Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata
‘aalim. ‘Aalim adalah isim fail dari kata dasar : ‘ilmu. Jadi ‘aalim adalah
orang yang berilmu, maksudnya ilmu syariah. Dan ulama adalah orang-orang yang punya
ilmu ke dalam di bidang ilmu-ilmu syariah.
Dan secara istilah, kata ulama mengacu kepada orang dengan
spesifikasi penguasaan ilmu-ilmu syariah, dengan semua rinciannya, mulai dari
hulu hingga hilir.
Di dalam kitab Ihya’u Ulumud-din karya Al-Imam Al-Ghazali
disebutkan bahwa manusia yang paling dekat derajatnya dengan derajat para nabi
adalah ahlul-ilmi (ulama) dan ahlul jihad (mujahidin). Karena ulama adalah
orang yang menunjukkan manusia kepada ajaran yang dibawa para rasul, sedangkan
mujahid adalah orang yang berjuang dengan pedangnya untuk membela apa yang
diajarkan oleh para rasul.
Kerancuan Istilah Ulama Namun istilah ulama di masa kini
sering kali menjadi rancu dan tertukar-tukar dengan istilah lain yang nyaris
beririsan. Padahal keduanya tetap punya perbedaan mendasar. Misalnya, seorang
yang berprofesi sebagai penceramah, seringkali disebut-sebut sebagai ulama,
meski tidak punya kapasitas otak para ulama.
Kemampuannya di bidang ilmu syariah, jauh dari kriteria
seorang ulama.
Penceramah adalah sekedar orang yang pandai berpidato
menarik massa, punya daya pikat tersendiri ketika tampil di publik, mungkin
sedikit banyak pandai menyitir satu dua ayat Al Qur'an dan hadits, tetapi
begitu ditanyakan kepadanya, apa derajat hadits itu, ada di kitab apa, siapa
saja perawinya, dan seterusnya, belum tentu dia tahu.
Bahkan tidak sedikit penceramah yang buta dengan huruf arab,
alias tidak paham membaca kitab berbahasa arab.
Padahal sumber-sumber keIslaman hanya terdapat dalam bahasa
arab.
Namun penceramah tetap dibutuhkan oleh masyarakat awam, yang
betul-betul kurang memiliki wawasan dan pemahaman atas agama Islam. Jadi meski
seorang penceramah hanya punya ilmu agama pas-pasan, tetapi tidak ada rotan,
akar pun jadilah.
Bahkan terkadang terjadi fenomena sebaliknya, banyak orang
yang sudah sampai kepada level ulama, punya ilmu banyak dan mendalam, tetapi
kurang fasih ketika berbicara di muka publik. Bahkan boleh jadi figurnya malah kurang
dikenal. Sebab beliau tidak mampu berpidato di TV untuk menjaring iklan. Padahal
dari sisi ilmu dan kedalamanannya atas kitabullah dan sunnah rasul-Nya, tidak
ada yang mengalahkan.
Ulama Satu Bidang Ilmu
Di zaman sekarang ini, nyaris kita tidak lagi mendapatkan
ulama dengan penguasaan di berbagai disiplin ilmu syariah. Kita hanya menemukan
para ulama yang pernah belajar beberapa bidang ilmu, namun hanya menguasai satu
atau dua cabang ilmu.
Misalnya, kita mengenal ada Syeikh N***** Al-Albani
yang tersohor di bidang kritik hadits. Buku yang beliau tulis cukup banyak,
namun kita tahu bahwa beliau bukan seorang yang expert di bidang lain, misalnya
ilmu ushul fiqih, juga bukan jagoan ahli dibidang ilmu istimbath ahkam fiqih
secara mendalam.
Kalau mau tahu apakah sebuah hadits itu shahih atau tidak,
silahkan tanya beliau. Tetapi kalau tanya kaidah ushul fiqih, tanyakan kepada
ulama lain yang ahli di bidangnya. Namun demikian, kita tetap harus hormat dan
takzim kepada beliau atas ilmunya.
Ilmu-Ilmu Yang Harus Dikuasai Oleh Ulama
Idealnya, ilmu syariah dan cabang-cabangnya itu harus secara
mendalam dikuasai, terlebih oleh para ulama.
Sekedar gambaran singkat, di antaranya ilmu-ilmu syariah dan
keIslaman yang harus dikuasai seorang ulama antara lain :
1. Ilmu Yang Terkait Dengan Al-Quran
- Ilmu tajwid yang membaguskan bacaan lafadz AL-Quran
- Ilmu qiraat (bacaan) Al-Quran, sepertiqiraah-sab’ah yang
bervariasi dan perpengaruh kepada makna dan hukum.
- Ilmu tafsir, yang mempelajari tentang riwayat dari nabi
SAW tentang makna tiap ayat, juga dari para shahabat dan para tabi’in dan
atbaut-tabi’in.
- Ilmu tentang asbababun-nuzul, yaitu sebab dan latar
belakang turunnya suatu ayat.
- Ilmu tentang hakikat dan majaz yang ada pada tiap ayat
Quran
- Ilmu tentang makna umum dan khusus yang dikandung tiap
ayat Quran
- Ilmu tentang muhkam dan mutasyabihat dalam tiap ayat Quran
- Ilmu tentang nasikh dan mansukh dalam tiap ayat Quran
- Ilmu tentang mutlaq dan muqayyad, manthuq dan mafhum
- Ilmu tentang i’jazul quran, aqsam, jadal, qashash dan
seterusnya
2. Ilmu Yang Terkait dengan Hadits Nabawi
- Ilmu tentang sanad dan jalur periwayatan serta kritiknya
- Ilmu tentang rijalul hadits dan para perawi
- Ilmu tentang Al-Jarhu wa At-Ta’dil
- Ilmu tentang teknis mentakhrij hadits
- Ilmu tentang hukum-hukum yang terkandung dalam suatu
hadits
- Ilmu tentang mushthalah (istilah-istilah) yang digunakan
dalam ilmu hadits
- Ilmu tentang sejarah penulisan hadits yang pemeliharaan
dari pemalsuan
3. Ilmu Yang Terkait dengan Masalah Fiqih dan Ushul Fiqih
- Ilmu tentang sejarah terbentuknya fiqih Islam
- Ilmu tentang perkembangan fiqh dan madzhab
- Ilmu tentang teknis pengambilan kesimpulan hukum
(istimbath)
- Ilmu ushul fiqih (dasar-dasar dan kaidah asasi dalam
fiqih)
- Ilmu qawaid fiqhiyah
- Ilmu qawaid ushuliyah
- Ilmu manthiq (logika)
- Ilmu tentang iIstilah-istilah fiqih istilah fiqih madzhab
- Ilmu tentang hukum-hukum thaharah, shalat, puasa, zakat,
haji, nikah, muamalat, hudud, jinayat, qishash, qadha’, qasamah,
penyelenggaraan negara dan seterusnya.
4. Ilmu Yang Terkait dengan Bahasa Arab
- Ilmu Nahwu (gramatika bahasa arab)
- Ilmu Sharaf (perubahan kata dasar)
- Ilmu Bayan
- Ilmu tentang Uslub
- Ilmu Balaghah
- Ilmu Syi’ir dan Nushus Arabiyah
- Ilmu ‘Arudh
5. Ilmu Yang Terkait dengan Sejarah
- Tentang sirah (sejarah nabi Muhammad SAW)
- Tentang sejarah para nabi dan umat terdahulu dan
bentuk-bentuk syariat mereka
- Sejarah tentang Khilafah Rasyidah
- Sejarah tentang Khilafah Bani Umayyah, Bani Abasiyah, Bani
Utsmaniyah dan sejarah Islam kontemporer.
6. Ilmu Kontemporer
- Ilmu politik dan perkembangan dunia
- Ilmu ekonomi dan perbankan
- Ilmu sosial dan cabang-cabangnya.
- Ilmu psikologi dan cabang-cabangnya
- lmu hukum positif dan ketata-negaraan
- Ilmu-ilmu populer
Di masa lampau, orang yang disebut dengan ulama adalah
orang-orang yang menguasai dengan ahli cabangcabang ilmu di atas tadi. Namun di
zaman sekarang ini, nyaris kita tidak lagi menemukannya.
Maka di zaman sekarang ini, para ulama dari beragam latar
belakang keilmuwan yang berbeda perlu duduk dalam satu majelis. Agar mereka
bisa melahirkan ijtihad jama’i (bersama), mengingat ilmu mereka saat ini sangat
terbatas.
Sementara ilmu pengetahuan berkembang terus.
No comments:
Post a Comment