"Pertanyaan bisa lebih menampar daripada jawaban. Itulah kenapa para filsuf lebih suka bertanya."
Dalam riset filsafat klasik, pertanyaan bukan jawaban justru dianggap sebagai alat utama untuk menemukan kebenaran. Socrates tidak menulis satu buku pun, tapi ia mengubah dunia dengan satu metode: bertanya terus menerus. Pertanyaan yang baik bisa menyingkap kepalsuan, membongkar kepura-puraan, bahkan memaksa kita memikirkan ulang seluruh cara hidup kita.
Sayangnya, kebanyakan orang bertanya bukan untuk memahami, tapi untuk menilai. Ingin tahu alasannya? Karena mereka tidak dilatih berpikir dengan keingintahuan, melainkan dengan asumsi.
Maka dalam tulisan ini, kita akan belajar dari para filsuf: bagaimana cara bertanya yang benar-benar bikin orang berhenti, berpikir, dan kalau perlu meragukan segalanya.
Berikut ini tujuh teknik bertanya ala filsuf, yang bisa kamu gunakan untuk obrolan sehari-hari atau debat publik, supaya orang mikir dua kali sebelum asal jawab.
1. Tanyakan definisi, bukan pendapat
Dalam Think, Simon Blackburn menyarankan: sebelum kamu menyanggah argumen orang, minta dia mendefinisikan dulu istilah yang dia pakai.
Saat seseorang bilang "keadilan", tanyakan: "Menurutmu, apa itu adil?" Orang sering pakai kata-kata besar tanpa tahu maknanya. Dan saat mereka mencoba mendefinisikan, sering terlihat betapa rapuhnya keyakinan mereka.
2. Lempar balik dengan pertanyaan sejenis
Ward Farnsworth dalam The Socratic Method menyarankan untuk "membalas" argumen dengan argumen serupa yang menguji konsistensinya.
Misal, jika seseorang berkata, "Hukum itu harus ditaati karena sudah dibuat negara," kamu bisa tanya, "Kalau begitu, saat apartheid disahkan jadi hukum di Afrika Selatan, apakah itu juga harus ditaati?" Pertanyaan ini tidak menjawab langsung, tapi membuat orang melihat kejanggalan prinsip yang mereka pegang.
3. Pakai analogi yang menggelitik logika
Jostein Gaarder dalam Sophie's World mengajarkan kekuatan analogi:
bandingkan sesuatu dengan hal yang absurd atau lucu untuk mengekspos ketidak konsistenan.
Misal: "Kalau semua orang harus berpikir sama supaya damai, bukankah itu kayak bilang 'biar rumah adem, kita bakar AC-nya'?"
4. Gali asumsi tersembunyi
Kebanyakan orang bicara berdasarkan asumsi yang tak disadari. Filsuf akan bertanya, "Apa yang kamu anggap benar diam-diam tanpa kamu ucapkan?"
Misalnya: saat seseorang bilang "Orang sukses itu kerja keras," kamu bisa tanya, "Jadi kamu anggap semua yang tidak sukses itu malas?"
5. Pakai pertanyaan reflektif, bukan retoris
Pertanyaan reflektif bukan buat membantai, tapi buat mengajak orang menoleh ke dalam.
Misalnya: "Apa kamu bener-bener percaya itu karena kamu udah mikir panjang, atau karena semua orang di sekitarmu juga percaya itu?"
Pertanyaan ini bukan hanya bikin mikir, tapi bikin orang berkonflik dengan dirinya sendiri. Itulah momen pencerahan dimulai.
6. Diam setelah bertanya
Teknik ini tak tertulis di buku, tapi para filsuf tahu betapa pentingnya diam setelah bertanya. Socrates dikenal bukan karena kata-katanya, tapi karena dia bisa duduk diam menunggu orang lain jatuh ke dalam lubang pikirannya sendiri. Jangan buru-buru kasih petunjuk. Biarkan keheningan bekerja.
7. Tantang dengan kemungkinan ekstrem
Blackburn menyebutnya sebagai reductio ad absurdum. Uji klaim orang dengan memperluas logikanya ke titik paling ekstrim.
Contoh: jika seseorang berkata "Kita tidak boleh menyinggung perasaan siapa pun," kamu bisa bertanya, "Berarti kalau seseorang tersinggung karena kamu berbeda keyakinan, kamu harus mengubah kepercayaanmu?"
Di tengah zaman yang suka debat tapi alergi berpikir, teknik-teknik bertanya ini bisa jadi senjata intelektual paling ampuh. Bukan untuk menang. Tapi untuk bikin orang sadar bahwa banyak dari yang mereka yakini itu belum tentu milik mereka sendiri.
.
No comments:
Post a Comment