Kaweruh Tingkatan Ngelmu “ TINGKATAN ILMU DALAM KEYAKINAN
TERHADAP TUHAN “
Kata Tingkatan itu artinya dari jenjang bawah sampai atas
untuk menyembah (shalat) kepada Allah ( Hyang Widi – Jawa), tingkatannya adalah
:
1. Syari’at, artinya artinya pedoman
yang sudah ditentukan harus patuh ( wajibul yakin ), jadi ahli Syari’at itu
harus patuh keyakinannya ( apa katanya ) amalannya menurut hukum halal haram,
yang diyakini betul-betul dan hukum membedakan halal dan haram, peraturannya,
sembahyang, zakat, fitrah, puasa dan naik haji kalau mampu.
Semua dijalankan berdasarkan ikut-ikutan menurut kemauan orang
banyak, lalu ikut-ikutan menyembah kepada Allah, menurut peraturan agamanya
masing-masing, jadi begitupun wajib harus begitu disebut imannya Wajibul yakin.
Bung Karno presiden Indonesia asal dari Ngebang ( blitar ) sekarang menjadi
Presiden Indonesia, dia mengetahui hanya cerita orang banyak, jadi kalau cerita
itu salah, kepercayaan itu tetap salah. Umpama diteliti ( telaah ) pendapat
tadi dengan jernih, tingkatan Syari’at setiap hari menunjukkan kedisiplinan bertindak
menurut hukum yang ditentukan. Mengenai tentang pendapat Prof. Dr Usman,
berbicara begini; ngerjakan rukun Islam itu pertama menanam rasa disiplin, jiwa
atau jasmani, membersihkan diri , mempunyai semangat yang tinggi, watak kasih
sayang, selalu sedekah ( memberi pertolongan bagi yang membutuhkan ), budi
pekerti yang tinggi, yang saya lihat; saya bangun pagi lalu belum sembahyang
(shalat) merasa malu kalau disebut bukan orang muslim, jadi berbuat karena
malu.
2. Tarikat, meningkat mencapai
kebathinan ( Qalbu – Arab ), melaksanakan puasa mengendalikan pikiran. Jadi tarikat
itu melaksanakan berdasar pengetahuan mengendalikan pikiran ( mengasah pikiran ),
membaca buku buku agama, wirid, berguru, bertanya, dan musyawarah tentang ilmu
Allah. Tarikat mempergunakan pikiran untuk mengupas ( mencari ) tanda-tanda
saksi Allah.
Jadi tahu kalau basil-basil itu hidup memiliki apa, membuat keyakinan
menguat. Zaman dahulu para ahli kitab masih termasuk tingkatan Tarikat, artinya
hanya tahu saja ( mengerti ), karena pengetahuan sudah mantap lalu imannya
disebut Ainul Yakin, contohnya begini; pengetahuan ( mengetahui ) kalau Bung
Karno itu Presiden, memang sudah melewati Istana Presiden dan mendengarkan
pidatonya, jadinya kira-kira rumah Bung Karno sudah Tahu tetapi belum pernah
jumpa dengan Bung Karno sendiri. Tataran ( tingkat Tarikat ) itu walaupun sudah
mengetahui tidak pernah meninggalkan Syari’at agamanya, jadi Tarikat itu hanya
naik kelas ( tingkat ). Pada tingkatan itu para pengikut menerima ajaran guru seperti
berpuasa, tekadnya hanya meniru sifatnya Allah saja, sucinya dan adilnya,
disitulah terbukanya ilmu itu supaya keterima ilmunya harus praktek ( shalat
Tarikat ) mengendalikan pikiran. Ahli Tarikat itu bisa membedakan yang benar
dan yang salah dari orang lain ataupun diri sendiri, lalu bisa mempunyai sifat
kasih sayang dan sayang kepada seluruh umat-Nya (Allah), besar wibawanya,
mengetahui kemauan dirinya sendiri. Semua itu membuat terbuka hatinya. Apa
sebabnya kita harus kasih sayang kepada umat-Nya ( Allah ), yang mengendalikan
hawa nafsu ( mengupas hawa nafsu ). Menurut Wedaran Wirid Tarikat itu jalannya
hati ( Qalbu ), karena hati mempunyai kemauan yang sangat cepat seperti kilat,
lalu Tarikat memerangi pengaruh yang berupa keinginan yang timbul dari hati.
3. Hakikat, yang disebut Hidayat Jati,
Hakikat itu Shalat sejati yang tidak merasa geraknya aku ( jasmani, pikiran, perasaan
sudah disingkirkan / dikendalikan ), jadi gerak ( makarti-jawa ) aku tidak
merasakan aku. Hakikat itu imannya para Mukmin ( Aulia ), imannya disebut
Haqkul Yakin, artinya Nyata ( benar ). Percaya kalo Bung Karno menjadi Presiden
karena sudah masuk rumahnya tetapi belum jumpa langsung / berhadapan dengan
Presiden Sukarno ( Qalamullah – Arab ). Ditingkat itu terbukanya Hijab atau
batas antara manusia dengan Allah ( kawulo – jawa ), cocok dengan Hadist Nabi :
“siapa yang betul-betul mengetahui dirinya benar mengetahui Allahnya”, karena
Hakikat itu Sembahnya ( Shalat ) Roh ( jiwa ), keadaannya diliputi tidak merasa
apa-apa, lalu para ahli suluk, Sufi, tapa dan mempunyai pendapat atau
keterangan begini : “aku ini tidak ada, yang ada yang mengadakan ( yang
menciptakan ) ”, keterangan atau ketentuan tadi membuktikan sempurnanya Hakikat
dan bisa menguasai jasmaninya melalui Rohaninya, kata lain sifat dan Hakikatnya
DAT sudah menyatu ( manunggaljawa ).
Di tingkat yang begitu sebutan sakit, pening / pusing, panas,
dingin dan mati itu tidak ada, yang benar yang disebut menyatu ( Widhatul Wujud
– Arab ). Di kitab Suluk disebut begini : “hatinya yang beriman berdirinya Roh kita”,
Hakkikat itu menuju sejatinya kemauan, yaitu tingkatan jiwa yanng menyerahkan
diri pada Allah ( Hyang Widi – jawa ), karena sudah tidak mempunyai perasaan
tidak ikut-ikut memilki, Iktikat itu serupa dengan menyebut serupa yang disebut
satu, perjalanan sehari-hari orang yang sudah begitu menurut aku pada kemauan DZAT
( sifatnya Dzat ).
4. Ma’rifat, tingkatan itu imannya para
Arifin yang disebut Isbatul Yakin, artinya sudah sempurna, sempurna keterangannya
begini : sudah kerumah Bung Karno, sudah salaman dan berbicara langsung /
berhadapan dengan Bung Karno. Keterangannya sudah Ma’rifat semua ilmu,
pengetahuan, amal ibadah, filsafat dan lain lainnya sudah menjadi satu, sudah
mengetahui sebab dan akibat, disebut diwirid Hidayat Jati : Zikir azalalah, artinya
zikirnya rasa didalam alam cahaya disebut zikir Ma’rifat, sempurnanya tidak
merasa apa-apa.
Keterangan tersebut diatas tadi disebut tingkatan Islam. Kata
Islam sebenarnya bukan agama, itu hanya kebisaaan orang mengatakan, jadi
nama-nama agama menurut yang menyiarkan, umpama agama Budha yang menyiarkan
Sang Budha, Kristen yang menyiarkan Yesus Kristus, jadi agama Islam disebut
agama Muhammad, artinya tidak menjadi masalah, sebab yang menyiarkan Nabi
Muhammad, Islam itu kata-kata penerangan ( menunjukkan ) sesuatu, barangnya
tidak bisa dijangkau tetapi bisa dirasakan, jadi Islam itu sesuati iktikat yang
luhur ( suci ). Kata suci keterangan lahir dan batin, kasar dan halus ( nampak
dan gaib ), tidak bisa berubah. Kata suci ( Islam ) itu artinya tidak apa-apa (
tidak bisa dijangkau ), itu sebabnya kata Islam disebut suci bisa dikatakan telah
bersujud pada Allah. Kata bersujud ( pasrah ) itu bukan main-main, hanya yang
bisa yang melaksanakan Nabi, Wali, Aulia, Pandita, Guru yang sudah semprna.
Bukti untuk sehari walaupun hanya kata-kata ( nama ) sebagaimana tertera dalam
wirid Hidayat Jati itu, tidak ada apa-apa, jika diteliti kata tidak ada apa-apa
tadi waktu menginjak dunia yang pertama dikatakan lahir didunia melalui tidak
tahu apa-apa. Jadi kata sehari-hari Islam yang kita bicarakan dari bahasa Arab,
artinya bersujud suci ( sunyi senyap tidak ada apa-apa ), jadi bebasa dari
keinginan. Dalil di kitab Al Qur’an surat Al-Baqarah : 131 :
“ketika Allah berfirman, “kamu harus Islam bersujud kepada
Allah”, Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.
Jadi yang namanya Islam itu umpama sudah menjalani yang empat
tingkatan tadi dari yang Syari’at, lalu mencapai tingkat Ma’rifat disebut
bersujud ( Islam / suci ) terhadap Dzat yang wajib adanya, berdasarkan ukuran Layu
kayafu ( tidak bisa dijangkau ), artinya jika kita mau bersujud ( sumarah-jawa
) harus memakai pakaian Layu Kayafu ( tankeno kinoyo ngopo – jawa ), contoh :
jika tentara mau menghadap Presiden harus memakai pakaian seragam lengkap,
pangkat, sikap tegak dan lain-lain baru dapat diterima, apalagi manusia
menghadap Allah, harus lebih lengkap lagi, umpama Tauhid, pikiran bersih, hati
bersih, pasrah, tidak ingin apa-apa ( merasakan apa-apa ) dan Islam, itu baru
tingkat Ma’rifat.
No comments:
Post a Comment