Menurut buku "Thinking, Fast and Slow" karya Daniel Kahneman, otak kita cenderung menggunakan "System 1", yaitu cara berpikir cepat, otomatis, dan seringkali bias.
Jika tidak dilatih, kita akan terus terjebak pada keputusan gegabah dan penalaran malas yang tampak logis, padahal sesat.
Setiap pagi, kita membuka mata, mengambil ponsel, lalu membiarkan berita, opini, dan komentar netizen mengisi kepala kita. Kita marah karena headline, senang karena satu notifikasi, dan merasa paling tahu padahal belum berpikir jernih. Tanpa sadar, kita memulai hari dengan logika orang lain, bukan logika kita sendiri.
Masalahnya bukan sekadar opini, tapi bagaimana kita tidak menguji ulang informasi itu dengan berpikir logis.
Seorang teman bilang, "Kopi bikin sukses, lihat saja semua CEO minum kopi."
Kalimat ini terdengar masuk akal, padahal itu contoh klasik dari post hoc fallacy-mengira bahwa karena satu hal terjadi setelah hal lain, maka yang pertama menyebabkan yang kedua.
Untuk keluar dari jebakan berpikir semacam ini, kita tidak butuh meditasi dua jam atau buku filsafat tebal dulu.
Kita hanya perlu satu menit latihan logika setiap pagi. Latihan ini bukan cuma buat debat, tapi menyelamatkanmu dari keputusan bodoh, emosi sesaat, dan manipulasi halus.
Berikut 7 latihan logika 1 menit tiap pagi yang bisa kamu praktikkan. Rekomendasi ini berdasarkan gagasan dari buku "Logika dan Berpikir Kritis" karya Alexey Arkhipov dan "Critical Thinking: A Concise Guide" karya Tracy Bowell & Gary Kemp.
1. Uji Generalisasi: "Apa bukti bahwa semua A adalah B?"
Contoh: "Orang kaya pasti pelit." Tanya balik ke dirimu: Berapa orang kaya yang kamu kenal langsung? Apakah semuanya pelit? Ini melatih mu mendeteksi generalisasi lemah.
2. Balik Kalimat: "Jika kebalikannya absurd, pikirkan ulang."
Contoh: "Kalau nggak kuliah, hidupmu hancur."
Kebalikannya: "Hidup yang kuliah pasti sukses."
Kalimat ini langsung goyah. Teknik ini memaksa kita melihat logika dari sudut lain.
3. Bedakan Sebab dan Korelasi
Contoh: "Anak yang main game nilainya jelek."
Tanya: Apa game penyebabnya, atau ada faktor lain seperti kurang tidur atau kurang perhatian belajar?
4. Gali Premis yang Tersembunyi
Contoh: "Kita butuh pemimpin muda biar negara maju."
Premis tersembunyi nya : "Muda = inovatif, tua = lambat "
Benarkah begitu? Latihan ini mengasah kemampuan mengurai argumen.
5. Lawan Diksi Emosional
Contoh: "Orang yang tidak vaksin itu egois."
Tanya: Apa alasannya? Apakah semua tidak vaksin karena egoisme? Jangan biarkan emosi mengaburkan struktur logika.
6. Tanya: "Apa yang tidak dikatakan?"
Kalimat politik, iklan, dan opini publik sering menyembunyikan sisi cerita.
Contoh: "Kita berhasil menurunkan angka pengangguran."
Tapi... bagaimana cara mengukurnya? Apa definisi "berhasil"? Apa data pembandingnya?
7. Latih Logika Kausal: "Apa penyebabnya, apa akibatnya?"
Contoh: "Media sosial bikin orang bodoh."
Apa benar media sosial penyebab langsung? Atau kita yang malas memilih konten berkualitas?
Latihan ini memperkuat kesadaran sebab-akibat.
Latihan logika bukan soal jadi sok pintar. Ini soal bertahan hidup secara intelektual di tengah banjir hoaks, propaganda, dan opini setengah matang.
Dalam dunia yang bergerak cepat, berpikir lambat dan teliti justru revolusioner.
Kita tidak bisa mengubah arus informasi yang terus datang. Tapi kita bisa melatih diri untuk jadi pelaut logis yang tidak tenggelam oleh ombak kesimpulan gegabah.
.
No comments:
Post a Comment