Nyai
Lathifah, istri dari KH. Hasbullah Said (generasi ketiga dalam kepemimpinan
Pesantren Tambak beras) mendapatkan gelar Ummul Ma'had, ibunda pesantren Bahrul
Ulum. Sebab, dari rahimnya lahir para ulama :
Kiai Abdul
Wahab Hasbullah, Kiai Abdul Hamid Hasbullah, Kiai Abdurrahim; sekaligus menjadi
ibunda para putri shalihat: Ny. Fathimah, Ny. Sholihah, Ny. Zuhriyah dan Ny.
Aminaturrohiyah. Beliau juga menjadi ibunda 2 Rais Aam Syuriah PBNU: ibu
kandung Kiai Wahab Chasbullah dan ibu mertua Kiai Bisri Syansuri.
Di antara
kunci keberkahannya mendidik putra-putrinya adalah saat Ny. Lathifah hamil,
beliau selalu meminta kepada suaminya, KH. Hasbullah Said untuk mengkhatamkan
al-Qur'an minimal 100 kali sampai si bayi lahir. Jadi, selama Ny. Lathifah
hamil, minimal 3 hari sekali Kiai Hasbullah khatam al-Qur'an.
Pendiri
Pondok Pesanten Tambakberas, KH. Abdussalam, adalah seorang anggota laskar
Diponegoro, yang bertugas melakukan obserrvasi menyiapkan "safe house"
menjelang berakhirnya Perang Jawa. Safe House ini akan difungsikan sebagai
lokasi diaspora pasukan Diponegoro. Di kemudian hari, hasil pembabatan hutan
ini berkembang menjadi sebuah pondok pesantren yang dikenal dengan "Pondok
Selawe" karena Kiai Abdussalam hanya menerima 25 (selawe) santri untuk
ditempa di bidang syariat, tauhid, kanugaran, dan ketabiban. Dengan demikian
pesantren Tambak beras berdiri kurang lebih tahun 1830-an.
Mbah
Abdussalam punya anak perempuan bernama Fatimah, yang dinikahkan dengan Kiai
Said. Sedangkan adiknya, Layyinah, menikah dengan Kiai Usman. Kiai Said
menurunkan generasi masyayikh Tambakberas dan Denanyar. Sedangkan Kiai Usman
menurunkan generasi pengasuh Tebuireng.
Di bidang
fiqh, Gus Dur dipengaruhi oleh pamannya, KH. Fattah Hasyim. Mertua KH. MA.
Sahal Mahfudz ini punya pola pendidikan yang tegas namun unik. Ketika menjumpai
santri residivis (nakalnya kebangetan plus kambuhan) para pengurus memutuskan
mengeluarkannya dari pondok. Mereka sudah kuwalahan.
" Saya
menghormati keputusan kalian. Oleh karena itu silahkan dikeluarkan dari pondok,
tapi biar dia ikut saya. Biar dia tinggal di rumah." kata Kiai Fattah.
Akhirnya,
santri bandel ini ikut di ndalem Kiai Fattah. Dia diberi tugas mempersiapkan
sajadah menjelang kiainya shalat, menata kitab ketika Kiai Fattah mau mengajar,
serta mempersiapkan keperluan manakala menantu Kiai Bisri Syansuri ini mau
berbuka puasa. Intinya, Kiai Fattah mendidiknya dengan cara khusus.
Berkat
keikhlasan melayani guru yang berpadu dengan kemuliaan Kiai Fattah, di kemudian
hari santri bandel ini malah menjadi seorang kiai dengan ribuan santri di Jawa
Barat. Gus Dur seringkali berkunjung ke kediamannya dan terbahak-bahak saat
bernostalgia masa mudanya. Santri bandel lainnya yang ditempa Kiai Fattah menjadi
seorang pendidik sekaligus pengusaha di Surabaya. Jika yang bandel saja dengan didikan
khusus bisa menjadi manusia yang bermanfaat, apalagi yang saat mondok tekun
belajar.
Wallahu A'lam.
No comments:
Post a Comment