Alkisah, ada seorang penjual
gudeg yang sudah sepuh di kota pelajar. Namanya melegenda, Mbah Pon. Nyaris
seperti mitos. Dia mempunyai lima anak. Kelimanya kuliah di lima perguruan tinggi terkemuka.
Kelima anaknya yang hebat bersekolah sampai kuliah tanpa beasiswa. Artinya,
Mbah Pon lah yang menjaga anak-anaknya.
Banyak orang bertanya tentang
kedahsyatan Mbah Pon mengelola kehidupan. Ketika ada yang bertanya tentang kiat
mendidik anak, jawaban Mbah Pon sederhana : " Ya biasa saja, kalo nakal ya
dinasehati. "
Atau pertanyaan soal pembayaran
kuliah kelima anaknya, lagi-lagi dijawab Mbah Pon dengan apa adanya : " Ya
pas waktunya bayar sekolah, ya dibayar. "
Sekian banyak penanya akhirnya
bingung harus bertanya apa lagi... sebab tak meluncur jawaban spesifik,
istimewa, atau " wah " dari mulut Mbah Pon.
Sampai akhirnya seseorang
melemparkan pertanyaan pamungkas : " Mbah Pon, apa mbah pernah punya
masalah ? "
Dengan agak bingung, Mbah Pon
malah balas bertanya : " Masalah itu apa toh ? Masalah itu seperti apa ya
? "
Lalu sang penanya memberi contoh,
kalau waktunya bayar uang kuliah anaknya, ternyata tidak ada uangnya. Mbah Pon
tersenyum kecil. " Kalau itu ya gampang, kalau pas tidak ada uang, saya
minta ke Gusti Allah. Lha ternyata besoknya ada yang mau mborong gudeg saya
mas..."
Jawaban Mbah Pon seperti
menempelak para penanya yang rata-rata orang pintar dan terpelajar. Semua
jawaban Mbah Pon adalah jawaban sederhana yang menakjubkan. Puncaknya adalah
pada jawaban terakhirnya tentang " masalah ".
Orang yang percaya bahwa hidupnya
dalam pemeliharaan Sang Pencipta, dalam penyelenggaraan semesta, adalah orang
paling bahagia. Kekhawatiran menjauh darinya. Ia hidup seperti wayang yang
pasrah dalam tangan Sang Dalang.
Orang seperti ini menjalani
sekaligus memenangkan hidupnya dengan cara sederhana, dengan jawaban sederhana.
Sebab semua kerumitan dan kesulitan sudah diserahkannya pada Sang Dalang.
Cara hidup orang seperri Mbah Pon
tak selalu bisa dicerna dan diterima oleh orang pintar, orang yang kuat nalar,
orang yang selalu paham tentang masalah dan siap bertempur menaklukkan masalah.
Beda dengan Mbah Pon, saking
sederhana dan pasrahnya, dia bahkan tak paham apa itu masalah. Tapi dengan
demikian, masalah tak pernah menyapa hidupnya. Mbah Pon tak mengenalnya...
No comments:
Post a Comment