Kematian
Sang Pendekar
WIRO
SABLENG
Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212
“ Wiro tibatiba
mendengar ratu randang menjerit lirih, sang pendekar melirik sekilas dan
dilihatnya sang nenek tampak memegang pundaknya yang berdarah sementara itu
beberapa senjata tajam seperti tombak dan keris tampak siap dihujamkan ke tubuh
ratu randang. Sang pendekar yang melihat hal ini menggeram keras. Saat seorang
wanita berkerudung menyerangnya dengan menggunakan pedang, wiro langsung
menggunakan gerak silat menepuk gunung memukul bukit untuk memukul dan merampas
pedang di tangan sang wanita, setelah berhasil merebut pedang ditangan sang
wanita, wiro langsung menangkis hantaman kapak maut naga geni yang di bacokkan
oleh sinto gendeng kearahnya! Wiro menyadari kehebatan kapak miliknya sehingga
menangkis mengunakan tenaga lunak agar pedang di tangannya tidak hancur atau
terpotong. Kemudian dengan menggunakan tenaga lontaran hasil benturan pedang
dan kapak, sang pendekar langsung melenting meninggalkan arena pertempuran
menuju kearah ratu randang yang sedang terancam bahaya! Sang pendekar melesat
dengan pedang teracung, ujung mata pedang nampak bergetar dan mengeluarkan
suara nyaring kala sang pendekar mengeluarkan jurus malaikat menundukan siluman
(lo han ciang yau) yang merupakan jurus kedua dari ilmu pedang yang diajarkan
oleh long sam kun atau yang lebih dikenal sebagai pendekar pedang akhirat!“
Wiro
Sableng telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan merupakan Milik serta Hak
cipta dari Bastian Tito seorang, Tokoh Panutan dan Inspirator Penulis, Lanjutan
Wiro Sableng ini dibuat tanpa maksud apapun sekedar Wujud Kecintaan Penulis
terhadap tokoh yang telah menemani Penulis dalam suka dan duka. Oleh karenanya
penulis memohon maaf yang sebesarbesarnya jika ada pihak yang merasa
berkeberatan dilanjutkannya kisah Wiro Sableng ini.
******************
1
Getaran
keras dibarengi tiupan angin laksana topan tibatiba menderu di pelataran
Keraton Mataram.
“Wahai
kalian orangorang Raja mataram dan Kau Ksatria Panggilan, bersiaplah untuk
Mampus!”bentak satu suara berat memecah keheningan malam. Wiro yang saat itu
masih terhenyak karena kepergian arwah Sakuntaladewi dan Ni gatri, tibatiba
tersadar kala Kunti Ambiri menarik tubuhnya keras.
“tidak
ada waktu untuk bersedih lagi! keselamatan Raja Mataram dan para penghuni
keraton kini terancam! apa yang harus kita perbuat…?” Wiro tampak berpikir
keras
“Kita
harus membawa pergi Raja dan keluarganya keluar dari keraton terlebih dahulu,
ada baiknya jika kau dan Ratu Randang membawa Raja dan keluarganya kembali ke
Sumur Api melalui pintu belakang keraton…” ucap Sang Pendekar yang tibatiba
terputus oleh ucapan Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
“aku dan
keluarga sudah lelah harus hidup dan terus berlari di pengasingan aku sebagai
Raja tidak ingin berlari lagi dan terus bersembunyi sementara rakyat dan
orangorang ku harus hidup menderita…!” kakek Kumara Gandamayana yang berdiri
di sebelah Sang Raja mengerutkan keningnya mendengar perkataan Sang Raja.
“maaf
Yang Mulia, namun apa yang dikatakan oleh Ksatria Panggilan ada benarnya…
Keselamatan Yang Mulia dan Keluarga Yang Mulia harus diutamakan terlebih
dahulu…!”ucap sang Kakek cemas. namun Sang Maha Raja nampak hanya menggelengkan
kepalanya. Kumara Gandamayana kembali hendak mengeluarkan perkataan namun
terhenti kala terjadi satu letusan besar yang membuat tanah didepan keraton
berhamburan! kemudian dari tanah yang terbongkar terlihat gulungan asap kelabu
mengebul dibarengi lesatan ratusan bayangan putih yang mengeluarkan suara
jeritan keras! gulungan asap kelabu yang keluar dari dalam lubang perlahan
membentuk satu kabut pekat yang cukup menghalangi jarak pandang, sementara
semakin lama bayangan putih yang terus mengeluarkan suarasuara nyaring
tersebut semakin banyak melesat keluar dari lubang di tanah dan memenuhi
alunalun depan pelataran keraton. Makhluk berjubah putih ini memiliki wajah
yang polos tanpa hidung, mata dan mulut!
“Jin
Putih Muka Licin anak buah Raja Jin Hutan Roban!” seru Ratu Randang kala
mengenali ratusan sosok putih yang masih samarsamar tampak mengambang
sejengkal diatas tanah ini.
“tapi
bukankah Raja Jin Hutan Roban bersahabat dengan kerajaan..? dan bukankah belum
lama ini mereka sudah membantu memperbaiki istana keraton? sekarang mengapa
mereka kembali dan menunjukkan sikap tidak bersahabat…?” Sambung Kunti Ambiri.
(perihal Jin Putih Muka Rata dan Raja Jin Hutan Roban, Harap baca episode: Dewi
Dua Musim)
“perhatikan
baikbaik…! ada keanehan pada diri mereka… Lihat! ada orang yang menempel di
punggung mereka…! Astaga…! anak buah Raja Jin Hutan Roban dijadikan
tunggangan…!” seru Wiro dengan mata terbelalak. semua mata kemudian memandang
lebih seksama lagi kedalam keremangan kabut dimana ratusan makhluk putih anak
buah Raja jin hutan Roban berada. Dan tampaklah benar seperti yang dikatakan
oleh Sang Pendekar, samarsamar dibelakang punggung setiap makhluk jin berjubah
putih ini berdiri satu orang yang memegang tali berbentuk kekang yang
disambungkan pada sepasang kait baja hitam yang secara kejamnya dikaitkan di
pipi kiri dan kanan tepat disamping tempat dimana seharusnya mulut
makhlukmakhluk ini berada! hal inilah yang membuat makhlukmakhluk malang ini
menjeritjerit tak berkeputusan!
“Kejam
sekali…!” desis Ratu Randang kala melihat Nasib Para Jin Putih Muka Licin yang
diperlakukan lebih buruk dari pada binatang tersebut. Sementara itu Wiro
edarkan pandangannya menggunakan Ilmu menembus pandang yang diberikan oleh Ratu
Duyung kepadanya kearah kabut dimana orangorang yang menunggangi tubuh Ratusan
Jin putih muka licin berada. Sang Pendekar terkejut besar kala di antara
orangorang yang mengendarai Jin putih dilihatnya seorang nenek dengan dandanan
coreng moreng dengan tiga benjolan besar dikening tampak duduk memegang kekang
kendali dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terlihat memegang Senjata
kapak Maut Naga geni miliknya!
“Eyang
Sinto…!” tanpa sadar Sang Pendekar berteriak keras. Kunti ambiri yang berada di
dekat wiro menatap kearah dimana sang pendekar memandang.
“gurumu
tampaknya masih dalam pengaruh ilmu Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak milik
Sinuhun Merah Penghisap Arwah… lihatlah masih ada tiga benjolan di kening
gurumu!” tunjuk Kunti Ambiri yang dibalas dengan anggukan oleh Wiro.
“aku
harus mendekatinya dan menggunakan ilmu menahan darah memindah jasad untuk
melepaskan dan menghilangkan benjolan di keningnya…”ucap sang pendekar yang
keburu dipotong oleh Ratu Randang
“tapi
bukankah hal itu tidak gampang! tidak mustahil sebelum kau mendekatinya kau
yang lebih dahulu di bunuhnya Wiro! ingat peristiwa di bukit batu hangus tempo
hari? dia nyaris saja membunuhmu dengan sepasang sinar yang keluar dari
matanya!” ucap Sang nenek sembari delikkan matanya yang juling bagus. (untuk
lebih jelasnya mengenai peristiwa ini silahkan baca episode : Sepasang Arwah
Bisu) Sang Pendekar hendak memberi sanggahan namun tibatiba dari Lubang dimana
melesat makhlukmakhluk berjubah putih melesat satu makhluk tinggi besar yang
langsung berdiri dihadapan Wiro dan kawankawan! makhluk ini memakai sebuah
jubah hitam terbuat dari ijuk, sepasang telinganya terlihat runcing berdiri
melewati kepalanya sementara keningnya pun terlihat diikat oleh tali terbuat
dari ijuk.
“Sangkala
Darupadha…!” seru Wiro kala mengenali makhluk yang berdiri dihadapannya.
sementara itu Makhluk yang dikenal sebagai Raja Jin hutan Roban tampak
memandang sayu kearah Sang Pendekar. matanya yang sebelumnya sudah disembuhkan
oleh Wiro kini tampak bergundalgandil kembali, keadaan Makhluk jin satu ini
juga tampak mengenaskan. tubuhnya terlihat babakbelur dipenuhi noda darah
namun yang membedakan dengan anak buahnya adalah tidak nampak tali kekang
maupun kait baja terlihat terkait pada tubuhnya.
“Sangkala
Darupadha… apa yang terjadi pada dirimu…? Siapa pula mereka yang memperlakukan
anak buahmu sekejam itu..?” tanya Ratu Randang dengan suara keras. Sebagai
jawaban tibatiba terdengar satu tawa yang membahana. Kemudian dari bahu lebar
Sangkala Darupadha atau Raja Jin Hutan Roban perlahan mencuat satu kepala
tengkorak bertanduk berwarna Hitam. kepala tengkorak berwarna hitam terus
bergerak naik keluar memperlihatkan tulangbelulangnya yang berwarna hitam dari
dari bahu Sang Raja Jin Hutan Roban hingga sebatas tulang Belikat. Sungguh amat
mencengangkan! dari dalam tubuh besar Raja Jin Hutan Roban bisa keluar makhluk
hitam berbentuk tengkorak bertanduk, namun yang lebih mengherankan lagi adalah
bagaimana kulit daging dari Sang Raja Jin tak nampak sedikitpun terluka maupun
mengeluarkan darah!
“Ha.ha.ha.
Wahai Ksatria Panggilan akhirnya kita bisa juga berjumpa…! Sungguh benarbenar
pertemuan yang menggembirakan…!” ucap makhluk di bahu Sangkala Darupadha. Wiro
pandangi sosok yang berbicara padanya dengan seksama.
“Aku
tidak mengenalmu…! tapi mengapa kau perlakukan Sangkala Darupadha dan anak
buahnya seperti ini…? Sesungguhnya apa keinginanmu…?” ucap Sang Pendekar dengan
kening berkerut. Makhluk tengkorak hitam nampak tertawa keras kala mendengar
pertanyaan Wiro.
“kau
memang tidak mengenal ku… tapi aku sangat mengenalmu… bahkan sangat mengagumimu…
terutama tubuhmu…” ucap Makhluk yang tidak lain Lakarontang Sang Jenazah
Simpanan sembari menatap Tubuh Wiro dengan seksama dari atas sampai ke bawah.
“Hemm…
Pemuda ini benarbenar memiliki Jasad tubuh sempurna yang kuidamidamkan… aku
harus bisa mendapatkan Tubuhnya…!” batin Lakarontang dalam hati.
“Mengenai
Sangkala Darupadha dan anak buahnya… kau tak perlu memikirkannya karena akulah
penguasa seluruh isi Perut Bumi termasuk para Jin dan Setan di dalamnya!
sesukakulah bagaimana caranya memperlakukan mereka…!” ucap Lakarontang sembari
mempermainkan sebuah bola Mata Raja Jin Hutan Roban yang bergundalgandil. Raja
Jin Hutan Roban yang matanya dipermainkan hanya bisa mengeluarkan suara
merintih kesakitan. hal ini tentu saja membuat Hati Wiro geram. sementara itu
Ratu randang yang berada didekatnya memegang Wiro dan berbisik pelan.
“Aku
punya firasat… janganjangan makhluk satu ini adalah biang racun dari segala
kekacauan yang terjadi selama ini…”
sementara
wiro menganggukan kepalanya mendengar bisikan Ratu Randang.
“aku juga
berpikir begitu, aku sudah mencoba melihat melalui ilmu menembus pandang namun
anehnya aku tidak melihat Sinuhun Merah maupun Dirga Purana di barisan
orangorang di belakang makhluk di pundak Sangkala Darupadha itu…” ujar Sang Pendekar
membalas bisikan Ratu Randang. Tibatiba Makhluk di pundak Raja Jin Hutan Roban
perdengarkan suara keras lalu dibarengi suara dengusan.
“Kalian
berdua tidak perlu berbisikbisik dihadapanku! akupun tidak akan menyangkal apa
yang sudah ku perbuat! Memang akulah orang yang berada dibalik segala kekacauan
yang terjadi di Bhumi Mataram… semua kekacauan yang ditimbulkan dua Sinuhun,
Delapan sukma Merah Maupun Dirga Purana termasuk peristiwa Malam Jahanam di
Mataram merupakan hasil dan buah pikiranku! Dan bukan saja di Bhumi Mataram…
semua kekacauan yang terjadi jauh sebelumnya juga merupakan hasil perbuatanku!
Ha.ha.ha. apakah ada yang kurang jelas bagimu Wahai Ksatria Panggilan? atau
harus kupanggil kau dengan sebutan Wiro Kencing Kuda…?”Ucap Makhluk terngkorak
Membuat Sang Pendekar terperangah! Bagaimana tidak! Sableng dalam Bahasa di
Latanahsilam berarti Kencing Kuda! Jika makhluk satu ini mengetahui perihal
arti Nama Wiro di Latanahsilam maka jelas sudah bahwa Makhluk ini sudah ada
sejak Jaman Latanahsilam! Gila Betul! Pikir sang pendekar dalam hati.
“Kau tak
perlu heran wahai ksatria Panggilan…! Aku mengetahui segalanya tentang dirimu…
tentang gurumu… termasuk perjalananmu dan seluruh perbuatanmu di
Latanahsilam…!”Lanjut Lakarontang
“apa
maksudmu…! Siapa kau sebenarnya…? aku tidak merasa pernah berbuat jahat padamu
baik di sini maupun di Negeri Latanahsilam, jadi aku harap kau segera
melepaskan guruku karena kalau tidak…” teriakan Wiro terputus oleh kekehan tawa
Lakarontang.
“Kalau
tidak kenapa…? apa kau pikir kau sanggup mengalahkan aku… dengarkan baikbaik
Wahai Kstaria Panggilan! Tidak ada seorangpun di bumi ini yang mampu
menandingiku! akulah orang yang membumi hanguskan keempat Negeri besar termasuk
Negeri LatanahSilam! Aku juga orang yang pernah naik ke langit dan membakar
habis Negeri Para Peri! Aku adalah Yang Mulia Junjungan tertinggi Jenazah
Simpanan! Akulah Dewa di bumi yang sesungguhnya!” ucap Lakarontang keras.
“Buntalan
kentut Anjing…! Aku tidak percaya ucapanmu…! Aku minta untuk terakhir kali
cepat lepaskan guruku dan Lakasipo!” bentak Wiro mulai kehilangan kesabarannya.
Mendengar makian Wiro, bukannya marah makhluk tengkorak ini malah semakin
tergelakgelak.
“Ha.ha.ha.
lucu sekali…! masih ingat rupanya kau pada saudara angkatmu itu…? Kupikir
setelah meninggalkan Latanahsilam kau tidak lagi pernah memikirkan orangorang
yang kau tinggalkan… bukankah di tanah jawa di masa depan kau memiliki banyak
teman dan memiliki banyak gadisgadis cantik…?” wajah Wiro terlihat menggelap.
“keparat…!
apa maksud perkataanmu…?” Sang Pendekar mulai tak bisa mengendalikan diri.
sementara itu Makhluk yang dikenal sebagai Jenazah Simpanan ini tak
hentihentinya memanaskan hati Sang Pendekar.
“he.he.he…
aku hanya ingin memberikan sedikit gambaran padamu mengenai kondisi
Latanahsilam selepas kau dan kedua temanmu itu tinggalkan…” ucap Lakarontang
sembari berkacak pinggang.
“Tidak
ada hal yang lebih menyenangkan bagiku selain membunuhi seluruh kawankawanmu
dan menyimpan seluruh jasad mereka… Lakasipo… Luhsantini… dan Luhcinta… Amboi…!
mengingat kembali Luhcinta membuat tubuhku yang sudah tak mempunyai darah ini
kembali terasa panas…!” ucap Lakarontang sembari mempermainkan telunjuknya yang
berbentuk tulang dalam genggaman tangannya! sesungguhnya Wiro tidak benarbenar
mempercayai apa yang diucapkan makhluk tengkorak didepannya namun mengingat
kemuculan Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus di Bhumi Mataram membuat Sang
Pendekar mulai raguragu dan perlahan mulai mempercayai ucapan Jenazah Simpanan
dan kala Makhluk tengkorak tersebut menyebut nama Luhcinta maka Kemarahan Sang
Pendekar pun langsung meledak tak terbendung!
******************
2
Sembari
mengepalkan tangannya yang mulai berwarna keperakan hingga ke siku Sang
Pendekar langsung menerjang kearah makhluk di pundak Sangkala Darupadha.
“Jahanam…!
apa yang kau perbuat pada Luh Cinta…?” teriak Sang pendekar sembari melepaskan
pukulan Matahari kearah Jerangkong hitam yang seolaholah tumbuh di Pudak Raja
Jin Hutan Roban namun belum lagi Pukulan Sinar Matahari yang dilepasnya
melabrak sosok Jenazah Simpanan, Makhluk ini terlihat bersuit keras kearah
kumpulan ratusan orang yang mengendarai Jin Putih Muka Rata.
“Bunuh
mereka semua dan jangan biarkan satu orangpun lolos…!” teriak Jenazah Simpanan
yang langsung disambut suara gemuruh laskar Para Roh yang dijadikan budak oleh
Lakarontang dan jenazahnya di simpan sebagai koleksi di dasar kawah gunung
salak. Sementara itu pukulan Matahari yang dilontarkan Wiro sesaat lagi akan
menghantam tubuh Lakarontang namun tibatiba dibarengi desiran bayangan
berwarna putih satu sinar gelombang panas yang serupa dengan sinar pukulan
matahari milik Wiro melabrak dengan cepatnya menghantam pukulan yang dilepaskan
Wiro. Satu dentuman besar dibarengi cahaya yang menyilaukan terdengar
memekakkan telinga. Wiro terlihat terdorong Mundur beberapa tombak sembari
mengelus dadanya yang berdenyut Sakit. sementara di hadapannya terlihat Seorang
nenek dengan dandanan corengmoreng tampak berlutut menjeplok di tanah dengan
rambut tergerai lepas dari sanggulnya dan dengan nafas memburu. Didekatnya
tampak Jin Putih yang semula dikendarainya tergeletak mengepulkan asap!.
“Anak
Setan…! beraniberaninya kowe kurang ajar terhadap junjungan tertinggi Jenazah
Simpanan…! Kowe memang harus di kasih mampus..!” ucap nenek yang bukan lain
adalah Sinto Gendeng guru Sang Pendekar sembari bangkit dan melesat kearah Wiro
dengan kapak teracung! dan bukan hanya Sinto Gendeng, nampak tidak kurang
sepuluh orang dengan menggunakan jin Putih muka rata sebagai tunggangan melesat
kearah Wiro dengan berbagai senjata terhunus! kalau Wiro kala itu sedang sibuk
menghadapi gurunya di tambah sepuluh orang berkepandaian tinggi yang
mengepungnya, maka sahabatsahabat Wiro termasuk kakek Kumara Gandamayana dan
Sang Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala juga mengalami nasib yang kurang
lebih sama! Ratu Randang dan Kunti Ambiri terlihat sibuk melayani sepuluh orang
yang mengeroyoknya. sementara Kakek Kumara Gandamayana dan Raja Mataram tampak sibuk
menghadapi serangan bertubitubi yang dilancarkan tidak kurang dua puluh orang
berkepandaian tinggi! Kunti Ambiri yang bertarung saling beradu punggung dengan
Ratu Randang tampak sesekali mengeluarkan pukulan jarak jauh berbau amis kearah
orangorang yang mengeroyoknya. Setiap kali ada orang yang terhantam pukulannya
langsung jatuh dan tidak bergerak lagi, namun beberapa saat kemudian posisi
orang tersebut kemudian digantikan oleh orang lain lagi yang menyerang Kunti
ambiri secara bergantian dan membabi buta!. Ratu Randang yang berada di
belakangnya juga mengalami nasib serupa, beberapa kali Nenek cantik ini
berhasil merobohkan lawannya namun datangnya serangan laksana banjir yang tidak
pernah surut membuat Sang nenek yang masih terlihat cantik ini cukup kelabakan!
Sementara itu Kakek Kumara Gandamayana tampak mengebutkan sorban yang
dipakainya untuk menghalau serangan seorang Paderi botak yang menggunakan
senjata semacam Symbal (alat musik terbuat dari kuningan yang berwujud sepasang
piring besar) yang dilemparkan kearah Raja Mataram. Symbal itu akhirnya
terpukul mundur dan berputar kembali ke tangan Paderi botak tersebut. Kumara
Gandamayana walaupun harus disibukkan melawan musuh yang sangat banyak namun
masih selalu memperhatikan kondisi keselamatan Sang Raja Mataram. sementara
Raja mataram sendiri terlihat sibuk melancarkan serangan dengan menggunakan
keris Widuri Bulan miliknya kearah seorang kakek bermuka pucat yang sebelumnya
menyerangnya dengan menggunakan sebuah tombak berwarna biru gelap.
“Yang Mulia..!
Biarlah hamba yang menahan mereka Semua…! cepatlah Paduka lari melalui jalan
belakang membawa keluarga yang mulia…!” teriak Kumara Gandamayana sembari
Melepaskan sebuah pukulan jarak jauh berwarna kebiruan yang dengan telak
menghantam dua orang Pemuda yang berusaha membokong Raja Matram dengan sepasang
senjata berbentuk Kaitan. Sang kakek memang berhasil menyelamatkan Raja Mataram
dari bokongan namun usahanya ini harus dibayar mahal kala seorang gadis cantik
berpakaian putih berhasil membacok punggung sang kakek dengan pedangnya
sehingga punggung Sang kakek langsung bersimbah darah.
“Emban
buyut…!” teriak Sang raja kala melihat sang kakek tampak terhuyung sementara
dibelakangnya lusinan senjata tajam tampak hendak bersarang di tubuh sang
kakek! Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala mendorong kedua tangannya kearah
orangorang yang hendak membantai Kumara Gandamayana. cahaya ungu berbentuk
payung besar tampak membuat senjatasenjata yang hendak menembusi tubuh sang
kakek bermentalan! Sang raja rupanya telah mengeluarkan pukulan Payung Dewa
Mengguncang Badai! tidak hanya sampai disitu kemarahan Sang Raja Mataram,
setelah membaca aji kesaktian Sepasang Tangan Dewa Menebar Pahala tibatiba
sepasang tangan Raja Mataram tersebut berubah membesar hingga sepuluh kali
lipat! dengan sepasang tangan yang sangat besar dan berotot itu Sang Raja
Mataram kemudian terlihat mengamuk membabi buta! kedua ilmu ini pernah
digunakan Sang Raja kala mencari petunjuk mengenai keberadaan empat mayat aneh.
(silahkan baca episode:Empat Mayat Aneh). sementara Wiro yang saat itu sedang
menghadapi gempuran Sinto Gendeng gurunya dan beberapa tokoh anak buah Jenazah
Simpanan tampak terdesak hebat. beberapa kali sang pendekar tampak mengeluarkan
ilmu kepandaian yang di dapatnya dari kitab putih Wasiat Dewa maupun ilmuilmu
yang didapatnya dari Sinto Gendeng untuk menghadapi keroyokan orangorang yang
mengendarai jin putih. namun beberapa kali pula nyawanya hampir melayang kala
Kapak Maut Naga geni dua satu dua ditangan Sinto Gendeng nyaris memapas
tubuhnya. keringat deras tampak membasahi kening dan tubuh Wiro. Biar
bagaimanapun Wiro adalah anak yang sangat berbakti, dia tahu bahwa gurunya
melakukan hal tersebut diluar keinginannya sehingga Sang Pendekar tidak berani
mengeluarkan ilmuilmunya yang dahsyat guna menghadapi serangan Sang nenek.
Wiro hanya menghadapi sang nenek menggunakan jurusjurus langkah orang gila
yang didapatkannya dari Tua Gila.
“Celaka…
kalau begini terus aku pasti akan mati tak bersisa… aku harus segera
mendapatkan jalan bagaimana menghadapi Eyang Sinto…” batin Sang Pendekar
sembari menghindari larikan Sinar hijau yang dilepaskan seorang Resi bermuka
Hijau kearahnya.
“Resi ini
cukup tangguh juga…” batin Sang Pendekar sembari menggunakan jurus Kincir Padi
Berputar. Serangan tangan Sang pendekar dengan telak menghantam dagu Sang resi
yang masih berdiri Diatas punggung tunggangannya. sementara pada saat itu Wiro
tibatiba mendengar Ratu Randang menjerit kesakitan, Sang Pendekar melirik
sekilas dan dilihatnya Sang nenek tampak memegang pundaknya yang berdarah
sementara itu beberapa senjata tajam seperti Tombak dan keris tampak siap
dihujamkan ke tubuh Ratu Randang. Sang Pendekar yang melihat hal ini menggeram
keras. saat seorang wanita berkerudung menyerangnya dengan menggunakan pedang,
Wiro langsung menggunakan gerak silat Menepuk Gunung Memukul Bukit untuk
memukul dan merampas pedang di tangan Sang Wanita, setelah berhasil merebut
pedang ditangan sang wanita, Wiro langsung menangkis hantaman Kapak Maut Naga
Geni yang di bacokkan oleh Sinto Gendeng kearahnya! Wiro menyadari kehebatan
Kapak miliknya sehingga menangkis mengunakan tenaga lunak agar pedang di
tangannya tidak hancur atau terpotong. kemudian dengan menggunakan tenaga
lontaran hasil benturan pedang dan kapak Sang Pendekar langsung melenting
meninggalkan arena pertempuran menuju kearah Ratu Randang yang sedang diancam
bahaya! Sang Pendekar melesat dengan pedang teracung. ujung mata pedang nampak
bergetar dan mengeluarkan suara nyaring kala Sang pendekar mengeluarkan jurus
Malaikat Menundukan Siluman (Lo Han Ciang Yau) yang merupakan jurus kedua dari
ilmu pedang yang diajarkan oleh Long Sam Kun atau yang lebih dikenal sebagai
Pendekar Pedang Akhirat! (silahkan baca episode: Pendekar Pedang Akhirat).
Ujung pedang di tangan Wiro tampak berputar dan melentinglenting seakan hidup
dan memapas semua senjata yang bertubitubi membanjir hendak membinasakan Ratu
Randang.
“Wiro…
terima kasih kau sudah menolongku…
“ ucap
Ratu Randang dengan pandangan mesra dan mulut termonyongmonyong! Wiro
menggaruk kepalanya melihat kelakuan sang nenek.
“Dasar
nenek edan…! sekarang bukan saatnya buat begituan! nanti saja kalau urusan
sudah kelar…
“ ucap
Wiro sembari menangkis serangan senjata rahasia berbentuk pisau kecil yang
disambitkan seorang nenek berjubah ungu kearahnya. Sementara Itu Sinto Gendeng
tampak kembali merandek menyerang muridnya yang kini bertarung bertiga bersama
Ratu Randang dan Kunti Ambiri. Sang nenek terlihat berjumpalitan di udara
sebelum akhirnya dari sepasang mata sang nenek mengeluarkan sinar berwarna biru
terang!
“Sepasang
Sinar Inti Roh…!” teriak Wiro kala melihat sinar yang keluar dari Mata gurunya.
inilah kali kedua Sinto Gendeng menggunakan ilmu sepasang sinar Inti Roh untuk
menamatkan riwayat muridnya! sementara itu di tempat yang tidak terlalu jauh
dari tempat Wiro berada Raja Rakai Kayuwangi dyah Lokapala nampak mengamuk
hebat! dengan sepasang tangannya yang berukuran raksasa Sang Maharaja ternyata
mampu membuat para pengeroyoknya kocarkacir berserabutan! entah berapa puluh
mayat baik mayat anak buah Raja Jin Hutan Roban maupun mayat Laskar Jenazah
Lakarontang terlihat menggunung dalam bentuk yang tidak karuan lagi akibat
dihantam sepasang tangan raksasa milik Sang Maharaja. hal ini benarbenar
membuat Lakarontang geram.
“Saka
Gendewa…! lekas kau habisi Raja Keparat itu…!” seru Jenazah Simpanan sembari
menunjuk seorang pemuda yang mengenakan pakaian pemburu dan menyanding busur di
pundaknya. Pemuda ini kemudian terlihat menyentak tali kekangnya kuatkuat
membuat makhluk jin yang dikendarainya melolong setinggi langit! Makhluk jin
muka rata ini kemudian melesat tinggi ke angkasa. pada ketinggian tertentu Sang
Pemuda terlihat menginjak pinggang makhluk malang yang dikendarai sehingga
makhluk tersebut berhenti dan tegak diam diangkasa. sang pemuda kemudian
terlihat meloloskan busur yang tersampir di pundaknya lalu membidikkannya
kearah Raja mataram! tak terlihat anak panah sebuahpun pada busur yang
direntangkannya dengan kencang, namun kala tali panah dijepretkan serangkum
cahaya hitam berpendar berbentuk anak panah yang menerbitkan angin bersiutan
melesat dengan kecepatan tinggi mengarah ke jantung Raja Mataram!.
“Yang
Mulia… awas Serangan…!
“Teriak
Kumara Gandamayana memperingatkan kala melihat dari kejauhan diangkasa selarik
sinar hitam tampak memburu dengan kecepatan luar biasa kearah Maharaja Mataram!
******************
3
Raja
Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang kala itu terlihat mengamuk hebat
seolaholah tidak mendengar apa yang diteriakkan oleh Kumara Gandamayana.
Dirinya baru menyadari saat dari atas kepalanya terasa serangkum Hawa tajam tak
terlihat yang seakan hendak menindih dan merobekrobek tubuhnya! sesaat lagi
Hawa berbentuk anak panah hitam menembus jantung Sang Maharaja, tibatiba dari
balik pinggang Sang Maharaja melesat satu benda bercahaya yang membentuk
serangkum cahaya berputar berbentuk kipas pelangi yang langsung menghantam
Panah Hawa yang dilepas Saka Gendewa dari atas langit! Terdengar dentuman keras
mengguncang pelataran istana! Dentuman yang sama kembali terjadi selang
beberapa saat setelah dentuman pertama terdengar! apa yang sebenarnya terjadi?
ternyata saat sinar berbentuk pelangi yang bukan lain sinar yang keluar dari
keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang melesat dari Pinggang Raja Mataram bentrok
dengan Hawa Panah hitam, Hawa berbentuk anak panah tersebut langsung terhempas
keras dan secara kebetulan menghantam ilmu Sepasang Sinar Inti Roh yang dilepas
Sinto Gendeng kearah Wiro dan kawankawan! Wiro dan Ratu Randang tampak
berpandangan sementara Kunti Ambiri terlihat menyeka lelehan darah yang menetes
di sudut bibirnya ketiganya terlihat menjeplok di tanah akibat terjengkang
karena kekuatan bentrokan Ilmu Sepasang Sinar Inti Roh yang dilepas Sinto
Gendeng dengan hawa berbentuk panah yang dilepas dari atas langit!
“Wiro…!
Orang diatas sana sangat berbahaya bagi keselamatan Raja Mataram! Kau harus
bisa menjatuhkannya…! Biar kami tangani gurumu dan yang lainnya!” ucap Kunti
Ambiri sembari memegang lengan Sang Pendekar.
“Wiro
pandangi Kunti Ambiri dan Ratu Randang
“baik aku
mengerti… aku akan mencoba menjatuhkan orang diatas sana, namun berjanjilah
kalian tidak akan melukai Eyang Sinto…” ucap Sang pendekar dengan pandangan
memelas. Kunti ambiri dan Ratu Randang saling pandang sejenak kemudian Ratu
Randang terlihat tersenyum
“kami
tidak bisa berjanji tidak akan melukai gurumu mengingat tingkat kepandaiannya.
namun kami berjanji tidak akan membuat gurumu meninggal saat bertarung melawan
kami berdua.
“ucap
sang nenek bermata indah. Wiro anggukan kepalanya
“baiklah
kurasa itu juga sudah cukup…! aku pergi dulu, tolong lindungi aku…” ucap Sang
pendekar sembari secara tibatiba mengecup bibir sang Nenek! Ratu Randang
tampak kelabakan saat dicium oleh Sang Pendekar, sementara itu Wiro setelah
mengecup bibir sang nenek segera hendak melesat namun tangannya tertahan oleh
tangan Kunti Ambiri.
“Curang…
aku kan juga ingin…!” desis sang gadis sembari memandang Wiro dengan Pandangan
merajuk! Wiro tertawa sembari menggaruk kepalanya, namun hanya sebentar
kemudian sang pendekar terlihat menundukan kepalanya lalu mengecup bibir Kunti
Ambiri.
“Aku pergi
sekarang… tolong kalian lindungi aku untuk sementara..” ujar Wiro sembari
berlari menuju dinding keraton.
“Mau
kemana kowe Anak setan…! Jangan lari…!” teriak Sinto Gendeng sembari melepas
pukulan Matahari kearah Wiro.
“Maaf
Eyang…! saat ini aku tidak bisa meladenimu…! nanti saja kalau kau sudah sadar!”
teriak Wiro sambil berjumpalitan menghindari serangan Sinar Matahari yang di
lepas oleh gurunya Sinto Gendeng. Sinar matahari yang dilepas oleh Sinto
Gendeng langsung melabrak sebuah pendapa yang langsung roboh dalam kobaran api!
Sementara itu beberapa saat kemudian Wiro terlihat berlarilari diatas dinding
luar istana. hal ini tentu saja membuat dirinya menjadi sasaran empuk serangan
puluhan senjata rahasia dan berbagai macam pukulan jarak jauh dilontarkan kearah
tubuh sang Pendekar, namun dengan entengnya wiro memapak semua senjata rahasia
yang dilemparkan kearahnya dengan pukulan Dinding Angin Berhembus Tindih
Menindih sementara pukulan jarak jauh yang dilepaskan kearah dirinya hanya
dielakkan kesana kemari menggunakan ilmu silat orang gila! Alhasil sembari
berlari diatas tembok kadangkadang sang pendekar terlihat berjumpalitan, lalu
bertiarap, senggol kiri, senggol kanan melompat, berjongkok lalu meloncat lagi
sembari berlari menghindari derasnya pukulan jarak jauh yang datang membanjir!
“Dasar
pemuda Gila…!” ucap Ratu Randang sembari tersenyum melihat tingkah laku Sang
Pendekar. Tanpa sadar sang nenek mengelus bibirnya yang tadi dikecup oleh Wiro.
“Hemm…
masih sisa berapa yah…” batin sang nenek dalam hati sembari menghitung sisa
jumlah janji kecupannya dengan Wiro.
“Awas
lehermu nek…!” teriak Kunti ambiri memperingatkan Sang Nenek kala dilihatnya
sang nenek tersenyumsenyum sendiri tanpa menyadari kala seorang pemuda yang
mengendarai Jin putih hampir saja berhasil membacokkan goloknya ke leher sang
nenek. Untung saja Kunti ambiri memperingatkannya sehingga sang nenek masih
sempat menunduk dan menyelamatkan diri.
“Terima
kasih Kunti…!” teriak Sang nenek sembari kembali bertempur.
“Mikir
apaan sih…?” sebal Kunti Ambiri dalam hati. Sementara itu Wiro yang terus
berlari seperti orang gila semakin lama semakin mendekati tempat Kumara
Gandamayana dan Raja Mataram Bertarung.
“Paduka
yang mulia…! aku butuh bantuanmu…!” seru Sang Pendekar sembari berlari
menghindari pukulanpukulan jarak jauh yang terus membanjir kearah dirinya.
“Jangan
sekarang Ksatria Panggilan…! Saya lagi sibuk…! Dicatat saja dulu…!” jawab Sang
Raja datar sembari menepuk tubuh seorang kakek kerdil yang berhasil
ditangkapnya dengan tangan raksasanya. Malang nian nasib sang kakek, tubuhnya
langsung gepeng pipih dihempas tepukan tangan raksasa Raja Mataram!
“Kampret
sialan…! apanya yang mau dicatat…?” maki Wiro dalam hati.
“Yang
Mulia! tolong lemparkan aku keatas …! Aku akan coba jatuhkan pemanah diatas
langit sana..!” seru Sang Pendekar sembari menunjuk keangkasa. Raja Mataram pun
memandang keatas dan melihat diatas sana pemuda yang dipanggil oleh Lakarontang
dengan sebutan Saka Gendewa ini tampak kembali merentangkan busurnya!
“Baiklah
Ksatria Panggilan…! cepat lompat kemari…!” seru Sang Raja sementara itu
terlihat Keris Kanjeng Sepuh pelangi berputaran melindungi tubuh Sang Raja dan
Kumara Gandamayana. Wiro yang mendengar teriakan Sri Maharaja Mataram langsung
melompat dari atas tembok kearah Sang Raja. Raja Mataram ini pun langsung
menyambut dengan tangan raksasanya.
“perlahanlahan
yang mulia…!” ucap Wiro kala merasa gamang karena tubuhnya tergenggam oleh
sepasang tangan raksasa milik Raja Mataram!
“Kau siap
ksatria Panggilan…?” ucap raja Mataram pada Wiro yang berada dalam genggaman
tangannya.
“Beluuummm…!
saya belum siap…! Sabar dulu yang muli…AAAAAAAA….!” teriak Wiro keras kala
dirinya yang belum bersiapsiap, secara tibatiba langsung dilempar oleh Raja
Mataram ke angkasa! Tubuh sang pendekar pun dengan cepatnya melejit keangkasa
mengarah kearah Saka Gendewa yang sedang merentangkan tali busurnya! Sementara
itu Saka Gendewa yang kala itu sedang membidik Raja Mataram dibawah sana
terkejut besar kala melihat seseorang berbaju putih dengan kecepatan tinggi
melesat kearahnya! Sang pemuda inipun mengarahkan busurnya dan langsung
menjepretkan tali busurnya kearah Wiro yang melesat kearahnya dengan kecepatan
tinggi! Sementara itu Sang pendekar yang melihat lesatan tiga sinar berwarna
hitam secepatnya melepaskan pukulan Benteng Topan Melanda Samudera dengan
tangan kiri guna memapak tiga buah anak panah yang meluncur deras kearahnya
sementara tangan kanannya yang masih menggenggam pedang langsung melancarkan
jurus terakhir ilmu pedang yang di pelajarinya dari Pendekar Pedang Akhirat
yakni jurus Setan Meratap Malaikat Menangis (Kui Gok Sin Ki). Langit kelam
tibatiba memperdengarkan bunyi guruh dan kilat tampak bersahutan seolaholah
terdengar bagai suarasuara ratapan dan tangisan yang bergantian kala Sang Pendekar
mengeluarkan jurus ini dengan kekuatan penuh! Kehebatan jurus ini pun terbukti
kala mata pedang akhirnya mampu membuat patah busur yang dipegang Saka Gendewa
sekaligus menembus tenggorokan Sang pemuda! namun sayangnya hal ini juga
ditebus cukup mahal oleh Wiro kala Pukulan Benteng Topan Melanda Samudera yang
dilepasnya hanya mampu menangkis dua panah hawa yang dilepas oleh Saka Gendewa
sementara sebuah panah yang tersisa berhasil menembus pukulan Wiro dan
bersarang di pundaknya! Wiro mengeluh kala merasakan panah yang menancap di
pundaknya seakanakan tersedot kedalam tubuhnya.
“Panah
hawa beracun…” desis sang pendekar sembari memegang pundaknya yang terluka
sementara pedangnya tampak terlepas dan jatuh bersamaan dengan luruhnya tubuh
Saka Gendewa dari tunggangannya. Wiro menutup mata dan menggertakan giginya
kala merasakan tangan kiri dan pundaknya terasa lumpuh. Sang Pendekar kemudian
mencoba menotok jalan darah di pangkal pundak dan dadanya guna menghambat
peredaran racun lebih luas namun tubuhnya sontak seakan tak bertenaga.
“Gusti
Allah… aku belum mau mati di tempat ini… aku masih harus menyembuhkan Eyang
Sinto dan membawanya kembali ke Tanah Jawa…
“Desis
Sang Pendekar kala merasakan tubuhnya turut Luruh kebumi dengan derasnya!
“Apakah
riwayatku memang benarbenar sudah ditakdirkan berakhir di tempat ini…? Jika
itu memang kehendakmu, maka aku hanya bisa berserah padaMu Ya Gusti Allah…”
ucap Sang Pendekar pasrah. saat Wiro melesat jatuh dengan derasnya pada
ketinggian ribuan tombak dari permukaan bumi, tibatiba Sang Pendekar merasakan
tubuhnya terhempas pada satu benda lembut. Sang Pendekar membuka mata dan
melihat ternyata ada satu makhluk yang menyambut tubuhnya yang terhempas dengan
menggunakan punggungnya.
“Apa kau
tidak apaapa Pendekar? mari aku bawa kau kebawa sana…!” ucap sang makhluk yang
ternyata bukan lain adalah Jin Putih bermuka rata yang tadinya ditunggangi oleh
Saka Gendewa!
“Terima
kasih…” ujar Wiro sembari menahan Sakit, namun hatinya tak henti mengucapkan
syukur ke hadirat Yang Kuasa
“kau
terluka…! Apakah panah pemuda jahanam itu melukaimu…?” Tanya Sang makhluk Jin.
Wiro hanya menganguk pelan. Tanpa disangka Sang Pendekar, Kepala Makhluk tanpa
wajah tibatiba berputar seratus delapan puluh derajat menghadap wajah Wiro!
Lalu tanpa disangkasangka Jin tersebut langsung mendekatkan wajahnya ke pundak
Wiro yang terluka dan ditempat diwajah sang Jin yang seharusnya terdapat mulut
itu tampak menyedot luka di pundak Wiro!
“Ya
Allah… ternyata kau memang Maha Pengasih dan Maha Penyayang…PertolonganMu
datang selalu dalam bentuk yang tak pernah terduga… Engkau benarbenar Maha
Pemurah…!” batin Wiro dengan mata berkacakaca sembari beristigfar. Selang
beberapa lama kemudian Makhluk tersebut tampak berhenti menyedot dan
memalingkan wajahnya ke arah Sang Pendekar.
“Apakah
masih terasa sakit? Coba kau gerakkan tanganmu…” ucap Sang Makhluk Jin. Wiro
coba gerakkan tangannya dan dia tidak merasa sakit Lagi…! Tubuhnya yang
sebelumnya terasa lemas juga kini sudah kembali bertenaga!
“Kau
telah menolongku..! Kau benarbenar diutus Gusti Allah untuk menolongku…!”
girang Sang Wiro sembari memeluk Tubuh Sang Jin kencang.
“Berpeganganlah
pada tali kekang itu agar kau tidak terjatuh…”ucap Sang Jin sembari melayang
kebawah.
“Tidak…
tidak… kau adalah penolongku… aku tidak akan menyakitimu dengan menggunakan
kekang kendali itu…” ujar Sang Pendekar sembari menggunakan ilmu Menahan Darah
Memindah Jazad untuk melepaskan Kait Baja hitam yang mengait kedua pipi sang
makhluk jin. Terdengar suara seperti tangis menggeru kala Wiro berhasil melepas
kekang kait baja hitam dari wajah Jin Putih Muka Rata.
“Terima
kasih Pendekar… sekarang bersiaplah…! Kita akan segera turun kebawah…” Ucap
Sang Jin anak Buah Sangkala Darupadha pada Wiro yang terlihat berdiri dengan
gagahnya di punggung Sang Jin sembari menatap jauh ke bawah dimana pertarungan
dahsyat masih berlangsung sementara rambut dan pakaiannya terlihat berkibar
kencang ditiup angin subuh Mataram Kuna!
******************
4
Sementara
itu di Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya, Mimba Purana terlihat asyik menimang
Bintang Langit Saptuning Jagat. Bayi dalam guci ini sudah tidak menangis lagi
setelah beberapa saat di timang oleh bocah utusan Dewa ini. Dewi Langit Bunga
tanjung yang melihat kelakuan sang bocah nampak tersenyum sebelum memalingkan
wajahnya kearah Datuk Rao Basaluang Pitu dan yang lainnya.
“Datuk,
tugas kami untuk menjemput Bintang Langit Saptuning Jagat telah kami jalankan,
sebentar lagi kami akan meninggalkan ruangan ini dan kembali ke Istana Langit.
aku hanya menyampaikan pesan dari Junjungan Simpul Agung Para Dewata untuk
kalian agar berhatihati dan berwaspada akan apa yang akan terjadi delapan
Ratus tahun kedepan. oleh karenanya Beliau berharap agar kalian segera
mempersiapkan diri sebaikbaiknya guna menghadapi malapetaka yang mungkin kelak
tidak bisa dihindari…” ucap Sang Dewi lembut.
“Waktu
kalian sangat terbatas, saat ini hawa kejahatan Lakarontang sudah mulai
menancapkan kukunya di Bhumi Mataram. Walaupun kekuatan yang dimilikinya hanya
sampai menjelang mentari terbit namun apa yang bisa dilakukannya pada saat itu
justru akan sangat menentukan tindaktanduknya di masa yang akan datang! Oleh
karena itu nampaknya sudah saatnya bagi kalian untuk segera turun dan membantu
Sri Maharaja Mataram dan kawankawannya menghadapi kejahatan Lakarontang…”
sambung Dewi.
“Kami
mengerti yang mulia Dewi… sekarang juga kami akan segera turun dan membantu
raja mataram…” ucap Datuk Rao Basalaung Pitu seraya memberi menangkupkan tangan
memberi hormat pada Dewi Langit Bunga Tanjung. Dewi Langit Bunga Tanjung
kemudian membalas penghormatan yang di berikan oleh Sang Datuk dengan anggukan
kepala lalu beberapa Saat kemudian tubuhnya dan tubuh Mimba Purana yang sedang
menggendong bayi Bintang Langit Saptuning Jagat nampak melayang naik ke angkasa
menuju langit biru yang terlihat tersibak. Setelah beberapa saat sepeninggal
Dewi Langit Bunga Tanjung dan Mimba Purana, Datuk Rao Basaluang Pitu pandangi
keempat orang yang berdiri di hadapannya.
“Tampaknya
sudah saatnya bagi kita untuk kembali ke Mataram, namun seperti yang kujanjikan
sebelumnya ada beberapa barang yang ingin kuberikan kepada kalian…” ucap Sang
Datuk seraya pandangi keempat orang dihadapannya satu persatu membuat keempat
orang yang dipandang oleh Sang Datuk menjadi serba salah. sang Datuk alihkan
pandangannya kearah Nenek Katai Ning Rakanini sembari mengeruk sesuatu dari
kantung kulit tempat penyimpan saluang yang tergantung di pinggangnya. Beberapa
saat kemudian Sang Datuk menyodorkan tangannya ke arah Sang Nenek membuat Sang
Nenek terperangah! Ternyata di tangan Sang Datuk terlihat Lima Buah Tusuk
Kundai perak yang berkilauan!
“Aku
memberikan Tusuk Kundai Perak Mentari ini padamu Wahai Ning Rakanini… aku harap
kau bisa mempergunakannya sebaik mungkin mengganti tusuk kundai batu merah
milikmu itu…” ucap Sang Datuk Lembut. Nenek Ning Rakanini terlihat tersipu saat
mengambil tusuk Kundai di tangan Sang Datuk. Wajahnya terlihat memerah saat
melepas Tusuk Kundai batu miliknya dan menggantinya dengan Tusuk Kundai Perak
Pemberian Sang Datuk.
“Sebenarnya
apa maksud Sang Datuk memberikan perhiasan ini padaku… apakah dia…?” batin Sang
Nenek seraya berpikir yang bukanbukan! Namun lamunannya terputus saat Datuk
Rao Basaluang Pitu tibatiba melepaskan Tusuk Kundai di kepalanya.
“caranya
bukan begitu…” ujar Sang Datuk lembut semakin membuat merah pipi Sang Nenek
sementara Arwah Ketua terlihat mendehemdehem membuat Sang Nenek menjadi
jengkel.
“Caranya
pakainya bukan begitu melainkan begini…!” ucap Sang Datuk tibatiba sembari
menancapkan kelima tusuk Kundai Perak ke batok kepala Sang Nenek! Sang Nenek
menjerit keras saat kelima tusuk kundai melesat dan menancap di batok
kepalanya! Arwah Ketua, Resi Kali Jagat Ampusena dan Lor Pengging Jumena pun
terhenyak tak menyangka akan apa yang dilakukan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu!
Sementara itu nenek Ning Rakanini pandangi Datuk Rao Basaluang Pitu dengan mata
melotot! Perlahanlahan dirabanya tusuk kundai perak yang menancap dikepalanya,
terasa kepalanya yang biasanya berat kini benarbenar terasa ringan! Hawa sejuk
dingin terasa berputar disekujur tubuhnya!
“Tusuk
Kundai itu bukan tusuk kundai biasa, dengan menancapkan Kelima tusuk Kundai
Perak Mentari langsung dikepalamu hal itu akan memperlancar seluruh jalan darah
dan menambah tenaga dalammu… disamping itu Tusuk Kundai itu juga merupakan
senjata yang sangat ampuh dan berbahaya… aku harap kau bisa menggunakan
sebaikbaiknya…”ucap Sang Datuk sembari tersenyum. Nenek Ning Rakanini langsung
berlutut di kaki Sang Datuk kala mendengar ucapan Sang Datuk tersebut.
“Saya
mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Datuk…” ucap Sang Nenek
sembari berlutut. Sementara Sang Datuk terlihat tertawa pelan sembari
membangunkan Sang Nenek.
“bangunlah…
tusuk Kundai itu memang sudah ditakdirkan untukmu dan mereka yang nanti akan
menjadi penerusmu… dimasa depan nanti Tusuk Kundai itu akan menjadi milik
seorang tokoh kosen yang amat disegani di dunia persilatan, jadi aku sungguh
berharap kau mau berjanji tidak akan menghilangkan Tusuk Kundai itu walau hanya
sebuah…” ucap sang Datuk yang langsung dibalas anggukan oleh Sang Nenek.
“Saya
berjanji Datuk… saya akan menjaga baikbaik Tusuk Kundai ini dan akan
menurunkannya kepada para penerus saya nantinya…” ucap Sang Nenek yang dibalas
anggukan oleh sang Datuk.
Sang
Datuk kemudian terlihat mengambil sesuatu lagi dari dalam kantung kulitnya,
setelah tangannya keluar nampaklah bahwa barang yang berada di tangan sang
datuk adalah sepucuk bibit pohon beringin.
“Terimalah
bibit Beringin Dewa ini untuk mengganti pohon beringin yang terbakar habis di
candi kediamanmu…” ucap Sang Datuk sembari menyerahkan bibit Beringin Dewa
tersebut kepada Ning Rakanini yang langsung disambut oleh Sang Nenek.
“Aku
masih ada permintaan untukmu… jika kau sempat aku harap kau mau mengambil Sisa
beringin yang terbakar di tempatmu lalu membuatnya menjadi sebuah Papan Nisan
Kayu Hitam! Setelah itu kuburkanlah Papan Nisan Hitam itu di Pegunungan Iyang
dan biarlah papan nisan itu bersemayam disana hingga suatu hari nanti akan ada
orang yang mengambilnya…” ucap Sang Datuk yang dibalas dengan Anggukan oleh
Ning Rakanini walaupun Sang nenek sebenarnya tak mengerti apa tujuan Sang Datuk
menyuruhnya melakukan hal tersebut. Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian memandang
kearah Lor Pengging Jumena seraya berucap sesuatu yang membuat semua orang yang
ada disitu melengak kaget.
“Lor
Pengging Jumena… apakah kau keberatan kalau aku meminta sepasang bola matamu…?”
Resi Kali Jagat Ampusena dan Arwah Ketua saling pandang bahkan Ning Rakanini
nampak mengkirik ngeri! Sementara itu Lor Pengging Jumena hanya nampak termangu
sesaat sebelum akhirnya tertawa panjang.
“Sebelum
bertemu Datuk, tubuh ku ini hanya berupa jerangkong dengan tengkorak kosong
melompong! Dengan alunan Tembang Mulih Smaradhana milik Datuk akhirnya aku bisa
mendapatkan tubuhku yang sempurna kembali, kalau kini Datuk meminta sepasang
bola Mataku rasanya juga bukan masalah besar…!” ucap Lor Pengging Jumena
sembari menggerakan kedua tangannya cepat kearah mata! Sesaat kemudian
nampaklah sepasang Biji Bola Mata diatas telapak tangannya! Datuk Rao Basaluang
Pitu tersenyum melihat sepasang Bola Mata Di tangan Lor Pengging Jumena. Sang
Datuk pun kemudian terlihat mengambil sepasang bola mata tersebut.
diperhatikannya sepasang bola mata tersebut dengan seksama, lalu terlihat Sang
Datuk mengusap Lembut kedua Bola Mata tersebut dan tampaklah bahwa kedua bola
mata tersebut kini sudah tidak memiliki manik mata! Sang Datuk kemudian
terlihat mengambil sesuatu dari dalam kantung kulitnya yang ternyata berupa dua
helai daun tembus pandang yang tampak mengeluarkan sinar terang! dua daun itu
kemudian ditempelkan diatas sepasang bola mata tersebut! Lalu keanehan terjadi,
sepasang daun tersebut kemudian terlihat mengeluarkan asap tipis dan langsung
lumer kedalam dua bola mata di tangan Sang Datuk! Datuk Rao Basaluang Pitu
kemudian terlihat mendekat kearah Lor Pengging Jumena dan memasangkan sepasang
bola mata Lor Pengging Jumena kembali keasalnya maka nampaklah kalau kini Lor
Pengging Jumena memiliki sepasang mata berwarna Putih! Lor Pengging Jumena
pandangi kesekelilingnya dengan pandangan aneh. Ada sesuatu yang lain dirasakan
di dalam dirinya, sesuatu yang membuat dirinya seakan terlahir kembali!
beberapa saat kemudian Lor Pengging Jumena pun tampak berlutut di hadapan Datuk
Rao Basaluang Pitu.
“Aku tahu
apa yang kau rasakan Wahai Lor Pengging, kau kini memang sudah tidak dapat
melihat lagi dengan sepasang matamu, namun tentunya kau kini bisa merasakan
mata lain yang jauh lebih terang dalam dirimu yakni mata hatimu bukan…?” tanya
Datuk Rao yang dibalas dengan anggukan oleh Lor Pengging Jumena.
“ketahuilah
bahwa sepasang daun yang kumasukan kedalam sepasang bola matamu adalah Daun
Pohon Sastra Langit, satusatunya pohon yang tumbuh di Pelataran langit yang
selalu disiram oleh para Dewa dan Dewi dengan sari pengetahuan dan lintang
kebajikan… kini dengan sepasang matamu itu kau akan mengembara ke seluruh
pelosok negeri dan menyingkap segala tabir serta membaca pertanda yang terbaca
dilangit dan tertiup hembusan Alam… dengan kemampuanmu itu kau akan banyak
menolong mereka yang tersesat dan mereka yang membutuhkan petunjuk dan
nasehat…” ucap Datuk Rao seraya membangunkan Lor Pengging Jumena.
“Seperti
halnya Ning Rakanini, kau pun harus berjanji untuk menurunkan sepasang matamu
itu pada penerusmu tepat sesaat penerusmu itu dilahirkan… biarlah nantinya para
penerusmu akan menjalani hidup dengan mata tertutup namun hati terbuka…” ujar
Sang Datuk kembali.
“Saya
berjanji Datuk apa yang Datuk ucapkan akan saya lakukan dan taati…”ucap Lor
Pengging Jumena seraya membungkuk memberi hormat.
“Satu hal
lagi… untuk selanjutnya hidupmu dan para penerusmu harus kau abdikan dalam
pengembaraan… kau Akan hidup dengan mengemis dan memintaminta… biarpun
nantinya kau akan selalu dicaci dan dimaki tapi kau akan selalu memberikan
petunjuk dan wejangan bagi mereka yang membutuhkan. Biarlah hanya untuk mereka
yang sudi berkorban dan berusaha mencari tahu akan segala pengetahuan yang
mereka butuhkan sajalah yang akan menemukanmu! Oleh karenanya mulai hari ini
kau tidak usah lagi menggunakan Nama Lor Pengging Jumena… biarlah nanti sampai
seterusnya orangorang akan memanggilmu dan para penerusmu dengan panggilan Si
Segala Tahu…!”
******************
5
Sang
Datuk kemudian kembali mengambil sesuatu dari dalam kantung kulitnya dan ajaib!
Dari kantung kulit sekecil itu kemudian keluar sebuah Caping bambu, sebuah
tongkat butut, sebuah kaleng rombeng dan sebuah kitab kumal. Entah dengan cara
apa Datuk Rao Basaluang Pitu mampu membuat Kantung kecil itu mampu mengisi
berbagai barang dengan ukuran yang bahkan jauh lebih besar dari mulut Kantung
kulit tersebut. Caping bambu tersebut kemudian dipasangkan ke kepala Lor
Pengging Jumena sementara tongkat dan kaleng rombeng di dipasangkan oleh Datuk
Rao Basaluang Pitu ke tangan kiri serta kitab kumal ke tangan kanan Sang Kakek
yang mempunyai Nama baru yakni Si Segala Tahu.
“Caping
ini hanyalah caping biasa, tongkat dan kaleng rombeng ini juga hanyalah tongkat
dan kaleng rombeng biasa sementara kitab kumal ini juga hanyalah sebuah kitab
tembang dan senandung biasa… dengan barangbarang inilah kau dan para penerusmu
nantinya mengembara dan memberikan petunjuk dan wejangan bagi mereka yang
membutuhkan…” sambung Datuk Rao Basaluang Pitu. Si Segala Tahu mengelus caping
dikepalanya lalu kemudian turun mengelus tongkat bututnya, setelah itu Sang
kakek menggoyanggoyangkan kaleng ditangannya yang langsung mengeluarkan suara
keras! saat Sang kakek meraba kitab kumal ditangan kirinya tibatiba dirasanya
hurufhuruf timbul keluar dari sampul luar kulit tersebut, tidak sampai disitu
Sang Kakek kemudian membuka halamanhalaman didalam buku dan merasakan hal yang
sama saat hurufhuruf Jawa Kuna terasa muncul sehingga bisa diraba dan dibaca
oleh Sang Kakek.
“Aksara
Kidung Langgeng Smaradhana…!” desis Si Segala Tahu dengan tubuh bergetar dan
kembali jatuhkan lutut yang langsung disambut oleh Datuk Rao.
“Bangunlah…”
ucap Datuk Rao seraya membangunkan Si Segala Tahu. Si Segala Tahu nampak
menyusutkan air mata penuh keharuan karena tahu bahwa Aksara Kidung Langgeng
Smaradhana merupakan satu kitab yang amat langka yang sangat sulit dicari
tandingannya! Walaupun hanya berisi beberapa buah tembang dan senandung namun
keampuhannya bisa dilihat kala isi kitab itu digunakan oleh Datuk Rao Basaluang
Pitu saat menghadapi barisan makhluk api dan saat mengobati Ning Rakanini,
Arwah Ketua dan dirinya sendiri saat terluka. (silahkan baca episode: Si
Pengumpul Bangkai) Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian alihkan pandangannya ke
arah Arwah Ketua! Arwah Ketua yang tahu urusan langsung saja dingin tengkuknya!
“Tidak
Datuk… terima kasih sebelumnya, tapi saya belum butuh apaapa…! Saya masih
belum mau buta…! Saya juga gak bakalan lebih cakep kalau kepala saya ditancepin
tusuk Konde…!
“Ucap
Arwah Ketua sembari memegangi kepalanya yang Plontos! Hal ini membuat Ning
Rakanini dan Si Segala Tahu tertawa lepas. Datuk Rao Basaluang Pitu pun hanya
tersenyum melihat tingkah Arwah Ketua.
“Aku
tidak akan mencongkel matamu ataupun menancapkan tusuk kundai ke kapalamu Arwah
Ketua! jadi legakanlah hatimu… aku hanya ingin menitipkan sesuatu padamu…” ucap
Sang Datuk kembali seraya kembali mengeruk kedalam kantung kulitnya yang ajaib
dan saat tangan sang datuk keluar dari dalam kantung terlihat sebuah kitab
ditangan Sang Datuk, namun yang membuat semua orang tercengang adalah diatas
kitab tersebut tampak bergelung dua ekor naga bersisik kuning! Dua ekor Naga
tersebut berukuran sangat kecil! Hampir menyerupai anak belut namun sosoknya
yang bertanduk dan mempunyai sepasang kaki menegaskan bahwa dua ekor makhluk
yang bergelung itu sama sekali bukan anak belut melainkan sepasang Naga Yang sesungguhnya!
“Kitab
ini adalah sebuah kitab yang bernama Kitab Wasiat Malaikat! Bersama kitab ini
aku sertakan juga sepasang Naga Kuning kecil. Seekor Naga akan kuberikan
kepadamu sedangkan naga satunya beserta Kitab Wasiat Malaikat kuharap bisa kau
jaga untuk sementara waktu sebelum nantinya kau serahkan pada seseorang didasar
Telaga Gajahmungkur…” Arwah Ketua pun mengambil Kitab dan Naga sembari
menghembuskan Nafas Lega.
“Untung
Datuk tidak meminta mataku atau menancapkan tusuk kundai ke kepalaku” ucap Sang
Kakek namun tibatiba Sang Kakek merasakan sesuatu keanehan kala Sepasang Naga
dan kitab berada dalam genggamannya. Sang Kakek merasakan satu hawa panas silih
berganti dengan hawa dingin sejuk berputaran di dalam tubuhnya! Sang kakek
berlonjak kegirangan! Sang kakek tahu kalau saat itu tenaga dalamnya juga telah
bertambah seperti halnya tenaga dalam Ning Rakanini dan Si Segala Tahu.
“terimakasih
Datuk…! terimakasih…!
“seru
Sang Kakek sembari tertawa riang namun beberapa saat kemudian tawanya hilang
seakan direnggut setan kala merasa suatu keanehan terjadi pada tubuhnya sebelah
bawah lalu… seeerrrr… tanpa bisa ditahan oleh sang empunya barang, Sang Kakek
tanpa sadar mengeluarkan air kencing dicelana!
“Datuk…!
apa yang terjadi…! kenapa aku tidak bisa menahan… anu… itu… Moncor terus…!
Ampuuun…!” kaget Arwah Ketua sampai terbatabata sembari mendekap bagian bawah
celananya yang mulai basah! Melihat hal ini Nenek Katai Ning Rakanini dan Si
Segala Tahu tertawa terpingkalpingkal! Datuk Rao Basaluang Pitu hanya bisa
menggelengkan kepalanya.
“Seharusnya
hal itu tidak terjadi jika saja pikiranmu tidak terpecah saat kau memegang
Kitab dan Sepasang Naga itu…” desah Sang Datuk.
“Jadi
bagaimana ini Datuk…?” ucap Arwah Ketua dengan pandangan memelas dan
terusterusan mendekap bagian bawah perutnya.
“Tampaknya
ini memang sudah suratan takdirmu wahai Arwah Ketua… penyakitmu ini tampaknya
akan terus serta bersamamu hingga nantinya kau teruskan pada penerusmu…”
sambung Datuk Rao Basaluang Pitu. Datuk Rao Basaluang Pitu hendak melanjutkan
ucapnnya namun terputus saat satu suara terdengar berucap
“Dan
untuk seterusnya kau serta para penerusmu akan dipanggil orang dengan sebutan…”
Si Segala Tahu terdengar menyeletuk tibatiba.
“Arwah
Ngompol…!” seru Nenek Ning Rakanini dan Si Segala Tahu kompak membuat Arwah
Ketua keki dan langsung memeperkan kedua tangannya yang basah kuyup karena air
kencing kearah mereka berdua! Hal ini tentu saja membuat Ning Rakanini dan Si
Segala Tahu memaki panjang pendek. Datuk Rao hanya tertawa lepas melihat
kelakuan mereka bertiga. Setelah itu Datuk Rao Basaluang Pitu kini memalingkan
wajah kearah Resi Kali Jagat Ampusena lalu berucap lembut.
“
Ampusena, mungkin dari semua amanat yang kutitipkan, amanatmu lah yang paling
berat…” ucap Sang Datuk seraya memandang Resi Kali Jagat Ampusena. Sang Resi
pun mnejura hormat sembari berucap
“walaupun
sesungguhnya diri saya amat menyadari rendahnya kepandaian yang saya miliki,
namun adalah suatu anugerah yang besar bagi saya jika mendapatkan amanat dari
Datuk, seberapa besarnya amanat yang Datuk titipkan ke pundak saya akan saya
terima dan jalankan sebaik mungkin…” Sang Datuk tersenyum cerah mendengar
ucapan Sang Resi.
“Ucapanmu
menandakan kerendahan hatimu dan aku sangat senang mendengarnya Wahai Ampusena.
Tinggi Ilmu tidaklah berarti jika dibarengi dengan Tinggi Hati, hanya
kerendahan hati dan keluhuran budi yang mampu membawa manusia ke Jalan menuju
Swargaloka…” ucap Datuk Rao Basaluang Pitu. Sang Datuk kemudian terlihat
mengambil kembali sesuatu dari dalam kantung kulit ajaibnya, saat tangan Sang
Datuk keluar terlihatlah sebuah kitab dalam genggamannya. Kitab itupun langsung
diberikan oleh Sang Datuk kepada Resi Kali Jagat Ampusena.
“Ampusena,
kitab dalam genggamanmu adalah Kitab yang bernama Kitab Jagat Pusaka Dewa… kitab
ini adalah satu kitab dari dua buah kitab yang nantinya akan menentukan nasib
umat manusia di tanah Jawa Delapan Ratus Tahun kedepan. untuk saat ini aku
ingin kau menyimpannya sebaik mungkin. sampai pada masa sepuluh tahun kedepan
carilah seorang bayi yang baru lahir di daerah selatan Trowulan. Bayi tersebut
terlahir dengan Nama Manik Aryana dan memiliki rembang tanda lahir berbentuk
Bintang Yang Dilingkari Sepasang Naga Di Atas Tengkuknya. Perlu kau ketahui
bayi bernama Manik Aryana tersebut pada dasarnya adalah anak yang akan menjadi
ketitisan dari Bintang Langit Saptuning Jagat! Karena kau rupanya berjodoh
dengan bayi itu, maka kau harus mengangkatnya menjadi murid! Berikanlah dia
makanan rohani dan pelajaran akan hidup! Lalu bersamasama dengan muridmu itu
pergilah dan lakukanlah perjalanan menuju sebuah Padang Pasir bernama Padang
Pasir Thar di barat Laut India. temukanlah sebuah Goa ditengah padang pasir
tersebut yang diberi nama Goa Binaker lalu berikanlah Kitab Jagat Pusaka Dewa
yang kau miliki tersebut kepada sesorang Resi yang menanti disana… setelah itu
berjalanlah terus ke arah utara menuju Tanah Arab, Tanah seribu gurun, ke tanah
orangorang berjubah dan bersorban putih. Sesampainya disana tempalah dirimu
dan muridmu disana dengan segala bentuk kebajikan dan ilmu pengetahuan… serta
temukanlah kebenaran hidup yang hakiki di bawah naungan batu Hajar
Aswad…!”Tutup Datuk Rao Basaluang Pitu. Yang dibalas anggukkan dan salam hormat
Resi Kali Jagat Ampusena. Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian pandangi keempat
orang dihadapannya.
“Sebelumnya
aku meminta kalian untuk berpegangan tangan selama berada di Dalam Ruang Tanpa
Batas Tanpa Daya namun mungkin kalian tidak menyadari kalau kalian sudah tidak
berpegangan tangan lagi…” ucap sang datuk yang membuat semua yang ada baru
menyadari hal tersebut.
“Hal ini
dapat terjadi karena masingmasing dari kalian telah memegang barang yang
merupakan bagian dari milik istana langit. Dengan memiliki barang pusaka istana
langit kalian tidak akan tersesat lagi dan bisa menginjakkan kaki ke ruangan
ini kapanpun kalian inginkan…” sambung Sang Datuk.
“Kini
rasanya sudah waktunya untuk kembali… tampaknya…” Ucapan Sang Datuk terputus
kala terasa satu goncangan keras terjadi di tempat itu! Pemandangan awan dan
langit biru tibatiba berubah menjadi gelap kala satu getaran keras kembali
melanda Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya! sesungguhnya apa yang sedang terjadi?
ternyata di luar Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya sedang terjadi pertempuran seru!
Satu Sosok Kelelawar Raksasa nampak menyerang Datuk Rao Pangeran Peto Alam
dengan Dahsyatnya! Binatang peliharaan Datuk Rao Basaluang Pitu ini
mengeluarkan lenguhan keras sembari melancarkan tendangan berulang kali kearah
kelelawar besar yang menyerangnya dengan gencar! Dirinya benarbenar kerepotan
menghadapi makhluk bersayap tersebut karena kedua tangannya dipakai untuk
memanggul bola lingkaran Saluang dipundaknya! Sementara itu Makhluk bersayap
ini juga tidak datang sendiri, bersama dengannya turut serta ratusan makhluk
berjubah dan berwajah hitam dan putih yang secara bergerumbul menghantam bola
lingkaran Saluang yang sedang dipikul oleh Datuk Rao Pangeran Peto Alam! Hal
inilah rupanya yang menyebabkan guncangan keras dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa
Daya!
“Kembalikan
Bayi Pemimpin Kami…!” bentak Kelelawar raksasa sembari menyerang Datuk Rao
Pangeran Peto Alam dengan sepasang cakar dan taringnya. sementara itu di dalam
Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya Ning Rakanini nampak memegang tangan Si Segala
Tahu erat sementara Datuk Rao Basaluang Pitu mengkerutkan keningnya kala
merasakan getaran yang melanda tempat itu.
“Ada
kekuatan yang mencoba untuk mendobrak masuk ke dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa
Daya…” ucap Sang Datuk membuat mereka yang berada dalam ruangan tersebut saling
berpandangan. Saat getaran ketiga kembali melanda Sang Datuk terlihat berseru
keras.
“Wahai
Tujuh Saluang Dewa…! Harap tunjukkan jalan bagi diriku dan kerabatku untuk
keluar dari Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya…!” begitu ucapan Sang Datuk selesai
tedengar kembali suara alunan kidung yang berasal dari ketujuh Saluang Dewa
yang berputar keras.
“bersiapsiaplah…!”
seru Sang Datuk kala melihat putaran Saluang semakin melambat dan kala Putaran
Ketujuh Saluang akhirnya berhenti Sang Datuk yang kala itu melayang diatas
langit bersama keempat orang lainnya kontan jatuh menderu kebawah! Ning
Rakanini perdengarkan suara teriakan ngeri kala melihat dirinya lolos ke bawah
sementara itu Datuk Rao Basaluang Pitu perlihatkan satu gerakan indah kala
merasakan tubuhnya merosot kebawah. Sang Datuk terlihat melenting keatas
sembari menginjak dua buah saluang yang sedang berputar tak menentu sementara
tangannya meraih sebuah Saluang lainnya yang melesat tak jauh dari dirinya.
Sesaat kemudian terlihat Sang datuk memainkan sebuah kidung dengan saluangnya
sembari berdiri diatas dua buah Saluang lain yang berputar kencang! Empat sinar
beraneka warna yang terpancar dari empat buah saluang kemudian nampak bergerak
mengejar empat tubuh yang merosot kebawah! Nenek Katai Ning Rakanini tibatiba
hentikan teriakannya kala dirasa tubuhnya tidak lagi merosot kebawah, saat
diperhatikannya ternyata dirinya saat itu sedang diputari oleh sebuah saluang
berwarna kuning.
Saluang
tersebut berputar kencang di sepanjang pinggangnya dan rupanya hal inilah yang
membuat dirinya dapat melayang diangkasa. Saat Ning Rakanini menengok keadaan
ketiga rekannya ternyata merekapun mengalami hal yang sama yaitu dikelilingi
oleh masing masing sebuah Saluang sehingga mampu melayang dan tidak terjatuh
kebawah!
“Bukan
main…!” desis Sang Nenek mengagumi kesaktian Saluang Dewa milik Datuk Rao
Basaluang Pitu. Saat dirinya memandang keatas matanya langsung melebar
terkagumkagum! Bagaimana tidak, saat itu dilihatnya Datuk Rao Basaluang Pitu
tampak berdiri gagah diatas sepasang Saluang yang berputar kencang dibawah
telapak kakinya, sementara tubuhnya terlihat berputar mengelilingi kawanan
Kelelawar Raksasa dan gerombolan Ratusan Jin Pengawal HitamPutih sembari
memainkan saluangnya! Rambut dan Janggut putih Sang Datuk nampak menjelajela
tertiup angin kala Sang Datuk dengan tubuh berputarputar laksana gasing
kembali mengeluarkan kehebatannya memainkan Sebuah Tembang dari Kitab Aksara
Kidung Langgeng Smaradhana! Kelelawar Raksasa dan Ratusan Jin HitamPutih
Pengawal Istana Atap Langit nampak diam membeku tersirap satu kekuatan dahsyat
kala mendengar bunyi tembang yang keluar dari Saluang yang dimainkan oleh Datuk
Rao Basaluang Pitu!
******************
6
Lakarontang
pandangi langit Mataram di ufuk timur dengan perasaan gelisah. Semburat merah
kini nampak mulai menghiasi malam yang kelam sementara di kejauhan kokok ayam
jantan terdengar bersahutan membuat resah hati Jenazah Simpanan. Sementara itu
pertempuran semakin lama berlangsung semakin dahsyat! Nampak Ratu Randang,
Kunti Ambiri dan Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala bertempur
habishabisan dengan menggunakan seluruh kemampuan yang mereka punyai.
Sementara itu Kakek Kumara Gandamayana nampak bersandar di satu pecahan pilar
penyangga keraton. Nafas Sang Kakek sudah terlihat tak beraturan akibat luka
bacokan dipunggungnya, namun Sang Kakek nampaknya belum mau berniat untuk
menyerah! Walaupun dalam keadaan seperti itu Sang kakek masih terlihat
memainkan Sorban Panjangnya guna menghadapi seranganserangan yang ditujukan
pada Raja Mataram. Perlawanan yang diperlihatkan keempat orang ini benarbenar
menakjubkan dan diluar perkiraan Jenazah Simpanan! Ratu Randang dan Kunti
Ambiri yang masingmasing sebenarnya sudah terluka cukup parah nampak tidak
mengundurkan serangan mereka terhadap banjir serangan yang datang dari Laskar
Lakarontang, sementara itu Raja Mataram terus terlihat mengamuk hebat
menggunakan sepasang tangannya yang berukuran raksasa! Setiap kali ada musuh
yang mendekat pasti langsung dilumatnya dengan sepasang tangannya itu sementara
pukulanpukulan jarak jauh yang dilancarkan kearahnya selalu dipatahkan oleh
Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang selalu berkelebat melindungi Sri Maharaja Mataram!
Lakarontang benarbenar geram! Apalagi saat dilihatnya beberapa orang anak buah
Raja Jin hutan Roban yang terlepas dari kendali mayatmayat hidup peliharaannya
juga bertempur membantu rombongan Raja Mataram guna membantu melepaskan
rekanrekannya yang dijadikan budak tunggangan laskar Jenazah Simpanan! Apa
yang diperbuat oleh keempat orang itu mengingatkan Lakarontang akan penyerbuan
keempat kepala negeri yang pada saat itu nyaris saja membuatnya terbunuh!
perlawanan yang diberikan oleh Sri Maharaja mataram dan kawankawannya
benarbenar serupa dengan perlawanan yang ditunjukkan oleh Lanawi, Lakawung,
Hantu Labatu Rengkah dan Luh Pingkan Matindas kala menghadapi barisan mayat
hidupnya beberapa ratus tahun lalu di Hutan Lasesatbuntu! Kenyataan ini membuat
Lakarontang marah! Dengan amarah yang meluapluap Lakarontang kemudian memimpin
puluhan laskarnya yang tersisa guna masuk ke gelanggang pertempuran!
“Bunuh…!
Bunuh mereka semua…! Segarkan tubuh kalian dengan bermandikan darah Raja
Mataram dan kawankawannya! Jangan sisakan setetes pun darah mereka mengalir di
tanah Mataram!” teriak Lakarontang keras. Maka melesatlah Ratusan orang yang
menunggangi Jin Putih Muka Rata kearah Raja Mataram dan rombongannya dengan
Lakarontang yang menggunakan tubuh Sangkala Darupadha sebagai pimpinannya! Raja
Mataram dan rombongannya dan mengeluh dalam hati melihat gelombang serangan
yang datang. Sementara itu Lakarontang kali ini tidak mau berpangku tangan!
Walaupun sebagian besar kepandaiannya masih terkunci, namun setelah menghisap
seluruh saripati dan inti tenaga Bocah Dirga Purana maka Makhluk satu ini
memiliki cukup tenaga untuk melakukan seranganserangan yang sangat mematikan
walaupun tak sehebat kemampuannya yang sesungguhnya! Lakarontang nampak
menggerakkan kepalanya dan dari lubang di matanya melesat sepasang sinar
berbentuk kilat hitam menggidikan yang menghamparkan hawa panas! Sesaat lagi
sinar kilat hitam akan melabrak tubuh Ratu Randang dan yang lainnya tibatiba
dari kegelapan melesat satu bayangan yang langsung memapas sinar kilat hitam
dengan kedua tangannya! dan ajaib! kedua tangan jenjang mulus tersebut terlihat
memutarmutar pukulan kilat lakarontang dan kemudian membalikannya kearah
laskar Lakarontang yang menyerbu bersamaan!
“Hik..Hik..Hik..
Petir Hitam yang nakal…! kalau masih ada lagi aku masih ingin bermainmain!”
ucap seorang gadis yang berdiri tegak di hadapan Kunti Ambiri dan yang lainnya.
“Jaka
Pesolek…! dari mana saja kau…?” bentak Kunti Ambiri kesal. Gadis yang ternyata
adalah Jaka Pesolek Penangkap Petir ini hanya tersenyum saat dibentak oleh Dewi
Ular.
“Maafkan
aku kawankawan, aku ada sedikit urusan jadi datang sedikit terlambat…
ngomongngomong dimana gerangan Wiro? kenapa aku tidak melihatnya ya..? ucap
sang gadis sambil celingukan kiri kanan. ‘Wiro ada diatas sana..!” dengus Kunti
Ambiri sebal sembari menunjuk keangkasa dimana pada saat terlihat di kejauhan
Sang Pendekar sedang turun dengan mengendarai Jin Putih Muka Rata. Sementara
itu di sisi lain Lakarontang benarbenar murka! Tak disangkanya akan ada orang
yang bisa memapas dan mengembalikan sinar Bara Moksa Geni yang dimilikinya
bagaikan sebuah permainan saja! Sang jenazah Simpanan menggeram keras dan
kembali melancarkan pukulanpukulan jarak jauh berupa sinarsinar hitam kearah
Rombongan Raja Mataram.
“Hantu
Bara Kaliatus…! Dirga Purana…! Lakukan tugas kalian!” bentak lakarontang
sembari terus melepaskan pukulan Bara Moksa Geni dengan gencarnya! Melihat hal
ini Ratu Randang, Kunti Ambiri beserta Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala langsung melepaskan Pukulan jarak jauh masingmasing untuk menghadang
datangnya Pukulan Lakarontang! Kunti Ambiri terlihat melepaskan Pukulan sakti
berwarna hitam yang diberikan oleh Ratu Ular Kepadanya yakni Pukulan Kobra
Karang Penghancur Tulang. Sementara Ratu Randang melepaskan Pukulan berwarna
Kuning yang dinamakan Jagat Semu Pelepas Nyawa. tak ketinggalan ketinggalan Sri
Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala menggerakkan kedua tangannya
yang berukuran raksasa guna melepas sebuah pukulan yang bernama Dewa Kembar
Membalik Gunung! Satu sinar berwarna hijau kebiruan melesat disertai suara
guruh laksana gunung meledak! Ketiga larik pukulan ini dengan deras meluncur
kearah pukulanpukulan Bara Moksa Geni yang dilancarkan Lakarontang! Namun
ketiga orang ini terhenyak kala tibatiba berkelebat satu bayangan yang
langsung menggulung ketiga sinar pukulan menjadi satu!
“Jaka
Pesolek…! Kau sudah gila! Apa yang kau Lakukan..?” jerit Kunti Ambiri melihat
tingkah Jaka Pesolek yang menggulung tiga sinar pukulan! Semua tidak mengerti
apa yang dilakukan gadis yang bisa laki dan bisa perempuan ini, namun mereka
semua terperangah kala gabungan pukulan yang digulung oleh Sang Gadis kembali
dilepaskan dalam bentuk yang maha dahsyat! Satu sinar berukuran raksasa dengan warna
gabungan hitam kuning dan biru kehijauan melabrak serangan sinarsinar Bara
Moksa Geni yang dilancarkan Lakarontang dan terus menghantam tubuh Sangkala
Darupadha! Satu Dentuman yang amat besar kini terdengar membahana melebihi
suarasuara dentuman sebelumnya! Jaka Pesolek terjengkang keras kearah Kunti
Ambiri! Sepasang tangan sang gadis terlihat bergetar keras!
“Kau
benarbenar gila Jaka Pesolek…!” jengkel Kunti Ambiri melihat kenekatan Sang
Gadis. Sementara gadis dalam pelukannya hanya tertawa ringan. Apa yang
dilakukan Sang Gadis memang benarbenar mengagetkan sekaligus membuat orang
terkagumkagum! kepandaian menangkap sinar pukulan dan menggulungnya menjadi
satu memang didunia ini tidak ada yang bisa melakukan selain Jaka Pesolek
Penangkap Petir! dan yang lebih mencengangkan lagi adalah kenyataan bahwa gadis
ini tidak memiliki tenaga dalam maupun kepandaian lain selain gerakannya yang
cepat dan kemampuannya menangkap petir! Ratu Randang berjalan mendekati Jaka
Pesolek dan berucap.
“Heran
baru hari ini kau bertindak benar… aku jadi salut padamu…” ucap Ratu Randang
sembari menepuk kening sang gadis. Namun baru saja Ratu Randang hendak
menyambung perkataannya tibatiba mereka dikejutkan oleh teriakan Raja Mataram
saat dari dalam tanah tibatiba menyembul sepasang tangan yang langsung menarik
tubuh Sang Raja Kedalam tanah! Raja Mataram terdengar membentak keras dan
berusaha melepaskan cengkraman yang membelit kakinya namun usahanya siasia
saat satu sentakan membuat tubuhnya amblas kedalam tanah! Kumara Gandamayana
yang berada paling dekat dengan Raja Mataram tidak bisa melakukan apaapa
karena sekujur tubuhnya terasa lemas akibat kehilangan banyak darah karena luka
di punggungnya. Sang kakek hanya bisa mengerang Kala melihat Raja Mataram
hilang amblas ke dalam Tanah! sementara itu apa yang terjadi dibawah sana semua
bisa dilihat dengan jelas oleh Wiro. Sang Pendekar benarbenar khawatir akan
keselamatan Raja Mataram sekaligus keselamatan para sahabatnya dibawah sana.
Sang Pendekar pun kemudian memutuskan untuk melompat terjun kebawah! Saat Sang
Pendekar sudah membulatkan tekadnya, tibatiba didengarnya satu suara berseru
diatas kepalanya.
“Yang
Mulia Pimpinan…! kami datang membantumu…!” Wiro memandang kearah atas lalu
berseru girang.
“Kelelawar
Hantu… kau datang disaat yang tepat…! aku memang membutuhkanmu!” ucap Sang
Pendekar kala melihat diatas kepalanya sesosok kelawar raksasa turun beserta
ratusan Makhluk berjubah dan bermuka hitam dan putih. Sang pendekar juga
melihat empat orang yang tak dikenalnya datang bersama makhluk yang dikenalnya
sebagai Arwah Ketua melayang bersama dengan makhlukmakhluk yang dikenal Wiro
Sebagai para Penjaga Istana Atap Langit. karena tidak memiliki waktu lagi, Sang
Pendekar berkata selekasnya.
“Kelelawar
Hantu sahabatku… aku minta tolong padamu dan para pengawal untuk membantu empat
orang dibawah sana! Aku masih harus menyelamatkan Raja Mataram, karenanya aku
benarbenar membutuhkan bantuanmu!” ucap Sang Pendekar sembari melompat dari
Punggung Jin tunggangannya!
“Terima
kasih atas tumpangannya…! Dan terima kasih juga kau sudah mengobatiku…!”Seru
sang pendekar pada jin tunggangannya sembari melesat ke bawah. Sementara itu
Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Jaka Pesolek yang sedang sibuk bertarung
berteriak ngeri kala melihat Wiro melompat dari punggung Jin putih muka rata!
“Anak itu
sudah menjadi gila…! Lihat dia melompat ke bawah…!” teriak Ratu Randang. Kunti
Ambiri dan Jaka Pesolek bergerak cepat hendak menangkap tubuh Sang Pendekar
yang sesaat lagi akan membentur tanah, namun gerakan keduanya terhenti kala
melihat Sang Pendekar menyengir sembari mempermainkan mata!” Wiro…!” teriak
keduanya tak tertahan kala melihat tubuh Wiro meluncur deras ke dalam tanah dan
menghilang! Keduanya terdiam sesaat sampai akhirnya Kunti Ambiri berteriak
kesal sembari membantingbantingkan kaki!
“Sialan…!
Kita berdua tertipu…! Anak setan itu menguasai ilmu menyusup kedalam tanah..!
Dasar pemuda gila…!” gemas Kunti Ambiri sambil memakimaki sementara Jaka
Pesolek yang semula juga terkejut juga akhirnya turut membantingbantingkan
kaki sebal dan keki! sementara itu didalam tanah Sang Pendekar melihat seorang
yang dikenalnya sebagai Hantu Bara Kaliatus tampak sedang berusaha mencekik Sri
Maharaja Mataram sementara seorang lagi yakni bocah yang dikenalnya sebagai
Dirga Purana tampak sedang bertarung hebat dengan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
Milik Sang Raja! Kemarahan Sang Pendekar langsung menggelegak melihat dua orang
yang telah membunuh Sakuntaladewi dan Ni Gatri ini.
“Berikan
nyawa kalian berdua…! Teriak Sang Pendekar seraya melepaskan pukulan Tangan
Dewa Menghantam Api kearah Dirga Purana sementara dengan kecepatan luar biasa
Sang Pendekar mengeluarkan jurus Dibalik Gunung Memukul Halilintar untuk
menghantam Hantu Bara kaliatus yang sedang mencekik Raja Mataram. Terdengar
teriakan dahsyat dari Hantu Bara Kaliatus kala pukulan yang memang diciptakan
untuk memukul musuh yang bersembunyi ini dengan telak menghantam pelipis Hantu
Bara Kaliatus yang kontan membuat cekikannya pada leher Raja Mataram terlepas.
Sang Pendekar sebenarnya ingin kembali mengeluarkan pukulan jarak jauh guna
membinasakan kedua orang yang membunuh Sakuntaladewi dan Ni Gatri ini, namun
hal itu batal dilakukan kala melihat kondisi Raja Mataram yang nampak kesulitan
bernafas!
“Celaka!
Raja Mataram nampaknya tidak memiliki kemampuan menyusup ke dalam tanah!” seru
Wiro sembari melesat dan memapah Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala
kembali ke permukaan tanah. Sesampainya diatas tanah dilihatnya Ratu Randang
dan kawankawan lainnya sedang bertempur bersama Kelelawar Hantu dan para
Pengawal Istana Atap Langit melawan Lakarontang dan anak buahnya. dilihatnya
juga empat orang yang turun bersama dengan Arwah Ketua dan Kelelawar Hantu
tampak turut serta menggempur kekuatan Laskar Lakarontang! Sang Pendekar
kemudian memapah Sri Maharaja Mataram kedekat Kumara Gandamayana yang nampak
memejamkan mata.
“Bagaimana
keadaan Yang Mulia…? Apakah Yang Mulia terluka…?” tanya Sang Pendekar sembari
memperhatikan Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang nampak terbatukbatuk.
“Aku
tidak apaapa Ksatria Panggilan… nafasku hanya sedikit sesak akibat cekikan
makhluk keparat itu! Sebentar lagi aku akan segera bergabung dengan kalian…
cepatlah pergi bantu kawankawanmu… biarkan aku beristirahat sebentar disini…”
ucap Sang Raja seraya menyandarkan punggungnya ke dinding keraton. Wiro
memandang suasana pertempuran yang berlangsung. Dilihatnya kawankawannya
beserta Kelelawar Hantu dan laskar Pengawal Atap langit dibantu Lima orang yang
lainnya perlahanlahan mampu menekan bahkan mendesak Lakarontang dan Laskarnya.
Sang Pendekar memalingkan wajahnya kearah Sang Raja.
“Aku
harus membalas kematian Sakuntaladewi dan Ni Gatri Yang Mulia…” desis Sang
Pendekar. Sang Raja tampak mengagukkan kepalanya.
“Keadaan
sudah agak membaik, memang sudah seharusnya kau membunuh kedua orang itu
Ksatria Panggilan…” ucap Sang Raja. Sang Pendekar pun langsung melesat
menyelusup kedalam tanah dengan menggunakan ilmu yang diberikan Kumara
Gandamayana. Namun sejauh yang dapat ditembusnya tidak dilihatnya bayangan
Dirga Purana maupun Hantu Bara Kaliatus. Sang Pendekar pun mengerahkan ilmu
menembus pandang pemberian Ratu Duyung namun keberadaan Dirga Purana dan Hantu
Bara Kaliatus tetap tidak dapat ditemukannya. Sang Pendekar menggeram kesal
lalu segera melesat keatas.
namun
saat tubuhnya baru melesat keluar dari dalam tanah, tibatiba didengarnya Jaka
Pesolek berteriak keras kearahnya.
“Sang
Hyang Jagatnatha…!” Sementara itu Sang Pendekar pun melihat Ratu Randang, Kunti
Ambiri serta Raja Mataram memandang dirinya dengan pandangan terpana!
“Wiro…!”
teriak mereka bersamaan seraya berlari memburu kearahnya. Sang Pendekar
mengkerutkan kening saat melihat kelakuan mereka yang dianggapnya aneh. Wiro
hendak berucap namun dirasanya mulutnya terasa penuh. Rasa asin bercampur asam
terasa memenuhi mulutnya hingga tanpa sadar Sang Pendekar tersedak.
“Darah…”
desis Sang Pendekar seraya menyeka mulutnya yang belepotan. Wiro tibatiba
merasakan sesuatu mengalir dalam tubuhnya. Sesuatu yang hidup! Saat Sang
Pendekar menundukkan wajahnya kebawah, dilihatnya ujung runcing sebuah karang
tajam berwarna kebiruan yang anehnya memancarkan warna merah berpendar terhujam
keluar menembus ulu hatinya.
“Gusti
Allah…” desis Sang Pendekar menyebut Nama Sang Khalik!
TAMAT
No comments:
Post a Comment