Di Jawa, ada tokoh besar yang
hingga detik ini tidak diketahui secara pasti dia menyembah siapa…? Apa
agamanya…? Dan apa nama kitab sucinya…?
Namun dari zaman ke zaman dia
selalu menjadi simbol perdamaian, dimengerti sebagai sosok yang dikenal luhur
budi pekertinya, bijak pemikirannya, santun perkataannya, teramat rendah hati,
amat beradab dan dari masa ke masa terpandang sebagai kawula alit.
Walau kawula alit, pada
kenyataannya justru para pembesar segan padanya, semua ningrat menaruh hormat
padanya, semua kesatria tidak ada yang kurang ajar padanya.
Hebatnya lagi, ketika dua atau
beberapa kelompok sedang berseteru, jika dia datang, sepontan perseteruan itu
terhenti. Dia laksana cahaya untuk menerangi hati yang gelap, pendingin untuk
jiwa yang pemarah, pelipur dalam kedukaan dan pemersatu segala macam
perpecahan.
Dan dia adalah Sang Begawan
Semar, sesepuhnya Punakawan. Begawan Semar sebagai salah satu tokoh penting
dalam cerita pewayangan, dihadirkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga untuk
menyadarkan sesama bahwa tingginya kederajatan manusia jangan dipandang dari
segi penampilan, jangan dinilai dari embel-embel gelar ataupun pencitraan semu
lainnya.
Melarat belum tentu hina, rakyat
jelata belum tentu rendahan, wajah buruk belum tentu hatinya busuk, meski buruh
kasar bisa jadi hatinya lembut, walau tampak biasa saja tapi pemikirannya luar
biasa bahkan istimewa.
Sebagaimana berlian walau
bercampur tumpukkan sampah tetap saja dia berlian. Beda halnya dengan kotoran,
sekalipun di olesi serbuk emas selama seribu tahun, tetap saja kotoran yang
menjijikkan.
Dari ketokohan Semar dalam cerita
wayang merupakan sindiran tajam untuk manusia sombong, para serakah, para
pemamer silsilah, para pembangga harta, para penindas wong cilik, para
watak-watak licik, para pembual pengetahuan, para penyembah sanjungan, para
penggila kekuasaan, para iri dengki dan para ilmu dangkal namun haus sanjungan.
Amat tidak punya harga diri di hadapan tokoh wayang Semar.
Juga Semar adalah spirit
pembentukan moral bagi anak Jawa, agar teguh memegang prinsip yang luhur. Meski
hidup pas-pasan jangan jadi penjilat, meski dipandang sebelah mata jangan
mengemis, meski dilihat tak punya arti jangan rendah diri, meski dicap bodoh
yang penting tidak membodohi, meski dihakimi sebagai penghuni neraka yang
penting perbuatannya sebagaimana amal perbuatan ahli sorga. Tansah welas asih,
ngayomi, ngajeni dan memayu hayuning bumi.
" Tetaplah menyala, walau
terangmu tak seberapa. "
No comments:
Post a Comment