lihat Toing,
betapa amanahnya mereka dengan ilmu…! Berbeda dengan manusia zaman now / sekarang,
yang baru seumuran jagung dalam ilmu, sudah menepuk dada mengaku bahwa
seolah-olah mereka mengetahui segalanya
Pemuda : Masyaallah, terima kasih
Pak Kyai atas penjelasan yang sangat memuaskan. Saya memohon maaf atas kekasaran
dan keterlanjuran bicara saya
Pak Kyai : Sama-sama Nak... Semoga
kamu akan menjadi seorang yang akan membawa panji agama kelak dengan ajaran yang
benar dari Guru² mu yang bersanad InsyaAllah
No comments:
Post a Comment