Belajar Dari Koala

 

Koala itu kayak versi hidup lambat yang udah khatam urusan duniawi. Aktivitas harian? Tidur 20 jam, makan daun yang rasanya kayak tisu basah, terus tidur lagi. Energi hemat, drama skip.

Nah, pas musim kawin, sekitar September sampai Februari di Australia, koala jantan berubah jadi TOA hidup. Mereka teriak-teriak dari pohon, kayak ngiklan diri, kalau boleh mimin translate mungkin isinya begini: "WANITA SINGLE, AKU JANTAN DAN BERDAUN!"

Tapi ya namanya usaha, kadang gagal. Entah ditolak, kehabisan stok betina, atau dikalahkan koala lain yang lebih vokal. Apa yang terjadi setelah itu? Apakah dia galau, unfollow semua akun betina, atau ngepost story penuh quotes bijak? Enggak.

Dia balik ke pohonnya dan tidur lagi.

Jadi gak akan ada adegan galau, gak guling-guling di hutan, gak ada penyesalan kenapa aku gak laku-laku, apalagi nangis di bawah hujan daun eukaliptus.

lya, sesimpel itu. Gagal kawin? Ya udah. Tidur. Karena buat koala, drama itu boros energi. Daun eukaliptus yang mereka makan tuh miskin nutrisi, jadi harus pelit-pelit ngeluarin tenaga. Nangis? Ngambek? Nggak worth it, Bro. Mending rebahan dan mengunyah pelan. Jadi daripada buang energi buat galau berkepanjangan, mereka pilih mode hemat daya. Move on versi koala itu tidur.

Jadi kalau kamu habis ditolak gebetan, belajar dari koala. Jangan ngoyo. Teriakin isi hatimu, kalau ditolak? Tidur. Besok bangun, makan cemilan, terus tidur lagi. Hidup terus berjalan, walau jodoh belum datang. 

Koala: si guru spiritual berkaki empat yang ngajarin kita cara chill menghadapi hidup.

Kalau hidup udah capek, jangan galau... istirahat. Kadang solusi paling masuk akal cuma,, rebahan sambil makan daun.

Sungguh, makhluk paling pasrah sekaligus paling damai di dunia. Kalau manusia punya mindset kayak koala, mungkin nggak akan ada lagu galau sepanjang 3 playlist Spotify, "kenapa harus dia, bukan aku".

.