Photo

Photo

Tuesday 1 October 2019

Seharusnya Anak² Dibiasakan Membantu Orang Tua, Jangan Dimanjakan


Prihatin Agar Tak Memprihatinkan

Suatu hari aku dan emakku berkunjung ke rumah seseorang. Tuan rumah merupakan seorang ibu dari tiga orang putra putri yang telah remaja. Ia dan suaminya merupakan pedagang kecil yang mengedarkan dagangannya dari pagi hingga waktu Magrib. Keduanya telah bangun sejak dini hari untuk mempersiapkan dagangan mereka.

Di tengah obrolan santai kami, si Ibu menceritakan tentang kelakuan putra dan putrinya yang telah duduk di sekolah menengah.

" Anak jaman sekarang ya Dek ( ia memanggilku Adek ) susah banget ngerti kesusahan orang tua, maunya kok hidup enak, " keluh Ibu itu masih dengan senyum semringah.

Aku memang beberapa kali mengamati ketiga anaknya hampir tak pernah membantu pekerjaan orang tuanya. Yang cowok ketika pulang sekolah selalu nongkrong di jalan dengan teman-temannya sambil merokok. Yang perempuan beberapa kali kulihat jalan dengan cowok sebayanya.

" Kenapa gak disuruh anaknya buat bantu-bantu…? " tanyaku.

" Ah susah, maunya main melulu, apalagi semenjak dibelikan HP wah gak ada kerja lain kalau gak main HP, " ujar ibu ini.

Aku melirik merk Hp anaknya, ternyata lebih bagus dari punyaku. Padahal bila melihat rumah keluarga ini, luar biasa memprihatinkan. Dindingnya hanya tersusun dari papan bekas yang renggang, pembatas antar ruangan hanyalah plastik bekas saja, dan atap seng rumah tak memiliki pelapon. Ukuran rumahnya pun sangat minimalis, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga dan kamar orang tua bergabung jadi satu, selebihnya hanya ada satu kamar yang sangat kecil berukuran satu kali dua meter, dapur dan WC yang juga tak kalah minimalis.

" Kenapa anaknya dibelikan hp Bu…? Bagus lagi, kan sayang uangnya…? " tanyaku.

" Kasihan…, nanti dia malu dengan teman yang lain," ucapnya.

Lalu mengalirlah keluh kesah ibu ini prihal kredit motor anak laki-lakinya yang mencekik leher, biaya pulsa si gadis yang lebih besar dari biaya makan mereka serta keengganan putra putrinya membantu kedua orang tuanya. Bahkan yang membuat sarapan pun masih ibunya.

" Bu seharusnya anak-anak dibiasakan membantu orang tua, jangan dimanjakan. Motor dan ponsel pun bukan kebutuhan penting yang mendesak, tak punya itu pun anak-anak masih tetap bisa sekolah, " jelasku.

" Wah kasihan anak-anak nanti dibilang miskin, orang gak punya sama temannya, " bela ibu itu.

Serius aku ingin banget jawab " Lah kan kenyataan kalian memang gak mampu, kenapa mesti pura-pura kaya. " Namun ku urungkan niatku karena sangat tampak bila si ibu adalah tipe yang memanjakan anak-anaknya.

" Kalau anakku Fira Bu, walau masih kelas 3 SD, tapi dia sudah aku beri tanggung jawab mengurusi pakaian nya, mulai dari mengangkat dari jemuran hingga melipat dan menyusun di lemari. Bila waktu senggang pun dia yang menyuap makan adiknya, memandikan adiknya bahkan membereskan mainan adiknya. "

" Kasihan dong anaknya, " ucap Ibu itu.

" Aku lebih kasihan bila anakku nantinya gak bisa mandiri karena terlalu kumanjakan. "

Ibu itu diam, gak suka dengan penjelasan ku kayaknya. Tak lama kami pun pamit.

========================

Aku juga mengenal seseorang yang kaya secara materi, ia dan suami bekerja mantap dan kurasa mampu membelikan apapun yang anaknya minta.

" Anakku gak boleh pegang uang lebih dari 2000, HP, karena mereka belum bisa cari uang sendiri, kalaupun perlu boleh pinjam HP ku, anakku pun gak boleh bawa motor sebelum ia punya SIM. Bila ingin sesuatu mereka harus menabung, " jelasnya.

" Kalian kan mampu, " balasku.

" Benar, aku sanggup membeli semua yang temannya punya tapi aku tak ingin ia tumbuh menjadi pribadi yang manja karena tak selamanya kami bisa mendampinginya. Bagaimana bila suatu saat kami mati muda, bisakah anak-anak ini hidup prihatin…? "

Aku mengangguk.

" Yang terpenting adalah pendidikan nya, makan nya yang sehat dan pakaian yang layak, selebihnya ia harus berusaha sendiri untuk mendapatkan nya."

Aku tertegun, hampir saja aku dan suami khilaf membelikan anak ku ponsel dengan alasan kasihan. Padahal bila itu terjadi berarti kami telah menggali lobang kehancuran bagi putri kami sendiri.

Ada banyak orang tua yang menjerumuskan anaknya menjadi pribadi yang malas, manja, angkuh dan sombong, mereka menyediakan apapun kebutuhan anaknya dari A sampai Z, dari yang penting hingga yang tak seharusnya dimiliki, bahkan sebagian orang tua pun rela menjadi pembantu bagi buah hatinya. Semua dilakukan atas dasar kasih sayang.

Menyesakkan ketika tak jarang kita melihat anak menjadi raja yang selalu dilayani sedangkan orang tua menjadi dayang yang selalu makan hati.

Semua menyayangi buah hatinya namun sayang bukan berarti memanjakan. Selain kasih sayang, anak pun butuh arahan, kedisiplinan dan terkadang sedikit kekerasan bila ia sudah berbelok ke arah yang salah.

Bila anak baik jangan segan beri ia pujian, berikan pula hadiah yang mendidik, namun jangan segan menegur atau bahkan menghukum bila buah hati dinilai mulai salah arah.

Suatu hari aku pernah memukul tangan anakku. Ketika itu ada seorang kakek yang bertamu, tampilannya sangat lusuh dan cenderung ( maaf ) bau. Aku mengobrol sebentar dengannya sebelum ia pamit.

Selama aku mengobrol, anakku mengibaskan tangannya isyarat kalau dia kebauan, ia juga berkali seolah mual ( aku tahu ini actingnya yang lebay….) Tingkahnya hari itu ibarat tuan putri sok cantik yang menyebalkan.

Ketika kakek ini pamit, aku menutup pintu dan langsung memanggil putriku.

Plak….! Aku memukul tangannya. Ia terkejut.

" Ibu gak suka kamu kayak jijik sama tamu, kakek itu sudah tua dan kamu harus hormat dengannya. "

" Kakek itu kotor dan bau, " belanya

" Dia bau dan kotor bukan berarti kamu berhak menghinanya. Jangan sok lebih baik dari orang lain. Seandainya pun kamu gak tahan dengan baunya, kenapa mendekat…? Sengaja kan biar bisa menghina, " ucapku marah.

Dia menunduk dan menangis.

Aku memeluknya dan membelai si kurus ini. " Ibu gak mau kamu jadi anak yang gak baik, karena anak nakal itu gak disayang Allah. Ibu sayang kamu makanya ibu tegur..."

Dia mengangguk.

Mendidik anak itu dari dulu hingga kini tak pernah mudah. Terkadang hanya karena pola didik yang berbeda suami dan istri bertengkar, aku pun sering begitu dengan suami.

Lagi, anak itu adalah amanah, ia dititipkan untuk dijaga dan diarahkan agar menjadi pribadi yang baik.

Anak adalah investasi dunia dan akherat, bahagia dunia kita dan keselamatan di akherat salah satunya tergantung pada anak kita.

Jangan sampai di tangan kita kertas putih yang suci itu berubah warna menjadi penuh coretan hitam dan kelam.

Menulis ini bukan berarti aku telah baik mendidik anak, masih belajar dan terus belajar walau terkadang selalu khilaf dan berbuat salah.

No comments:

Post a Comment

Perintah Kaisar Naga : 4340 - 4345

 Perintah Kaisar Naga. Bab 4340-4345 "Kalau begitu kamu bisa meminta bantuan Pangeran Xiao. Agaknya, Keluarga Qi tidak bisa lebih kuat ...